Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Gazalba Beli Rumah di Jagakarsa Rp 5,8 M, Saksi Sebut Tak Pernah Ditempati
29 Juli 2024 21:12 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Hakim Agung Gazalba Saleh memiliki rumah mewah di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Rumah itu dibeli seharga Rp 5,8 miliar, namun disebut tak pernah ditinggali.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut diungkapkan oleh saksi Heny Batara Maya, seorang PNS di Badan Intelijen Negara (BIN) yang menjual rumah itu ke Gazalba, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/7).
Mulanya, Hakim Fahzal Hendri menanyakan kepada Heny soal yang terjadi setelah transaksi pembelian rumah dilakukan.
"Setelah jual beli itu dilaksanakan, apakah rumah itu langsung dikuasai? Artinya langsung ditempati?" tanya Fahzal.
"Waktu itu saya minta 'Pak boleh 2 minggu'. Jadi barang saya masih bertumpuk di situ. Nah setelah itu, kosong," kata Heny.
"Sudah ditempatin?" tanya Fahzal mempertegas.
"Kalau saya tidak tahu soal sudah ditempati atau tidak. Yang penting kami sudah dibayar," jawab Heny.
Heny menjelaskan, rumah pribadinya hanya berjarak satu kilometer dari rumah yang dibeli oleh Gazalba itu. Beberapa kali melintas, ia mengaku tak pernah melihat ada yang tinggal di rumah tersebut.
ADVERTISEMENT
"Setelah itu apakah ditempati atau tidak? Ibu kan tinggal di dekat situ juga?" cecar Fahzal.
"Menurut pengamatan saya, itu tidak pernah ditempati," ungkap Heny.
"Oh tidak pernah. Penguasaannya sudah berpindah. Dari keluarga ibu ke pak Gazalba. Kunci sudah diserahkan, tetapi tidak terlihat siapa yang menghuni rumah itu?" tanya Fahzal.
"Siap Yang Mulia," tutur Heny.
"Sampai sekarang?" tanya Fahzal.
"Sampai sekarang," kata Heny mengkonfirmasi.
Namun demikian, Heny menuturkan, rumah tersebut tetap terawat lantaran ada tukang kebun yang biasa membersihkan.
"Ada. Jadi sebelum... Jadi begini Yang Mulia, yang bersihkan semak belukar yang tadi disampaikan itu kerja sama saya. Jadi tahu lah. Jadi saya biasa mantau," tutur Heny.
Dakwaan Gazalba Saleh
Gazalba Saleh didakwa menerima gratifikasi terkait pengaturan vonis kasasi. Nilainya hingga ratusan juta rupiah. Dia juga didakwa melakukan pencucian uang.
ADVERTISEMENT
Pemberi gratifikasi adalah Jawahirul Fuad. Ia adalah pemilik usaha UD Logam Jaya yang terlibat kasus hukum pengelolaan limbah B3 tanpa izin. Ia menjadi tersangka dalam kasus itu.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jombang, Jawahirul Fuad dinyatakan bersalah dan dihukum 1 tahun penjara. Hukumannya diperkuat putusan banding Pengadilan Tinggi Surabaya.
Menghadapi kasasi, Jawahirul disebut kemudian mencari jalur pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Ia kemudian berkenalan dengan Ahmad Riyadh. Kemudian diketahui bahwa majelis kasasi diketuai Desnayeti dengan hakim anggota Yohanes Priyatna dan Gazalba Saleh.
Ahmad Riyadh kemudian yang menghubungkan Jawahirul Fuad dengan Hakim Agung Gazalba Saleh. Jawahirul diminta menyediakan uang Rp 500 juta.
Ahmad Riyadh bertemu Hakim Agung Gazalba Saleh pada 30 Juli 2022. Permintaan Jawahirul pun disampaikan.
ADVERTISEMENT
Atas penyampaian itu, Hakim Agung Gazalba Saleh kemudian meminta asistennya, Prasetio Nugroho, membuat resume perkara. Isinya, memberikan putusan untuk mengabulkan kasasi Jawahirul Fuad. Padahal, berkas perkara belum diterima Hakim Agung Gazalba Saleh.
Pada 6 September 2022, digelar musyawarah putusan. Hasilnya, kasasi dikabulkan, Jawahirul dinyatakan bebas atau dakwaan tidak terbukti.
Usai putusan, penyerahan uang dilakukan. Yakni pada September 2022 di Bandara Juanda. Ahmad Riyadh menyerahkan uang kepada Hakim Agung Gazalba Saleh sebesar SGD 18 ribu atau setara Rp 200 juta.
Ahmad Riyadh kemudian meminta tambahan uang kepada Jawahirul sebesar Rp 150 juta. Total uang yang diterima Ahmad Riyadh adalah 450 juta, sedangkan Hakim Agung Gazalba Saleh Rp 200 juta. Keduanya menerima total Rp 650 juta dari Jawahirul Fuad.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, Gazalba juga didakwa melakukan pencucian uang. Uang yang diduga dari hasil pidana diduga digunakan untuk sejumlah kepentingan pribadi.
Terkait pencucian uang itu, jaksa memaparkan bahwa Gazalba Saleh pernah menerima sejumlah gratifikasi. Nilai totalnya hingga Rp 46,4 miliar. Penerimaan uang itu kemudian menjadi pencucian uang.
Bentuk pencucian uang bermacam-macam. Mulai dari membeli mobil, tanah dan bangunan, hingga ‘ngebom’ KPR.