Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Duterte Bantah Terlibat Pencabutan Izin Media Rappler
16 Januari 2018 15:00 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
ADVERTISEMENT
Presiden Filipina Rodrigo Duterte lepas tangan atas pencabutan izin media Rappler. Duterte mengaku tidak terlibat dalam keputusan Komisi Saham dan Sekuritas Filipina (SEC) mencabut izin operasional Rappler.
ADVERTISEMENT
Hal ini disampaikan juru bicara kepresidenan Harry Roque pada Selasa (16/1). Roque mengatakan, Duterte bahkan bertanya kepada dirinya mengapa banyak orang yang menuding dia berada di balik pencabutan izin Rappler.
"Dia [Duterte] tidak suka Rappler mengatakan bahwa ini adalah hasil ketidaksukaan presiden terhadap Rappler. Tentu saja tidak, dia tidak ada hubungannya dengan keputusan ini," kata Roque.
"Dia bahkan tidak tahu ada keputusan ini," lanjut dia.
SEC mencabut sertifikat izin operasi Rappler dan Rappler Holding Corp karena dianggap melanggar konstitusi. Media yang didirikan pada 2011 tersebut dalam surat SEC tertanggal 11 Januari dan dipublikasi Senin (15/1) dianggap mengandung kepemilikan asing, yaitu Amerika Serikat.
Keputusan SEC belum mengikat. Rappler memiliki waktu 15 hari untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut.
Dalam keterangan di situsnya, Rappler mengatakan keputusan itu adalah satu lagi serangan terhadap mereka dari pemerintah Duterte. "Ini adalah murni pelecehan, dari pembunuhan perlahan hingga serangan keji dan tanpa ampun terhadap kami sejak 2016," kata Rappler.
ADVERTISEMENT
Hubungan antara Rappler dengan pemerintah Duterte memang tidak harmonis. Media ini kerap memberitakan kritik terhadap upaya pemberantasan narkoba Duterte yang menewaskan sekitar 4.000 orang.
Duterte melayangkan ancaman langsung kepada Rappler dalam pidatonya pada Juli tahun lalu. Saat itu Duterte mengancam akan menyelidiki kepemilikan Rappler yang menurut dia terdapat tangan Amerika di dalamnya.
Roque sekali lagi membantah Duterte andil dalam penutupan Rappler tersebut. Dia mengatakan, jika saja mau Duterte mau, dia bisa menurunkan tentara untuk memberangus Rappler, bukan melalui SEC.
"Jika Presiden ingin melakukan itu, dia bisa saja mengirim Angkatan Bersenjata ke kantor mereka dan menguncinya. Tapi Presiden tidak akan melakukan itu," kata Roque.
Duterte memang belum pernah memberangus media seperti halnya pemerintahan Ferdinand Marcos. Namun dia beberapa kali mengancam media-media Filipina yang mengkritik kebijakannya.
ADVERTISEMENT
Maret tahun lalu, Duterte menyebut koran Philippine Daily Inquirer dan stasiun televisi ABS-CBN "anak-anak sundal". Duterte mengatakan media-media itu akan menerima karma karena pemberitaan miring soal kebijakannya.
"Saya tidak mengancam, tapi suatu saat karma akan menimpa mereka. Mereka tidak tahu malu, para jurnalis anak-anak sundal itu," kata Duterte ketika itu.