Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Di Hari Buruh 2024, YLBHI Soroti 10 Tahun Pemerintahan Jokowi
1 Mei 2024 13:19 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI ) menyoroti 10 tahun pemerintahan Presiden Jokowi dan dampaknya bagi kesejahteraan buruh, pada peringatan May Day 2024.
ADVERTISEMENT
YLBHI menilai, sejak Jokowi berkuasa, buruh dikorbankan dengan membungkam hak konstitusional dan demokrasi mereka untuk ikut menentukan kebijakan hingga keputusan politik negara.
"Hal ini berdampak pada perlindungan dan pemenuhan hak-hak buruh dan keluarganya. Perlindungan terhadap hak dan kesejahteraan buruh terus dikurangi atas nama kemudahan investasi dan pemulihan ekonomi," tulis YLBHI dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (1/5).
Pasca reformasi, rezim berganti dengan mempertahankan 3 paket kebijakan perburuhan yang dianggap tidak berpihak pada buruh. Lalu saat Jokowi memerintah, ia menerbitkan 7 paket kebijakan ekonomi yang dianggap memperparah praktik kebijakan antiburuh itu.
"Di tahun 2015, PP 78 disahkan meski mendapat penolakan luas dari gerakan buruh. Melalui PP, penetapan upah minimum didasarkan pada besaran inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Aturan inilah yang menandai dimulainya pembungkaman serikat buruh," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Lalu di tahun 2020 Omnibus Law Cipta Kerja disahkan. Aturan ini, menurut YLBHI, mengabaikan prinsip demokrasi. Alhasil, seluruh serikat buruh dan organisasi masyarakat sipil menolak peraturan tersebut. Sebanyak 38 gugatan dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK), berujung pada Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Di dalamnya, MK berlandaskan pada analisa formil di mana pembuatan UU Cipta Kerja tidak demokratis dengan memperhatikan tahapan pembentukan UU yang baik, pelibatan partisipasi publik yang bermakna, dan bertentangan dengan Konstitusi, UUD RI 1945.
Alih-alih merevisi dengan mengikuti putusan MK, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja, yang dinilai tak berbeda dengan UU sebelumnya.
"UU Cipta Kerja berdampak buruk bagi kaum buruh di Indonesia. Dengan memanfaatkan kebijakan inkonstitusional ini yang gayung bersambut dengan masa COVID-19, kaum pemodal semakin leluasa melakukan praktik fleksibilitas hubungan kerja, PHK terhadap buruh, dan politik upah murah," tulis YLBHI.
ADVERTISEMENT
Kasus Perburuhan Tinggi di Masa COVID-19
Data YLBHI-LBH sepanjang Maret 2020 hingga April 2021 menunjukkan, kasus perburuhan tinggi di masa COVID-19. Dari 106 kasus yang terkumpulkan, 79 di antaranya adalah kasus buruh individual sedangkan sisanya kasus kolektif yang didampingi oleh serikat buruh.
Di bagi menurut kasusnya, PHK sepihak menempati posisi pertama dengan 69 kasus, menyusul 17 kasus dirumahkannya buruh tanpa diupah, masalah kontrak dengan 10 kasus, dan pemberangusan serikat sebanyak 9 kasus.
Tak hanya mengeluarkan Permen Nomor 35 Tahun 2021 yang melegalkan fleksibilitas pasar tenaga kerja, pemerintahan Jokowi juga mengesahkan UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemagangan di Dalam Negeri dan merevisi PP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
ADVERTISEMENT
"Dua paket kebijakan ini membuat kaum buruh dituntut untuk terus bekerja dengan upah yang minim di tengah membubungnya harga-harga kebutuhan pokok dan mahalnya biaya pendidikan serta sistem jaminan sosial nasional," jelas YLBHI.
Sehingga di peringatan Hari Buruh 2024 ini, YLBHI meminta 4 hal:
ADVERTISEMENT