Fadli Zon: Kurator Sebut Lukisan Temanya Tak Pas, Motif Politik hingga Telanjang

20 Desember 2024 23:09 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, dan Wamen Kebudayaan, Giring Ganesha, di Sarinah, Jakarta Pusat, Jumat (20/12). Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, dan Wamen Kebudayaan, Giring Ganesha, di Sarinah, Jakarta Pusat, Jumat (20/12). Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, mengaku sudah berkomunikasi dengan kurator, Suwarno Wisetrotomo, terkait dengan pembatalan pembukaan pameran lukisan tunggal Yos Suprapto di Galeri Nasional, Jakarta.
ADVERTISEMENT
Dari hasil komunikasinya dengan Suwarno, Fadli Zon mengatakan, pembatalan dilakukan karena Suwarno menilai adanya ketidaksesuaian tema.
Suwarno sudah mencoba berdiskusi dengan Yos terkait ketidaksesuaian tema itu tapi tak menemukan titik temu. Yos akhirnya memasang sendiri beberapa lukisan tanpa persetujuan Suwarno hingga berujung pada pembatalan kegiatan.
"Ada beberapa lukisan yang tidak sesuai dengan tema, bahkan kurator itu sudah mendiskusikan itu dan tidak sependapat," kata Fadli Zon di Museum Nasional, Jakarta Pusat, pada Jumat (20/12).
Lukisan Yos Suprapto yang sedianya dipamerkan di Galeri Nasional. Foto: X/ @okkymadasari
Alih-alih bertemakan Kedaulatan Pangan, menurut Fadli Zon, lukisan yang ditampilkan oleh Yos malah bertema politik. Terdapat unsur yang dinilai berisi makian, vulgar, dan mengandung unsur SARA.
"Ada juga yang telanjang, nah itu juga tidak pantas. Sedang bersetubuh, kira-kira begitu telanjang dengan memakai topi yang mempunyai identitas atau afinitas budaya tertentu seperti topi Jawa, atau Raja Jawa atau Raja Mataram, nah itu kan bisa membuat ketersinggungan orang," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Fadli Zon menekankan bahwa pemerintah mendukung kebebasan berekspresi. Namun demikian, kebebasan berekspresi itu jangan sampai berbenturan dengan kebebasan orang lain.
"Dan tidak ada bredel, tidak ada bredel, itu kurator yang menentukan," kata dia.
Yos seharusnya membuka pameran lukisan tunggal bertajuk "Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan" di Galeri Nasional, Jakarta, pada Kamis (19/12) malam.
Namun secara tiba-tiba pihak Galeri Nasional mengunci pintu lokasi pameran. Para pengunjung yang hadir di pembukaan dilarang menyaksikan pameran.
Menurut Yos, sebelum pameran dibuka, kurator yang ditunjuk Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo, meminta lima di antara 30 lukisan, diturunkan. Yos menolak.
Lima lukisan itu bernada kritik sosial. Banyak kalangan menyebut lukisan itu mirip wajah Jokowi. Di antara lukisan itu memperlihatkan seseorang berdandan seperti raja dengan kedua kakinya menginjak beberapa orang sedangkan pasukan bersenjata berseragam cokelat dan hijau ada di belakangnya.
Yos Suprato dan lukisan karyanya untuk pameran tunggal bertajuk "Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan". Foto: Dok. Istimewa
Kata Yos
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Yos mengawali ceritanya dengan pameran yang diundur dari tanggal 3 Desember 2024 menjadi tanggal 19 Desember 2024 (Kamis malam kemarin). Ternyata, itu pun "diundur" lagi.
"Saya mencurigai, oleh karena itu saya hubungi orang-orang seperti Erros Djarot yang dekat dengan kekuasaan. Mas Erros sudah lihat sendiri, dan enggak ada apa-apanya," kata Yos kepada wartawan, Jumat (20/12).
Yos menjelaskan bahwa lukisan-lukisannya adalah sebuah cerita kronologis yang bila dipotong di tengah, maka menurutnya akan menihilkan isinya.
"Terus masak hanya kulitnya saja yang disuguhkan? Kan, kasihan banget orang yang datang ke sini," ujar pelukis senior kelahiran Surabaya ini.
Yos menceritakan salah satu lukisan yang diberedel itu. "Ini ceritanya tentang sejarah terjadinya kehilangan kedaulatan pangan kita," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Yos melanjutkan, "Nah itu saya akhiri dengan lukisan yang menggambarkan penguasa, kekuasaan. Kedaulatan pangan tanpa kekuasaan itu omong kosong."
"Jadi itu gambar tentang bagaimana kekuasaan itu memperlakukan rakyat kecil. Segala sesuatu yang menanggung adalah rakyat kecil. Di bawah kaki sang penguasa itu adalah rakyat kecil. Itu lukisan itu. Tapi diinterpretasikan oleh sang kurator itu sebagai sesuatu yang vulgar," kata Yos.