Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
FBI Cari Dokumen Rahasia Terkait Senjata Nuklir saat Geledah Rumah Donald Trump
12 Agustus 2022 11:46 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sumber yang merahasiakan identitasnya menyibak laporan tersebut. Mereka tidak merinci informasi yang tengah dicari maupun kemungkinan keterlibatan senjata negara lain atau AS.
Para ahli dalam informasi rahasia meyakini bahwa penggerebekan tak biasa itu mencerminkan keprihatinan mendalam antara pejabat AS. Mereka menilik risiko dokumen yang ditemukan di rumah itu berpotensi jatuh ke tangan yang salah.
Materi tentang senjata nuklir merupakan isu yang sangat sensitif. Sehingga, hanya sedikit pejabat pemerintah yang mengetahuinya.
Memublikasikan detail senjata AS akan menyediakan gambaran bagi musuh. Akibatnya, mereka dapat membangun cara untuk melawan sistem tersebut. Sementara itu, negara-negara lain mungkin memandang pengungkapan rahasia nuklir sebagai ancaman.
Mantan Kepala Divisi Kontraintelijen Kementerian Kehakiman AS, David Laufman, menggarisbawahi pandangan serupa. Laufman mengawasi penyelidikan kebocoran informasi rahasia selama menjabat.
ADVERTISEMENT
Laufman mengatakan, jenis informasi rahasia semacam itu mendesak pihak berwenang untuk bergerak secepat mungkin dalam memulihkannya. Sebab, dokumen sensitif tersebut dapat menyebabkan kerusakan serius pada keamanan AS.
"Bila benar, itu akan menunjukkan bahwa materi yang berada secara tidak sah di Mar-a-Lago mungkin telah diklasifikasikan pada tingkat klasifikasi tertinggi," ujar Laufman, dikutip dari Washington Post, Jumat (11/8).
FBI menggeledah properti Trump di Negara Bagian Florida, yakni Mar-a-Lago. Trump menjadikannya sebagai rumah sejak meninggalkan Gedung Putih pada Januari 2021.
Penggerebekan itu merupakan bagian dari penyelidikan atas dugaan salah penanganan dokumen rahasia. Para agen mengambil sekitar puluhan kotak setelah membongkar brankas dan menerobos area penyimpanan yang digembok di rumah Trump.
Arsip Nasional AS (NARA) telah terlebih dahulu menyingkap dugaan itu pada Februari. Pihaknya meminta Trump mengembalikan materi yang dia bawa ke Mar-a-Lago dari Gedung Putih.
ADVERTISEMENT
NARA menemukan 15 kotak berisi dokumen terkait pada awal tahun ini. Dokumen-dokumen tersebut turut meliputi korespondensi dari mantan Presiden AS, Barack Obama.
Trump seharusnya menyerahkan dokumen itu menjelang akhir masa kepresidenannya. Kendati demikian, dia justru membawanya pulang usai kalah dalam pemilu. NARA lantas meminta penyelidikan menyeluruh oleh Kementerian Kehakiman AS.
Para mantan pejabat intelijen senior mengkonfirmasi tuduhan tersebut. Mereka menerangkan, informasi rahasia dan sensitif kerap mendapati salah penanganan selama masa pemerintahan Trump. Dokumen itu meliputi pengumpulan intelijen di Irak.
Seorang mantan pejabat mengatakan, informasi paling rahasia sering kali berakhir di tangan personel yang tidak berwenang. Informasi itu termasuk komunikasi elektronik yang disadap, seperti surel dan panggilan telepon dari para pemimpin asing.
Penggeledahan itu kemudian menyebabkan kehebohan politik di AS. Partai Republik dan Trump menuduh FBI bertindak atas kebencian bermotif politik. Mereka melayangkan kecaman di media sosial.
ADVERTISEMENT
Polisi Ohio bahkan terlibat dalam baku tembak dengan seorang pria bersenjata yang diduga mencoba menyerbu kantor FBI di Kota Cincinnati pada Kamis (11/8).
Pria itu dibunuh oleh polisi dalam bentrokan. Pejabat Ohio menolak mengungkap identitas pelaku maupun menjelaskan motifnya. Namun, seorang petugas penegak hukum mengidentifikasi dia sebagai Ricky Shiffer.
Para agen tengah menyelidiki hubungan Shiffer dengan kelompok-kelompok ekstremis, termasuk Proud Boys. Para pemimpin organisasi neo-fasis sayap kanan jauh itu dituduh membantu melancarkan serangan terhadap Gedung Capitol pada 6 Januari 2021.
Pendukung Trump menduduki gedung itu untuk membatalkan hasil pemilu pada 2020. Kongres AS kini juga menyelidiki keterlibatan Trump dalam memicu kekerasan tersebut.
Selama investigasi, tekanan publik semakin menyasar Jaksa Agung AS, Merrick Garland. Masyarakat memintanya menjelaskan tindakan Kementerian Kehakiman AS. Tetapi, Garland tetap menolak membahas investigasi yang sedang berlangsung.
ADVERTISEMENT
Garland menekankan, dia mengizinkan permintaan surat perintah penggeledahan. Setelahnya, Kementerian Kehakiman AS mengajukan mosi untuk membuka surat perintah penggeledahan.
Surat perintah itu mungkin mengungkapkan gambaran umum tentang jenis dokumen dan kejahatan terkait. Rinciannya mungkin terbatas bila materi tersebut mencakup informasi rahasia.
ADVERTISEMENT
Trump menolak membagikan surat perintah itu kepada publik. Pengacaranya dapat menanggapi pengajuan tersebut dengan keberatan. Mereka akan mengadakan pertemuan pada Jumat (12/8).
"Menegakkan supremasi hukum berarti menerapkan hukum secara merata tanpa rasa takut atau memihak," tegas Garland.
"Di bawah pengawasan saya, itulah tepatnya yang dilakukan Kementerian Kehakiman," imbuh dia.
Menanggapi pernyataan itu, Trump kembali mengecam penggerebekan melalui media sosial. Garland lantas merespons kritik terhadap FBI. Dia membela para agen sebagai patriot.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak akan diam saja ketika integritas mereka diserang secara tidak adil. Setiap hari, mereka melindungi rakyat Amerika dari kejahatan kekerasan, terorisme, dan ancaman lain terhadap keselamatan mereka sambil menjaga hak-hak sipil kita," jelas Garland.
"Mereka melakukannya dengan pengorbanan pribadi yang besar dan risiko bagi diri mereka sendiri. Saya merasa terhormat untuk bekerja bersama mereka," tambah dia.