Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Dokumen Sitaan FBI dari Rumah Trump Ungkap Kemampuan Nuklir Negara Asing
7 September 2022 12:57 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Disadur dari Reuters, sumber yang merahasiakan identitasnya melaporkan penemuan tersebut. Mereka menerangkan, dokumen-dokumen rahasia itu bahkan menggambarkan kemampuan nuklir negara-negara asing.
Sejumlah dokumen turut merinci operasi rahasia AS. Materi tersebut memerlukan izin khusus untuk diakses. Sebagian dokumen sangat terbatas perizinannya, sehingga beberapa pejabat keamanan senior bahkan tidak memiliki wewenang untuk meninjaunya.
Kendati demikian, sumber terkait tidak mengidentifikasi negara asing yang dimaksud. Pihaknya juga tidak mengindikasikan hubungan antara pemerintah yang terlibat dengan pemerintah AS.
Hingga kini, FBI menolak mengomentari kabar tersebut. Perwakilan Trump tidak menanggapi permintaan komentar pula.
Penggeledahan FBI
Trump tengah mengadang tuduhan salah penanganan terhadap dokumen rahasia AS. Arsip Nasional AS (NARA) pertama kali menyingkap dugaan itu pada Februari.
ADVERTISEMENT
NARA melaporkan hilangnya sejumlah dokumen rahasia dari Gedung Putih. Dokumen tersebut meliputi surat-surat dari Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un, serta korespondensi dari mantan Presiden AS, Barack Obama.
Materi itu turut mencakup dokumen dari CIA, NSA, dan FBI. Trump seharusnya menyerahkan dokumen-dokumen tersebut di akhir masa kepresidenannya pada Januari 2021.
Namun, dia membawanya pulang setelah kalah pada pemilu. Usai menerima permintaan, pihaknya lalu mengembalikan 15 kotak berisikan dokumen rahasia kepada NARA.
Tumpukan tersebut berisi 184 dokumen bertanda konfidensial, rahasia, atau sangat rahasia. Menuruti seruan serupa, ajudan Trump memberikan kumpulan dokumen lainnya pada Juni.
Penemuan ratusan dokumen tersebut memicu kekhawatiran mendalam. NARA akhirnya mendesak penyelidikan menyeluruh dari Kementerian Kehakiman AS. Pada 8 Agustus, FBI pun turun tangan dalam menangani kasus Trump.
ADVERTISEMENT
Para agen menggerebek properti Trump di Negara Bagian Florida, yakni Mar-a-Lago. Trump menempati bangunan itu sebagai rumah pribadi sejak meninggalkan Gedung Putih.
FBI membongkar brankas dan menerobos area penyimpanan yang digembok di rumah Trump. Surat perintah menjelaskan, Trump diduga mengambil dokumen rahasia dan catatan resmi secara ilegal. Akibatnya, dia berpotensi melanggar undang-undang.
Kementerian Kehakiman AS mengindikasikan, sebagian dari materi sensitif tersebut bahkan memiliki peran penting dalam penyelidikan federal yang tengah berlangsung.
Pengacara Trump kemudian menyerahkan kembali 38 dokumen lainnya kepada FBI. Pihaknya memberikan sertifikat tersumpah bahwa kotak-kotak tersebut adalah yang terakhir.
Secara keseluruhan, FBI menyita lebih dari 11.000 dokumen dari Mar-a-Lago. Kendati demikian, FBI tidak yakin bahwa mereka telah memulihkan seluruh dokumen yang dibawa pulang oleh Trump.
ADVERTISEMENT
Sumber mengungkap, Trump bahkan sempat mengevaluasi sebagian dokumen sebelum mengembalikannya kepada NARA.
Menilik bukti atas adanya dokumen rahasia yang belum kembali, FBI lantas melanjutkan investigasi. Demi mengusut tuntas kasus itu, penyelidik meminta rekaman kamera pengawas di Mar-a-Lago.
Para mantan pejabat intelijen senior telah mengonfirmasikan tuduhan yang menargetkan Trump. Mereka melaporkan salah penanganan informasi sensitif selama pemerintahan Trump, termasuk rekaman penyadap hingga data intelijen di Irak.
Mereka menerangkan, dokumen rahasia kerap berakhir di tangan personel yang tidak berwenang untuk membacanya. Kementerian Kehakiman AS meyakini, Trump sengaja menyembunyikan dokumen rahasia untuk menghalangi penyelidikan terkait oleh FBI.
Tuntutan Hukum
Penggeledahan oleh FBI telah meletuskan kekacauan politik di AS. Menepis segala tudingan itu, Trump mengeklaim sedang menjadi target dalam propaganda politik.
ADVERTISEMENT
Partai Republik dan Trump menuduh, FBI bertindak atas kebencian bermotif politik. Mereka sering kali memanfaatkan media sosial untuk melayangkan kecaman semacam itu. Trump juga mengajukan gugatan terkait tindakan FBI.
"Pemerintah telah lama memperlakukan Presiden Donald J. Trump secara tidak adil," bunyi gugatan Trump pada 22 Agustus, dikutip dari AFP, Rabu (7/9).
"[Trump] adalah calon terdepan dalam Pemilihan Presiden Partai Republik 2024 dan dalam Pemilihan Umum 2024, bila dia memutuskan untuk mencalonkan diri," imbuhnya.
Trump kemudian meminta pengadilan menunjuk pihak independen untuk meninjau dokumen yang disita. Pihak tersebut akan menentukan dokumen yang bisa dilindungi dari penyelidikan.
Menanggapi tekanan publik, Kementerian Kehakiman AS telah mengajukan mosi untuk membuka surat perintah penggeledahan FBI.
ADVERTISEMENT
Surat itu dapat membeberkan jenis materi yang diambil oleh Trump. Tetapi, rinciannya mungkin akan terbatas bila menyangkut dokumen rahasia, terutama terkait keamanan AS.
Sebab, publikasi sistem pertahanan dapat memberikan keuntungan bagi pihak musuh. Negara-negara lain yang terlibat juga dapat memandang pengungkapan rahasia nuklir sebagai ancaman.
Tekanan besar turut menyasar Jaksa Agung AS, Merrick Garland. Menyinggung potensi dakwaan terhadap Trump, dia menegaskan, Kementerian Kehakiman AS akan menegakkan hukum tanpa keberpihakan maupun ketakutan.
"Menegakkan supremasi hukum berarti menerapkan hukum secara merata tanpa rasa takut atau memihak," tegas Garland.
"Di bawah pengawasan saya, itulah tepatnya yang dilakukan Kementerian Kehakiman," pungkas dia.