Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Eks Kakanwil DJP Jakarta Haniv Tak Ditahan Usai Diperiksa KPK
7 Maret 2025 14:35 WIB
·
waktu baca 5 menit
ADVERTISEMENT
Mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhammad Haniv, telah rampung diperiksa oleh KPK dalam kasus gratifikasi yang menjeratnya sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
Ia diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (7/3). Dalam pantauan di lokasi, Haniv selesai diperiksa penyidik sekitar pukul 13.16 WIB.
Usai diperiksa, Haniv yang mengenakan batik berwarna hijau dan menggunakan masker tak menyampaikan komentar atau tanggapan terkait pemeriksaannya kepada awak media. Setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh wartawan tak dijawab oleh Haniv.
Mulai dari pertanyaan terkait penetapan tersangka oleh KPK, uang yang diduga gratifikasi untuk fashion show anaknya, hingga kesiapan ditahan oleh penyidik.
Ia tampak hanya diam dan memberikan gesture mengatupkan kedua tangannya sembari berjalan keluar KPK.
Meski sudah berstatus tersangka, Haniv belum ditahan oleh KPK. Termasuk usai pemeriksaan hari ini.
Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menyebut bahwa pemeriksaan Haniv kali ini masih dalam rangka memperkuat alat bukti.
ADVERTISEMENT
"Masih pemeriksaan saksi dan memperkuat alat bukti," kata Tessa kepada wartawan, Jumat (7/3).
Adapun Haniv merupakan tersangka yang dijerat KPK sejak 12 Februari 2025. Ia ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi karena diduga menerima pemberian uang terkait dengan jabatannya.
Kata DJP soal Kasus Haniv
Terkait penetapan tersangka terhadap Haniv, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, menyebut bahwa Haniv tidak aktif bekerja di DJP sejak 18 Januari 2019.
Selepas itu, Haniv kemudian menjadi Widyaiswara Pajak dan resmi tidak aktif sebagai PNS sejak September 2022.
"Dapat kami sampaikan bahwa yang bersangkutan [Muhammad Haniv] menjadi Widyaiswara Pajak sejak Januari 2019 dan resmi tidak aktif sebagai PNS sejak September 2022," ujar Dwi Astuti saat dikonfirmasi, Kamis (6/3) kemarin.
ADVERTISEMENT
Dwi menyebut bahwa penetapan tersangka KPK terhadap Haniv merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing 3 Yul Dirga pada 2020 lalu.
Ia menekankan bahwa DJP menghormati proses hukum yang tengah dilakukan oleh lembaga antirasuah.
"DJP menghormati proses hukum yang berlaku serta berkomitmen mendukung pemberantasan tipikor melalui peningkatan integritas pegawai serta penguatan sistem pengawasan internal," tutur dia.
Kasus Haniv
Adapun perbuatan Haniv hingga berujung ditetapkan sebagai tersangka berawal saat 'membantu' mencari sponsor sebagai keperluan fashion show anaknya bernama Feby Paramita.
Feby disebut memiliki usaha fashion brand untuk pakaian pria bernama FH Pour Homme by Feby Haniv yang berlokasi di Victoria Residence, Karawaci.
Untuk 'membantu' bisnis dan usaha sang anak, Haniv justru tersandung kasus di lembaga antirasuah. Ia disebut menerima uang yang diduga sebagai gratifikasi lewat sponsorship fashion show tersebut sebesar Rp 804 juta.
ADVERTISEMENT
Modus yang dilakukan Haniv yakni dengan mengirimkan surat elektronik atau e-mail kepada Yul Dirga selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing 3 pada 5 Desember 2016.
Lewat e-mail itu, Haniv menyelipkan permintaan untuk dicarikan sponsorship fashion show FH Pour Homme by Feby Haniv yang akan dilaksanakan tanggal 13 Desember 2016.
Dalam e-mail tersebut, juga terlampir permintaan uang sejumlah Rp 150 juta beserta nomor rekening sang anaknya. Setelah pengiriman e-mail itu, uang kemudian terus mengalir ke rekening Feby.
Sumber penerimaan uang yang diduga gratifikasi tersebut beragam. Pertama, uang yang diidentifikasi dari wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus maupun dari pegawai KPP Penanaman Modal Asing 3, diterima sebesar Rp 300 juta.
ADVERTISEMENT
Kedua, uang diterima di rekening sang anak, yang berasal dari perusahaan ataupun perorangan yang menjadi wajib pajak dari Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus. Kali ini, uang yang masuk adalah sebesar Rp 387 juta.
Terakhir, uang yang berasal dari perusahaan ataupun perorangan yang bukan wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus, diterima sebesar Rp 417 juta.
Dengan penerimaan tersebut, total uang diduga gratifikasi yang diterima sebagai sponsor fashion show sang anak adalah Rp 804 juta.
"Bahwa seluruh penerimaan gratifikasi berupa sponsorship pelaksanaan fashion show FH Pour Homme by Feby Haniv adalah sebesar Rp804.000.000 (Rp 804 juta)," ucap Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/2) lalu.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, lanjut Asep, perusahaan-perusahaan yang memberikan uang sponsorship itu menyatakan tak mendapatkan keuntungan atas pemberian uang untuk kegiatan fashion show tersebut atau tidak mendapat eksposur maupun keuntungan lainnya.
Selain uang gratifikasi yang diterima lewat sang anak, KPK menyebut bahwa pada periode 2014–2022, Muhamad Haniv diduga beberapa kali menerima sejumlah uang dalam bentuk valas dolar Amerika dari beberapa pihak terkait.
Uang tersebut diterima melalui orang bernama Budi Satria Atmadi. Selanjutnya, Budi kemudian melakukan penempatan deposito pada BPR menggunakan nama pihak lain dengan jumlah yang sudah diketahui sebesar Rp 10.347.010.000 (Rp 10,3 miliar).
Pada akhirnya, ia melakukan pencairan seluruh deposito ke rekening Haniv sejumlah Rp 14.088.834.634 (Rp 14,08 miliar).
Tak sampai di situ, pada tahun 2013–2018, Haniv kemudian melakukan transaksi keuangan pada rekening-rekening miliknya melalui Perusahaan Valuta Asing dan pihak-pihak yang bekerja pada Perusahaan Valuta Asing secara keseluruhan sejumlah Rp 6.665.006.000 (Rp 6,6 miliar).
ADVERTISEMENT
"Bahwa Muhammad Haniv telah diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi untuk fashion show Rp 804.000.000, penerimaan lain dalam bentuk valas Rp 6.665.006.000, dan penempatan pada deposito BPR Rp 14.088.834.634 sehingga total penerimaan sekurang-kurangnya Rp 21.560.840.634 (Rp 21,5 miliar)," pungkas Asep.
Atas perbuatannya, lembaga antirasuah kemudian menetapkan Haniv sebagai tersangka gratifikasi karena diduga menerima pemberian uang yang dianggap sebagai suap dan berlawanan dengan jabatannya.
Akibat perbuatannya, Haniv disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Haniv maupun anaknya belum berkomentar mengenai sangkaan KPK tersebut. Saat ini, Haniv belum ditahan penyidik KPK meski sudah ditetapkan sebagai tersangka.