Dengan Plastik dan Gelas, Warga Idlib Siap Hadapi Senjata Kimia Assad

6 September 2018 17:19 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak-anak di Idlib, Suriah, memakai masker anti gas buatan. (Foto: REUTERS/Khalil Ashawi)
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak di Idlib, Suriah, memakai masker anti gas buatan. (Foto: REUTERS/Khalil Ashawi)
ADVERTISEMENT
Warga sipil Idlib, Suriah, mau tidak mau menelan pil pahit pertempuran yang mengancam nyawa mereka. Apalagi, kabarnya provinsi mereka sebagai salah satu markas utama milisi pemberontak akan digempur habis-habisan. Jika sudah begini, tidak ada cara lain selain putar otak untuk bertahan hidup.
ADVERTISEMENT
Seperti Hudhayfa al-Shahad seorang pria yang punya akal seribu untuk menyelamatkan diri dan keluarganya. Dia membuat masker gas sederhana untuk anak-anak di provinsi itu. Masker itu terbuat dari gelas kertas yang ditutupi dengan plastik ke sekujur tubuh.
Jika pasukan rezim Bashar al-Assad kembali melancarkan serangan senjata kimia, semoga saja masker ala kadarnya ini bisa melindungi para tunas muda Idlib.
Anak-anak di Idlib, Suriah, memakai masker anti gas buatan. (Foto: REUTERS/Khalil Ashawi)
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak di Idlib, Suriah, memakai masker anti gas buatan. (Foto: REUTERS/Khalil Ashawi)
"Kami bersiap sebisa mungkin: masker primitif kecil untuk dipakaikan ke mulut anak-anak jika kami diserang kimia," kata pria 20 tahun itu kepada Reuters, Rabu (5/9), saat ditemui di rumahnya yang dihuni bersama istrinya yang sedang hamil, tiga anak, dan 15 orang lainnya.
Suriah yang dibantu Iran dan Rusia telah menyatakan akan merebut Idlib dari tangan pemberontak. Mereka akan melakukan serangan besar-besaran kendati menuai kecaman dari publik internasional. Senjata kimia adalah satu dari banyak jenis senjata Assad yang bikin takut rakyat Suriah.
ADVERTISEMENT
April tahun lalu, tentara Assad menjatuhkan bom sarin di Khan Sheikhoun, Idlib, menewaskan lebih dari 80 orang. Salah satu kasus serangan kimia terparah terjadi pada 2013 di Ghouta, pinggiran Damaskus, yang menewaskan lebih dari 1.500 orang.
Seorang pria memakai memakai masker anti gas buatan di Idlib, Suriah. (Foto: REUTERS/Khalil Ashawi)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pria memakai memakai masker anti gas buatan di Idlib, Suriah. (Foto: REUTERS/Khalil Ashawi)
Bagi warga sipil, ketika pertempuan terjadi di Idlib, maka mereka harus cari aman. Itulah mengapa Ahmed Abdulkarim al-Shahad, kakak dari Hudhayfa, telah mempersiapkan gua bawah tanah sebagai tempat perlindungan.
Sebenarnya gua ini telah dibuat sejak 2012, tahun-tahun awal konflik Suriah pecah. Dalam beberapa bulan terakhir mereka mulai merapikannya lagi, bahkan memperluasnya.
Ahmed dan keluarganya saat ini terus memasok persediaan makanan di dalamnya, salah satunya sayur mayur yang telah dibuat acar dan ditopleskan.
Anak-anak berada di tempat penampungan sementara Idlib, Suriah. (Foto: REUTERS/Khalil Ashawi)
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak berada di tempat penampungan sementara Idlib, Suriah. (Foto: REUTERS/Khalil Ashawi)
"Kami telah menggali tanah selama dua bulan non-stop, saya, istri saya, dan anak-anak. Gua ini sekarang tempat perlindungan kami. Kami telah membersihkannya setelah diabaikan lama," ujar Ahmed, 35.
ADVERTISEMENT
Saat ini ada 3 juta orang yang tinggal di idlib dan beberapa bagian kecil Latakia, Hama, dan Aleppo. Perundingan akan dilakukan antara Rusia dan Iran dengan Turki yang membekingi milisi pemberontak pada Jumat mendatang.
Anak-anak berada di tempat penampungan sementara Idlib, Suriah. (Foto: REUTERS/Khalil Ashawi)
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak berada di tempat penampungan sementara Idlib, Suriah. (Foto: REUTERS/Khalil Ashawi)
Perundingan itu diharapkan bisa mencegah serangan besar-besaran rezim Assad ke Idlib. Pasalnya, warga Idlib tidak bisa kemana-mana lagi jika serangan dilancarkan sehingga mereka harus melawan hingga titik darah penghabisan.
"Jika kabur ke perbatasan (Turki), saya kira kami tidak akan bisa bergerak dari rumah. Kami akan dibombardir. Tidak ada tempat lain selain Idlib," kata Ahmed al-Shahad.
"Kami akan bertarung hingga orang terakhir, kami tidak punya pilihan lain."