Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Firli Bahuri Sebut Revisi UU Bikin KPK Kuat, Benarkah?
27 Desember 2021 21:12 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan bahwa lembaga yang dipimpinnya menjadi lebih kuat usai revisi UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 disahkan.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, hal tersebut terjadi lantaran KPK berubah menjadi rumpun eksekutif yang bekerja di bawah Presiden Jokowi.
"Pascarevisi UU KPK kami tambah kuat karena kami bekerja dalam sistem pemerintahan yang baik dalam membangun orkestra pemberantasan korupsi di bawah kepemimpinan Presiden," kata Firli dalam keterangannya, Senin (27/12).
Selain itu, ia juga mengeklaim bahwa KPK di bawah kepemimpinannya saat ini terus bekerja agar terciptanya sistem pemberantasan korupsi yang ideal dengan sekurang-kurangnya melalui 3 tahapan.
Yakni regulasi yang jelas; institusi yang terbuka, dan terakhir adalah komitmen seluruh pemimpin untuk menyatakan korupsi adalah musuh bersama.
Bahkan, Firli memastikan KPK tetap konsisten dan fokus dengan penerapan konsep Trisula Pemberantasan Korupsi. Yakni pendidikan antikorupsi; mengedepankan upaya pencegahan dan monitoring; dan penindakan.
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW ) bersama dengan Transparency International Indonesia dan Pukat UGM melakukan evaluasi 2 tahun KPK di bawah Pimpinan Firli Bahuri dkk. Disebutkan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK anjlok. Pada tahun 2021, KPK disebut hanya melakukan operasi senyap sebanyak 6 kali saja.
"Di tahun 2021, KPK hanya melakukan 6 tangkap tangan. Tentu ini anjlok atau tak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, 7 tangkap tangan," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers 'Evaluasi Dua Tahun Kinerja KPK dan Implikasinya Bagi Sektor SDA' secara daring, Senin (27/12).
Kurnia membandingkan dengan operasi senyap yang dilakukan di era pimpinan KPK sebelumnya. Pada 2016, kata dia, KPK melakukan OTT sebanyak 17 kali; 2017 sebanyak 19 kali; 2018 sebanyak 30 kali; dan 2019 sebanyak 21 kali.
ADVERTISEMENT
"Jadi ada penurunan yang drastis dari angka tangkapan tersebut," kata Kurnia.
Lalu bagaimana dengan penanganan kasus tindak pidana korupsi oleh KPK?
Revisi UU Nomor 19 Tahun 2019 mulai berlaku pada 17 Oktober 2019. Terhitung sudah 2 tahun lebih sampai saat ini.
Dikutip dari situs KPK, terjadi penurunan jumlah tersangka yang dijerat dari empat tahun terakhir. Pada tahun 2019, tercatat ada 154 orang yang dijerat. Lalu terus menurun menjadi 110 orang di tahun 2020, dan 71 orang di tahun 2021.
Dari sisi profesi tersangka, sepanjang 2 tahun semenjak revisi UU tersebut, tindak pidana korupsi secara berturut banyak dilakukan dari bidang swasta. 59 orang di 2019; 32 orang di 2020; dan 27 orang di 2021
ADVERTISEMENT
Pada 2021, swasta masih menjadi pihak yang paling banyak dijerat KPK. Profesi terbanyak kedua ialah Anggota DPR dan DPRD, sebanyak 13 orang.
Namun di sisi lain, Plt juru bicara KPK Ali Fikri menekankan kerja-kerja KPK bukan hanya terkait penindakan saja. Apalagi diukur hanya dengan operasi tangkap tangan (OTT).
"Sepanjang kemudian pemahaman kita semua pemberantasan korupsi fokus penindakan saya kira survei mana pun akan hasilkan hal yang sama, itu kemudian menjadi tugas dan tanggung jawab kami bagaimana kami sampaikan pemberantasan korupsi bukan hanya bicara penindakan apalagi dipersempit lagi bahwa KPK akan disebut gagal kalau tak lakukan OTT," ucap Ali.
Ali mengatakan, tidak tepat apabila mengukur kinerja KPK dengan cara penindakan saja. Sebab, ada fungsi-fungsi lainnya yang juga dilakukan oleh KPK.
ADVERTISEMENT
"Saya kira kacamata kita melihat KPK penindakan saja, saya kira tidak tepat karena sesungguhnya tadi pemberantasan korupsi upaya pencegahan, monitoring, koordinasi, supervisi, sampai penyidikan dan eksekusi putusan pengadilan, itu yang disebut pemberantasan korupsi. Jadi bukan hanya kemudian fokus pada penindakan saja," ucapnya.