Gugat Hillary Clinton Tanpa Bukti, Donald Trump dan Pengacaranya Didenda Rp 14 M

21 Januari 2023 1:48 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Presiden AS Donald Trump berbicara dalam rapat umum menjelang pemilihan paruh waktu, di Mesa, Arizona, AS, Minggu (9/10/2022). Foto: Brian Snyder/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Presiden AS Donald Trump berbicara dalam rapat umum menjelang pemilihan paruh waktu, di Mesa, Arizona, AS, Minggu (9/10/2022). Foto: Brian Snyder/REUTERS
ADVERTISEMENT
Mantan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, dan pengacaranya, Alina Habba, dijatuhi sanksi sebesar USD 937.989 (Rp 14 miliar) karena gugatannya terhadap mantan Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, tidak terbukti. Sanksi ini diberikan oleh Hakim Distrik AS, John Middlebrooks, Kamis (19/1).
ADVERTISEMENT
Clinton digugat karena dituduh berusaha mencurangi pemilu dan membuat narasi palsu bahwa Trump bekerja sama dengan Rusia saat kampanye. Atas gugatan itu, Trump meminta ganti rugi sebesar USD 70 juta (Rp 1 triliun).
Dalam hasil pengadilan setebal 45 halaman, Middlebrooks menilai gugatan itu seharusnya tidak diajukan oleh Trump. Ia lalu menjatuhkan sanksi denda tersebut karena Trump dinilai menyalahgunakan pengadilan untuk kepentingan politiknya secara tidak jujur.
"Kekurangannya sebagai tuntutan hukum terbukti sejak awal. Tidak ada pengacara yang masuk akal yang akan mengajukannya," tulis Middlebrooks, dikutip dari AFP, Sabtu (21/1).
Gugatan Trump tersebut dibatalkan pada September 2022 oleh Hakim. Trump dan Habba sekarang harus membayar denda yang dijatuhkan untuk menutupi biaya dan ongkos hukum terdakwa.
ADVERTISEMENT
Politisi Partai Demokrat, Hillary Clinton berpidato pada rapat umum. Foto: AFP/Brendan Smialowski
Middlebrooks—yang diangkat oleh mantan Presiden AS, Bill Clinton, pada 1997—menyebut gugatan ini sebagai "manifesto politik".
Trump pernah mencalonkan diri kembali pada 2020, tetapi kalah dari politikus dari Partai Demokrat, Joe Biden. Kendati demikian, politikus dari Partai Republik tersebut berulang kali membuat klaim palsu yang menyalahkan kecurangan dalam pemungutan suara AS.
Trump yang berusaha untuk kembali ke Gedung Putih itu berpotensi akan bertanding ulang melawan Biden di Pemilu AS 2024.
Middlebrooks menggambarkan Trump sebagai "seorang penggugat yang produktif dan canggih yang berulang kali menggunakan pengadilan untuk membalas dendam pada musuh politik".
"Dia adalah dalang dari penyalahgunaan strategis proses peradilan, dan dia tidak dapat dilihat sebagai penggugat yang secara membabi buta mengikuti saran dari seorang pengacara. Dia tahu betul dampak dari tindakannya," tegas Middlebrooks.
ADVERTISEMENT