Hakim Agung Desnayeti: Sambo Tembak Kepala Yosua, Betul-betul Inginkan Kematian

28 Agustus 2023 13:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keluarga Brigadir Yosua menunjukkan foto kedekatan dengan Irjen Ferdy Sambo. Foto: Facebook/Rohani Simanjuntak
zoom-in-whitePerbesar
Keluarga Brigadir Yosua menunjukkan foto kedekatan dengan Irjen Ferdy Sambo. Foto: Facebook/Rohani Simanjuntak
ADVERTISEMENT
Dua Hakim Agung tetap menilai Ferdy Sambo layak dihukum pidana mati. Tidak perlu diubah menjadi hukuman penjara seumur hidup.
ADVERTISEMENT
Ferdy Sambo dihukum pidana mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang kemudian dikuatkan dengan putusan banding Pengadilan Tinggi DKI. Namun, hukuman itu diubah oleh Mahkamah Agung menjadi pidana penjara seumur hidup.
Putusan kasasi yang menganulir pidana mati itu diwarnai perbedaan pendapat dari dua hakim. Salah satunya Hakim Agung Desnayeti.
Hakim Agung Desnayeti menilai argumen Sambo dalam menembak Yosua karena emosi Putri Candrawathi dilecehkan tidak dapat dibenarkan. Sebagai Kadiv Propam yang merupakan Pejabat Utama Polri, Sambo dinilai seharusnya mengecek informasi mengenai pelecehan tersebut.
"Bukan hanya percaya begitu saja menerima laporan/cerita dari istri Terdakwa (Saksi Putri Candrawathi) secara sepihak," bunyi pertimbangan dissenting opinion Hakim Agung Desnayeti dikutip dari situs MA, Senin (28/8).
ADVERTISEMENT
Hakim Agung Desnayeti pun menilai Sambo betul-betul menginginkan Yosua mati. Sebab, Sambo ikut menembak ke arah kepala meski pada saat itu Yosua sedang dalam kondisi masih hidup.
"Terdakwa ikut menembakkan senjata ke arah Korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, setelah Saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu melakukan penembakan sebanyak 4 kali terhadap Korban Nofriansyah Yosua Hutabarat atas perintah Terdakwa," bunyi pertimbangan Hakim Agung Desnayeti.
"Perbuatan Terdakwa melakukan penembakan terhadap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat yang diarahkan ke kepala korban Nofriansyah Yosua Hutabarat menunjukkan sikap bahwa Terdakwa betul-betul menginginkan kematian korban di tangannya karena saat itu Korban Nofriansyah Yosua Hutabarat masih bergerak dengan mengerang kesakitan," sambungnya.
Usai pembunuhan, Sambo juga kemudian merancang skenario agar peristiwa itu tidak terungkap. Sejumlah polisi yang merupakan anak buah Sambo ikut terlibat.
ADVERTISEMENT
"Terdakwa telah menyusun skenario sedemikian rupa untuk pelaksanaan pembunuhan Korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dan skenario tersebut disampaikan kepada para pembantu/ajudan dan istrinya, dengan tujuan untuk menghilangkan jejak dan menyelamatkan Saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu selaku eksekutor serta dirinya dari jeratan hukum," kata Hakim Desnayeti dalam pertimbangannya.
"Terdakwa sebagai seorang Perwira Polisi dalam jabatan Pejabat Utama Kepolisian RI yang telah menghakimi dan mengeksekusi ajudannya sendiri tanpa klarifikasi sama sekali, telah membuat rasa kecewa pihak keluarga korban bahkan masyarakat pada umumnya, oleh karena itu beralasan untuk menolak kasasi Terdakwa dan tetap mempertahankan putusan Judex Facti," sambungnya.
Oleh karenanya, Hakim Agung Desnayeti menilai Sambo layak dihukum mati. Namun, lantaran kalah suara, putusan kasasi terhadap Sambo ialah mengubahnya menjadi penjara seumur hidup.
ADVERTISEMENT
Hukuman mati terhadap Sambo dijatuhkan hakim sejak tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hingga banding di Pengadilan Tinggi DKI. Namun, putusan itu dianulir Mahkamah Agung.
Putusan ini diketok majelis hakim agung dengan Ketua Majelis Suhadi dengan anggota: Suharto, Jupriyadi, Desnayeti, dan Yohanes Priyana.
Dalam putusan kasasi seumur hidup tersebut terjadi perbedaan pendapat atau dissenting opinion majelis hakim. Dua hakim menilai Ferdy Sambo layak tetap dihukum mati.
Namun, tiga hakim lainnya sepakat Ferdy Sambo cukup dihukum penjara seumur hidup. Dari perbedaan pendapat tersebut, suara terbanyak yang diambil yakni vonis seumur hidup. Dua hakim yang berbeda pendapat ialah Desnayeti dan Jupriyadi.