Dituding Tak Dukung Demokrasi, Partai Utama Palestina di Israel Didiskualifikasi

30 September 2022 16:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Koalisi Partai Arab di Israel, Joint List, merebut suara ketiga terbanyak dalam pemilu. Foto: AFP/MENAHEM KAHANA
zoom-in-whitePerbesar
Koalisi Partai Arab di Israel, Joint List, merebut suara ketiga terbanyak dalam pemilu. Foto: AFP/MENAHEM KAHANA
ADVERTISEMENT
Perselisihan politik antara Israel dan Palestina kembali terjadi. Komite Pemilihan Pusat Israel pada Kamis (29/9) mendiskualifikasi partai utama yang mewakili warga keturunan Palestina untuk maju dalam pemilu mendatang.
ADVERTISEMENT
Badan penyelenggara pemilu Israel mengatakan, alasan partai Majelis Demokrasi Nasional atau dikenal sebagai Balad dilengserkan dari kandidat pemilu karena diduga menentang dan menolak karakter kepemimpinan Yahudi yang demokratis.
Selama ini, Israel secara blak-blakan mendefinisikan negara itu sebagai ‘negara orang Yahudi’.
Sementara Balad dan partai-partai Palestina lainnya yang ada di negara itu telah lama berkampanye untuk memperluas definisi Israel, yakni negara yang dimiliki oleh semua warganya, terlepas dari etnis mereka.
Pria Yahudi berjalan di pantai di South Shields, Inggris. Foto: REUTERS/Lee Smith
Sebab, saat ini jumlah warga keturunan Palestina yang berada di Israel mencapai sedikitnya 20 persen dari total populasi negara itu. Komite Pemilihan Pusat Israel memberikan suara 14-0 untuk melarang Balad mencalonkan diri dalam pemilu mendatang.
Namun, pihaknya enggan memberlakukan langkah serupa terhadap partai United Arab List Mansour Abbas yang telah berpartisipasi dalam koalisi pemerintahan Israel saat ini, untuk kembali maju sebagai kandidat.
ADVERTISEMENT
“Inisiatif pelarangan itu diusulkan oleh partai Israel yang dinamakan ‘Kami Bersama Menuju Tatanan Sosial Baru’ dan didukung oleh Partai Persatuan Nasional Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz,” tulis media Israel, Haaretz.

Rekayasa Kepemimpinan demi Kebutuhan Politik Pribadi

Selain itu, larangan dari Komite Pemilihan Pusat muncul usai Balad memutuskan untuk memisahkan diri dari koalisi Joint List partai-partai Palestina di Israel.
Balad justru mencalonkan diri dalam pemilihan secara independen, meskipun diperkirakan tidak akan mendapatkan cukup suara untuk melewati ambang batas untuk perwakilan Knesset.
Terkait hal itu, Ketua Balad Sami Abu Shehadeh pun buka suara. “Larangan itu adalah upaya Gantz dan (Perdana Menteri Israel Yair) Lapid untuk merekayasa kepemimpinan Arab sesuai dengan kebutuhan politik mereka,” ujar Shehadeh, seperti dikutip dari The New Arab.
Sejumlah pria memberikan suaranya saat pemilihan parlemen Israel, di sebuah TPS di Tel Aviv, Israel Selasa (17/9/2019). Foto: REUTERS/Ammar Awad
“Sama seperti partai yang keluar lebih kuat setelah upaya sebelumnya untuk mendiskualifikasi kami dan mendiskualifikasi platform kami, kali ini juga tidak akan berhasil,” kecam dia.
ADVERTISEMENT
Pusat Lembaga Hukum untuk Hak Minoritas Arab di Israel, Adalah, menyerukan pihaknya akan menentang larangan terhadap partai Palestina tersebut di hadapan Mahkamah Agung Israel.
Direktur Jenderal Adalah, Dr. Hassan Jabareen, mengecam Komite Pemilihan Pusat Israel yang dinilai bertindak subjektif.
“Komite Pemilihan Pusat Israel adalah badan politik murni, bukan komite hukum, dan harus dihapuskan. Keputusan-keputusannya didorong terutama oleh rasisme dan populisme, dalam upaya untuk memenangkan suara dengan menghasut warga Palestina di Israel dan perwakilan terpilih mereka — khususnya Balad,” kecam Jabareen.
Israel diperkirakan akan mengadakan pemilihan kelima dalam tiga tahun yang dijadwalkan pada November 2022 mendatang, setelah parlemen Israel Knesset dibubarkan pada Juni lalu.