Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan mayoritas fraksi di DPR sepakat agar revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) tak dibahas dalam persidangan DPR periode 2019-2024. Dia mengatakan masuknya revisi UU MD3 dalam prolegnas prioritas hanya dimasukkan oleh Baleg dan belum tentu dibahas.
ADVERTISEMENT
"Setelah saya cek barusan pada Ketua Baleg bahwa itu karena existing saja sehingga bisa dilakukan. Mayoritas kita sepakat partai di parlemen untuk tidak melakukan revisi UU MD3 sampai dengan akhir periode jabatan anggota DPR saat ini," kata Dasco di Gedung DPR, Senayan, Kamis (4/4).
Dia menuturkan sebenarnya revisi UU MD3 dilakukan dalam konteks mengakomodir jumlah anggota DPR yang bertambah di periode berikutnya. Sebab, ada wilayah pemekaran di Papua yang otomatis menambah jumlah anggota DPR dari 575 anggota menjadi 580 orang.
Namun, ia menegaskan revisi UU MD3 bukan untuk mengubah ketentuan dalam memilih posisi Ketua DPR.
"Saya belum cek apakah benar masuk UU Prolegnas prioritas karena setahu kami itu memang sudah beberapa waktu lalu direncanakan dalam rangka mungkin untuk penyesuaian jumlah ataupun beberapa pasal yang dianggap perlu tetap bukan untuk pergantian komposisi pimpinan," ucap dia.
ADVERTISEMENT
"Mungkin dia akan dianggap tidak perlu carry over," tambah Ketua Harian DPP Gerindra itu.
Saat ditanya apakah ada kans revisi UU MD3 dilakukan saat awal periode 2024-2029, ia menuturkan segala kemungkinan masih bisa terjadi.
"Kalau (di periode DPR) terbaru kita akan lihat urgensinya setelah penetapan pimpinan dan lain-lain)," tandas Dasco.
Revisi UU MD3 jadi pembahasan penting karena menyangkut perebutan kursi pimpinan DPR. Saat ini, pimpinan DPR secara otomatis diduduki oleh partai pemenang pemilu.
Tapi, bukan tidak mungkin, ketika UU MD3 direvisi, aturan itu berubah. PDIP sebagai pemenang pemilu tidak jadi ketua DPR seperti yang sempat terjadi pada awal 2014, meski kemudian direvisi kembali.