DPR Resmi Tolak 12 Calon Hakim Agung & Ad Hoc Usulan KY

10 September 2024 11:18 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Rapat Paripurna DPR pada Selasa (10/9/2024). Foto: Luthfi Humam/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Rapat Paripurna DPR pada Selasa (10/9/2024). Foto: Luthfi Humam/kumparan
ADVERTISEMENT
Pimpinan DPR RI menyetujui keputusan Komisi III DPR RI untuk menolak seluruh usulan Komisi Yudisial terkait calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc dalam rapat paripurna ke VI masa persidangan I tahun 2024-2029, Selasa (10/9).
ADVERTISEMENT
Dalam laporannya, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh menyampaikan bahwa Komisi Hukum tidak menyetujui usulan KY karena ada 2 calon hakim yang tidak memenuhi persyaratan.
“Menyikapi hal tersebut, selanjutnya Komisi III DPR RI melakukan Rapat Internal pada tanggal 28 Agustus 2024 dan berdasarkan pendapat serta pandangan dari 9 (sembilan) fraksi yang ada di Komisi III DPR RI, menyepakati untuk tidak menyetujui seluruhnya Calon Hakim Agung dan Hakim Agung Ad Hoc HAM pada Mahkamah Agung Tahun 2024 yang diajukan oleh Komisi Yudisial Republik Indonesia,” kata Pangeran dalam laporannya.
Adapun 2 hakim yang ditolak itu adalah Hari Sih Advianto dan Tri Hidayat Wahyudi. Keduanya dinilai tidak memenuhi syarat berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim termasuk 3 tahun menjadi hakim tinggi.
ADVERTISEMENT
Hari Sih Advianto baru menjabat sebagai hakim selama 8 tahun, sedangkan Tri Hidayat Wahyudi baru 14 tahun.
Setelah seluruh laporan dibacakan, Ketua DPR RI Puan Maharani pun menerima laporan itu. Ia kemudian mengembalikan keputusan kepada forum.
“Sekarang kami menanyakan kepada sidang dewan yang terhormat apakah laporan Komisi III DPR RI yang memutuskan tidak menyetujui seluruh calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc HAM pada Mahkamah Agung tahun 2024 tersebut dapat disetujui untuk ditetapkan?” tanya puan kepada seluruh anggota.
Ketua DPR RI Puan Maharani memimpin sidang paripurna DPR RI, Selasa (10/9/2024). Foto: Youtube/TVR PARLEMEN
"Setuju" jawab anggota DPR yang hadir.
Setelah itu Puan mengetok palu satu kali tanda pengambilan keputusan.
Berikut adalah daftar 12 calon hakim agung dan hakim ad hoc yang ditolak oleh DPR.
I. Kamar Pidana
ADVERTISEMENT
II. Kamar Perdata
III. Kamar Agama
IV. Kamar Tata Usaha Negara
V. Kamar Tata Usaha Negara (Khusus Pajak)
Calon hakim ad hoc HAM di MA
ADVERTISEMENT

Klarifikasi Komisi Yudisial

Ketua DPR Puan Maharani (kiri) menyerahkan laporan kinerja DPR kepada Ketua Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai (kanan) dalam rapat paripurna memperingati HUT ke-78 DPR RI di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/8/2023). Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
Komisi Yudisial telah memberikan klarifikasi secara tertulis kepada DPR soal keterangan tambahan untuk melengkapi usulan calon hakim agung dan calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) Tahun 2024. Surat yang ditandatangani Ketua KY Amzulian Rifai pada Rabu, 4 September 2024 itu menjelaskan bahwa proses seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait.
Anggota KY Sukma Violetta memberikan penjelasan terkait perbedaan jalur karier dan jalur nonkarier dalam seleksi calon hakim agung, serta calon hakim ad hoc di MA. Menurutnya, masing masing mempunyai persyaratan yang berbeda, sesuai peraturan perundangan.
KY telah mengusulkan 12 nama untuk mendapatkan persetujuan itu dengan komposisi 3 CHA kamar Pidana, 1 CHA kamar Perdata, 1 CHA kamar Agama, 1 CHA kamar Tata Usaha Negara, 3 CHA kamar Tata Usaha Negara khusus Pajak, dan 3 calon hakim ad hoc HAM di MA.
ADVERTISEMENT
Pada kesempatan itu, Sukma mengklarifikasi soal persyaratan calon hakim agung dari jalur karier. Menurutnya, hakim agung dari jalur karier harus berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim, termasuk pernah menjadi hakim tinggi.
"Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 53/PUU-XIV/2016, bahwa hakim karier tidak perlu 3 tahun hakim tinggi, tetapi pernah menjadi hakim tinggi," ujar Sukma.
Wakil Ketua KY Sukma Violetta memberikan keterangan saat konferensi pers akhir tahun di Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Terkait persepsi DPR bahwa dua calon hakim agung dua calon Hakim Agung kamar Tata Usaha Negara khusus pajak dianggap tidak memenuhi syarat administrasi, yaitu berpengalaman menjadi hakim selama 20 tahun, Anggota KY Binziad Kadafi berargumen bahwa KY telah melaksanakan seleksi sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Menurut Kadafi, sesuai Putusan MK No. 6/PUU/XIV/2016 bahwa status hakim Pengadilan Pajak adalah sejajar dengan hakim di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Pengadilan Tinggi Agama. Kemudian status hakim Pengadilan Pajak semakin dipertegas oleh Putusan MK Nomor 26/PUU-XXI/2023 yang memandatkan penyatuan atap Pengadilan Pajak untuk dibina sepenuhnya oleh MA.
ADVERTISEMENT
KY menyebut bahwa hingga saat ini, tidak ada hakim di Pengadilan Pajak yang memenuhi pengalaman menjadi hakim paling sedikit 20 tahun. Bahkan, lanjut Kadafi, hingga 7 tahun ke depan, tidak ada hakim Pengadilan Pajak yang memenuhi persyaratan menjadi hakim selama 20 tahun.
"Menurut data KY, hakim paling senior di Pengadilan Pajak baru berpengalaman 13 tahun sebagai hakim. Hal tersebut disebabkan Pengadilan Pajak yang baru berdiri pada April 2002. Terlebih lagi, syarat untuk diangkat menjadi hakim Pengadilan Pajak ditentukan berumur paling rendah 45 tahun. Syarat ini bahkan jauh lebih tinggi dari syarat untuk diangkat sebagai hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yaitu berusia paling rendah 25 tahun," lanjut Kadafi.
KY juga menyoroti beban perkara pajak yang cukup tinggi. Pada tahun 2023, dari 7.979 perkara di Kamar TUN MA, 88,65% di antaranya adalah perkara PK Pajak. Sementara hakim agung kamar TUN yang ada berjumlah tujuh orang, dan hanya satu orang di antaranya yang memiliki spesifikasi keahlian di bidang pajak.
ADVERTISEMENT
"Masing-masing hakim agung di Kamar TUN MA menanggung beban perkara sebesar 3.420 perkara per tahun, sehingga hal ini menjadi beban kerja tertinggi dibanding hakim agung di kamar lainnya di MA," ungkap Kadafi.
Kabid Waskim dan Investigasi KY RI, Joko Sasmito di Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. Foto: Dok. Istimewa
Anggota KY Joko Sasmito juga mengungkap bahwa diskresi serupa pernah dikonsultasikan Anggota KY periode 2005-2010 kepada DPR ketika melakukan seleksi hakim agung Kamar Militer. Saat itu, hakim Pengadilan Militer belum ada yang memenuhi syarat 20 tahun menjadi hakim, dikarenakan hakim Pengadilan Militer mempunyai sistem pembinaan tersendiri.
"Hasilnya, dari 4 orang hakim agung Kamar Militer yang saat ini menjabat di MA, masa jabatannya saat diangkat sebagai hakim agung berkisar antara 8 sampai dengan 18 tahun," ujar Joko
Anggota KY dan juru bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata meyakini bahwa kedua lembaga bisa bersepakat mengambil jalan tengah terbaik agar terpenuhinya hak-hak masyarakat pencari keadilan.
ADVERTISEMENT
"KY sudah melakukan seleksi dengan standard kualitas dan integritas yang dapat dipertanggungjawabkan. Harapan kami tentunya DPR dapat mempertimbangkan kembali agar semua calon yang diajukan oleh KY dapat disetujui," pungkas Mukti Fajar.