Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Eks dosen Institut Pertanian Bogor (IPB), Abdul Basith, didakwa terlibat dalam pembuatan bom molotov. Ia disebut menjadi salah satu orang yang ikut merencanakan adanya kericuhan saat aksi demonstrasi di depan Gedung MPR/DPR, Jakarta Pusat, 24 September 2019.
ADVERTISEMENT
"Yang melakukan atau yang turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, yang menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain," kata jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Yogi Budi, saat membacakan dakwaan di PN Jakpus, Rabu (22/1).
Abdul didakwa melakukan perbuatannya bersama-sama dokter Efi Afifah, Yudi Firdian, Okto Siswantoro, Abdal Hakim, Umar Syarif, Joko Kristianto, Ari Saksono, Hilda Winar dan Andriansyah.
Menurut jaksa, perkara berawal ketika Abdul ikut dalam pertemuan di rumah Mayjend TNI (Purn) Sunarko, Ciputat, Tangerang Selatan, 20 September 2019. Dalam pertemuan itu, Abdul mengajak Yudi Firdian alias Abu Faqih. Hadir juga dalam pertemuan itu, Laksda (Pum) Soni Santoso.
Di sana, Sunarko dan Soni memaparkan rencana pendomplengan demonstrasi mahasiswa agar terjadi kerusuhan.
ADVERTISEMENT
"Kemudian hasil kesepakatan pertemuan tersebut, bahwa akan menunggangi demonstrasi mahasiswa yang akan digelar tanggal 24 September 2019 supaya terjadi kerusuhan," kata jaksa.
Menurut jaksa, ide awal pembuatan bom berasal dari Yudi Firdian. Ide itu disampaikan kepada Abdul melalui pesan singkat, dan Abdul merestui pembuatan bom itu dengan istilah 'mainan'.
"Ide tersebut disampaikan kepada terdakwa, Abdul Basith, melalui pesan WhatsApp (WA). 'Pak Prof, bagaimana kalau saya buat mainan?'. Kemudian dijawab oleh terdakwa Abdul. 'Ya, sudah, buat saja, dananya minta dengan ke dr Efi'," kata jaksa menirukan ucapan Yudi kepada Abdul.
"Bahwa istilah mainan adalah istilah yang dipakai dalam pertemuan untuk menyebutkan bom," lanjut jaksa.
Setelah memberitahu Abdul, Yudi menghubungi rekan-rekannya untuk bertemu. Di sela-sela pertemuan itu, Yudi menghubungi dr Efi Afifah untuk meminta uang Rp 400 ribu untuk pembuatan bom, dan bekal relawan sebesar Rp 400 ribu. Efi kemudian memberikan uang tersebut via transfer.
ADVERTISEMENT
"Pesan itu yang berisi 'Bu dokter, saya perlu dana untuk membuat mainan bom molotov, sekaligus untuk bekal relawan saya di rumah'," kata jaksa meniru ucapan Yudi kepada Efi.
Menurut jaksa, uang itu kemudian direalisasikan untuk membuat 7 bom molotov. Setelah pembuatan bom, jaksa menyatakan, bom itu digunakan pada saat aksi demonstrasi pada 24 September. Yudi disebut ikut melemparkan bom itu ke arah kepolisian.
Pada 25 September, Yudi bersama rekannya, Okto Siswantoro dan teman-temannya yang lain, datang ke rumah Soni. Di rumah itu, Yudi diberi uang Rp 3 juta oleh Soni. Uang itu dipergunakan oleh Yudi dan rekan-rekannya.
Dalam sidang tersebut, Efi Afifah, Yudi Firdian, Okto Siswantoro, Abdal Hakim, Umar Syarif, Joko Kristianto, Ari Saksono, Hilda Winar dan Andriansyah, juga menjalani sidang dakwaan. Mereka didakwa terlibat dalam pembuatan bom tersebut .
ADVERTISEMENT
Perbuatan Abdul dkk dianggap melanggar Pasal 187 ke-2 atau ayat (1) bis KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP
Terkait dakwaan, mereka semua membantahnya. Pengacara Abdul Basith, Gufroni, meyakini kliennya hanya korban.
"Justru dalam kasus ini dia tidak terlibat dalam aksi peledakan atau pelemparan bom molotov. Dan tidak punya rencana tidak menyuruh orang untuk membuat bom molotov," katanya usai sidang.
"Seolah-olah dia izin, padahal dia hanya menyampaikan memberi tahu bahwa kami akan membuat mainan, kan begitu. Ya, mungkin Pak Basith posisinya tidak paham apa itu mainan. lalu dijawab, iya," lanjut Gufroni.