Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Etika Mengenakan Suntiang Sesuai Budaya Minang
12 April 2018 14:43 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
ADVERTISEMENT
Pemakaian suntiang Minang mendadak menjadi bahan pembicaraan publik setelah pagelaran busana tunggal '29 Tahun Anne Avantie Berkarya'. Pasalnya Anne Avantie dianggap menyalahi falsafah Minang yang memadukan kebaya modern terbuka dengan suntiang.
ADVERTISEMENT
kumparan (kumparan.com ) kemudian mengunjungi salah satu sanggar pelaminan di Jakarta, untuk menggali informasi seputar pemakaian suntiang dan pakaian kurung adat Minang.
Tak hanya menggali informasi seputar suntiang dan pakaian kurung adat Minang saja, kumparan juga berkesempatan untuk menjajal langsung pakaian kurung, yang biasa dipadukan dengan suntiang.
Sanggar Pelaminan Minang Buchyar namanya. Sanggar pelaminan yang beralamat di Jalan Nusa Indah VII Gang 4 Malaka Jaya, Jakarta Timur itu didirikan oleh Buchyar.
Pria berusia 88 tahun itu sudah mendirikan sanggar pelaminan Minang selama 65 tahun atau sejak 1953 silam. Semua baju adat Minang Buchyar jahit sendiri lewat jari-jemarinya. Karya-karyanya itu bahkan sudah pernah dikenakan oleh para pejabat hingga menteri.
ADVERTISEMENT
Salah satunya dikenakan oleh istri mantan Wakil Ketua MPR RI, Oesman Sapta Odang , pada acara HUT RI, Agustus 2017 lalu di Istana Merdeka.
Di usia yang sudah tak muda lagi, ia tetap semangat merawat koleksi-koleksi baju adat miliknya, yang tersusun rapi di lemari.
Di kediaman Buchyar, kumparan juga berkesempatan menjajal suntiang mini serta baju kurung khas daerah Koto Gadang, Minang, Sumatera Barat.
Ayah dua anak itu juga menjelaskan mengenai perbedaan suntiang zaman dulu dan sekarang yang kini sudah banyak dimodifikasi. Modifikasi suntiang bertujuan agar lebih praktis dan meringankan berat beban suntiang yang umumnya memiliki berat tiga sampai lima kilogram.
"Kini orang-orang tidak memakaikan suntiang seperti saya yang disusun satu per satu. Maksud saya sekarang langsung asal jadi, asal diletakkan di kepala. Kalau saya sendiri bagaimana cara hiasannya bagus harus tepat di kepala, harus tepat di pengantin dan dilihat bagus," tutur Buchyar.
ADVERTISEMENT
“Orang-orang tidak mau kalau yang pasang suntiang bukan saya. Mereka maunya saya saja yang pasangkan di kepala,” sambungnya.
Baginya,memasang suntiang Minang di kepala haruslah menyesuaikan dengan ukuran tubuh, tidak terlalu beras ataupun kecil. Tak hanya itu, berat suntiangnya pun harus mengikuti ukuran tubuh agar tidak terlalu memberatkan kepala si mempelai wanita. Sehingga suntiang tidak miring ke samping, ke depan, maupun ke belakang.
"Saya melihat suntiang sekarang itu sebagaimana jadi oleh pengusaha dan bisa laku. Jadi dibuat seenaknya sendiri agar bisa dibeli orang. Bagi saya bagaimana di kepala tidak itu miring pokoknya bagus dipandang," ungkapnya.
Berbagai koleksi baju adat Minang beserta aksesoris lengkap dimiliki Buchyar. Setiap penyewaan pelaminan Minang, Buchyar mematok harga mulai dari Rp 30 juta - Rp 50 juta.
ADVERTISEMENT