Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Duterte Larang Jurnalis Rappler Masuk ke Istana Presiden Filipina
21 Februari 2018 11:32 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
ADVERTISEMENT
Presiden Filipina Rodrigo Duterte memerintahkan pelarangan terhadap dua orang jurnalis dari media lokal Filipina, Rappler , masuk dan meliput di istana kepresidenan Malacanang. Keputusan itu mendapat kecaman dari aliansi jurnalis setempat.
ADVERTISEMENT
Rappler dalam laporannya menyebut, Duterte telah memerintahkan Paspampres melarang CEO mereka, Maria Ressa dan reporter yang biasa meliput di istana Pia Ranada, masuk ke Malacanang.
Dari keterangan resmi Rappler, keputusan Duterte melarang medianya meliput di istana karena mereka membuat artikel mereka mengenai salah seorang senator kepercayaan sang Presiden, Christpher Go.
Artikel yang ditulis Rappler itu bercerita mengenai keterlibatan Go dalam sebuah kontrak militer dengan pihak lain. Kontrak tersebut dinilai bermasalah oleh Senat Filipina.
Terkait perintah pelarangan, juru bicara Duterte, Harry Roque, angkat bicara. Dia menyebut, Ranada hanya diizinkan untuk meliput konferensi pers harian mengenai kegiatan kepresidenan di gedung yang berada di sebelah istana.
Langkah ini diambil karena pemerintah telah mengajukan gugatan pembubaran Rappler yang sudah disidangkan di pengadilan. Dia menjelaskan, jurnalis di media tersebut masih diizinkan meliput dan melakukan kegiatan jurnalistik hingga keputusan pengadilan keluar.
ADVERTISEMENT
Roque menegaskan, bukan tanpa sebab Duterte mengambil keputusan tersebut. Presiden melihat beberapa artikel Rappler berbentuk pendapat pribadi telah dimodifikasi sehingga terlihat seperti fakta.
"Rappler telah melakukan editorialisasi," sebut Roque, seperti dikutip dari Al Jazeera, Rabu (21/2).
Keputusan Duterte dikecam Aliansi Persatuan Jurnalis Filipina (NUJP). Organisasi itu menyatakan, apa yang dilakukan orang nomor satu tersebut seperti memperlihatkan sisi jahat yang tidak akan baik bagi masa depan demokrasi Filipina.
"Peperangan yang dibawa Duterte sudah tidak lagi mengejutkan kami. Dia berlaku seperti anak kecil yang gemar marah-marah," sebut pernyataan resmi NUJP.
"Tindakan ini adalah ancaman untuk demokrasi kami," ujar NUJP.
Rappler dan Duterte dikenal kerap berseteru. Perselisihan mereka berujung dicabutnya izin operasi Rappler oleh Pemerintah Filipina.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Filipina mencabut izin operasi media Rappler dengan alasan melanggar aturan kepemilikan saham. Komisi Saham dan Sekuritas Filipina (SEC) menyatakan media Rappler mengandung kepemilikan asing. Berdasarkan peraturan Filipina, pihak asing dilarang memiliki saham di perusahaan media.
"Perusahaan ini didirikan tidak lain dengan tujuan menipu dan menelikung konstitusi," ujar pernyataan NEC yang dikutip dari AFP.