Fakta-fakta KPK Tangkap Pegawai Pajak di Sulsel

12 November 2021 8:11 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK menangkap seorang pegawai pajak di Sulawesi Selatan (Sulsel). Pegawai tersebut ditangkap terkait pengembangan kasus pengaturan pajak yang menjerat mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak Angin Prayitno Aji, sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
"Benar, informasi yang kami peroleh Rabu, tim penyidik KPK menangkap 1 orang pegawai pajak terkait pengembangan perkara dugaan korupsi perpajakan dengan terdakwa Angin Prayitno A," kata Plt juru bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (11/11).
Ali menyebut pegawai pajak itu tidak kooperatif selama proses penyidikan kasus. Sehingga penyidik memutuskan untuk menangkapnya.
Belum diketahui konstruksi perkara yang menjerat pegawai pajak itu. Termasuk apa proses tidak kooperatif yang diduga dilakukannya.

Wawan Tak Kooperatif

Penangkapan ini dilakukan karena pegawai tersebut dinilai tak kooperatif dalam proses penyidikan suatu kasus.
Plt juru bicara KPK Ali Fikri menuturkan, penangkapan tersebut dilakukan pada Rabu (10/11) oleh tim penyidik KPK. Pegawai tersebut ditangkap terkait dengan pengembangan kasus dugaan korupsi pengaturan pajak yang menjerat mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak Angin Prayitno Aji.
ADVERTISEMENT
"Yang bersangkutan kami nilai tidak kooperatif selama proses penyelesaian penyidikan perkara yang saat ini sedang KPK lakukan," kata Ali.
Kepala KPP Pratama Bantaeng Sulawesi Selatan Wawan Ridwan dikawal petugas KPK untuk menjalani pemeriksaan usai dilakukan penangkapan, di Gedung KPK, Kamis (11/11/2021). Foto: Aprilio Akbar/ANTARA FOTO

KPK Jerat 2 Tersangka Baru Kasus Pengurusan Pajak

KPK menetapkan dua orang pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai tersangka baru terkait dengan kasus pengurusan pajak.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, penetapan keduanya sebagai tersangka merupakan pengembangan dari perkara penyidikan dugaan korupsi suap yang menjerat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak, Angin Prayitno Aji, sebagai tersangka.
"KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke Penyidikan pada sekitar awal November 2021," kata Ghufron dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (11/11).
Mereka yang dijerat adalah mantan Wawan Ridwan selaku Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada DJP. Dia saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi Dan Penilaian Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat Dan Tenggara.
ADVERTISEMENT
Lalu Alfred Simanjuntak selaku mantan Ketua Tim Pemeriksa pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada DJP. Dia saat ini menjabat Fungsional Pemeriksa Pajak pada Kanwil DJP Jawa Barat II.
Kasus ini diduga terkait pengurusan pajak sejumlah perusahaan. KPK sudah mengidentifikasi 3 perusahaan di antaranya.
Wajib pajak itu adalah PT Gunung Madu Plantations (PT GMP) yang pemeriksaannya untuk tahun pajak 2016; Bank PAN Indonesia (PANIN) untuk tahun pajak 2016, dan PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.
Diduga, Wawan dan Alfred terlibat dalam pengurusan pajak ketiga perusahaan itu. Mereka diduga bergerak atas perintah dan arahan khusus dari Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani selaku Kepala Subdirektorat Kerja sama dan Dukungan Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pajak.
ADVERTISEMENT
"Dalam proses pemeriksaan 3 wajib pajak tersebut, diduga ada kesepakatan pemberian sejumlah uang agar nilai penghitungan pajak tidak sebagaimana mestinya dan tentunya memenuhi keinginan dari para wajib pajak dimaksud," kata Ghufron.
Diduga, hasil pemeriksaan pajak terhadap tiga wajib pajak itu kemudian diatur sedemikian rupa. Sebagai imbalannya, Wawan dan Alfred diduga telah menerima uang yang selanjutnya diteruskan kepada Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani.
Berikut rinciannya:
"Dari total penerimaan tersebut, Tersangka WR (Wawan) diduga menerima jatah pembagian sejumlah sekitar sebesar SGD 625.000," kata Ghufron.
ADVERTISEMENT
"Selain itu, diduga Tersangka WR juga menerima adanya pemberian sejumlah uang dari beberapa wajib pajak lain yang diduga sebagai gratifikasi yang jumlah uangnya hingga saat ini masih terus didalami," sambung dia.
Atas perbuatannya, Wawan dijerat dengan pasal suap dan gratifikasi. Dia pun langsung ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur usai sebelumnya ditangkap di Sulsel. Sementara KPK belum merinci pasal yang dijeratkan kepada Alfred. Namun diduga juga dijerat dengan pasal suap.
Ilustrasi kasus KPK Foto: Basith Subastian/kumparan

KPK Duga Pegawai Pajak, Wawan Ridwan, Terima Suap dan Gratifikasi

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut kedua tersangka itu diduga menerima suap miliaran rupiah dari hasil pengaturan jumlah pajak yang harus dibayarkan 3 perusahaan wajib pajak pada tahun tertentu. Pengaturan agar nilai pajak yang dibayarkan sesuai dengan keinginan perusahaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Wajib pajak itu adalah PT Gunung Madu Plantations (PT GMP) yang pemeriksaannya untuk tahun pajak 2016; Bank PAN Indonesia (PANIN) untuk tahun pajak 2016, dan PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.
Dari pengaturan itu, total lebih dari Rp 57 miliar diterima oleh Angin Prayitno, Dadan Ramdani selaku Kepala Subdirektorat Kerja sama dan Dukungan Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pajak, Wawan dan Alfred.
Khusus untuk Wawan, Ghufron merinci bahwa bagian yang dia terima sebesar SGD 625 ribu atau setara dengan Rp 6,62 miliar (kurs 1 SGD: Rp 10.600).
"Dari total penerimaan tersebut, tersangka WR (Wawan) diduga menerima jatah pembagian sejumlah sekitar sebesar SGD 625.000," kata Ghufron dalam keterangannya di Gedung KPK, Kamis (11/11).
ADVERTISEMENT
Selain menerima suap, Wawan juga diduga menerima gratifikasi dari sejumlah wajib pajak lainnya. Namun jumlah dan pemberinya masih belum dirinci oleh KPK.
Kepala KPP Pratama Bantaeng, Sulawesi Selatan, Wawan Ridwan, tiba di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/11). Foto: KPK

Rekam Jejak Wawan Ridwan

Kepala KPP Pratama Bantaeng, Wawan Ridwan, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengembangan kasus pengaturan pajak yang menjerat mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak Angin Prayitno Aji, sebagai tersangka.
Nama Wawan Ridwan sudah tak asing lagi di kasus Angin Prayitno Aji. Ia pernah dipanggil sebagai saksi pada 22 April 2021 dan 24 Mei 2021. Bahkan, namanya muncul dalam dakwaan Angin Prayitno terkait kasus pengaturan pajak. Ia disebut turut bersama-sama menerima suap.
Angin Prayitno didakwa menerima suap bersama dengan Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak Dadan Ramdani; Wawan Ridwan; Alfred Simanjuntak; Yulmanizar; dan Febrian selaku tim pemeriksa pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak 2018-2019.
ADVERTISEMENT
Sebelum menjadi Kepala KPP Pratama Bantaeng, Wawan Ridwan menjabat sebagai Pemeriksa Pajak Madya, Dit 2 periode 2014-2019.
Suap tersebut terkait dengan pengaturan pembayaran pajak tiga perusahaan besar yakni PT Gunung Madu Plantations (GMP); PT Bank PAN Indonesia Tbk (PANIN); dan PT Jhonlin Baratama (JB). Nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.
Nilai suap yang diterima oleh mereka berjumlah Rp 15 miliar dan SGD 4.000,000 atau setara Rp 42.147.012.000 (SGD 1 = Rp 10.536). Sehingga bila ditotalkan berjumlah Rp 57.147.012.000.

Kekayaan Wawan Ridwan

Dikutip dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan pada 24 Februari 2021, Wawan Ridwan tercatat memiliki harta kekayaan sebesar Rp 6,07 miliar.
Wawan melaporkan harta berupa tanah dan bangunan yang tersebar di Bekasi, Lebak, dan Bandung senilai Rp 4,76 miliar.
ADVERTISEMENT
Kemudian alat transportasi berupa sepeda motor Honda tahun 2019 dan mobil Honda tahun 2019 yang total nilainya Rp 523,5 juta. Harta bergerak lainnya Rp 619,4 juta.
Kas dan setara kas tercatat sebesar Rp 164,34 juta. Dikurangi utang Rp 2,89 juta, maka total harta kekayaan Wawan menjadi sebesar Rp 6,07 miliar.