Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Hakim Cecar Eks Anak Buah SYL soal ‘Tarif WTP BPK’: Ujungnya Duit
13 Mei 2024 17:15 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Kasus pungutan liar (pungli) di Kementerian Pertanian yang menjerat Syahrul Yasin Limpo (SYL) dkk mengungkap adanya dugaan aliran uang untuk pengurusan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. Hakim Pengadilan Tipikor pun menggali lebih jauh perihal "Tarif WTP BPK" itu.
ADVERTISEMENT
Hakim Fahzal Hendri mencecar hal tersebut dari keterangan Ali Jamil selaku Dirjen Prasarana & Sarana Pertanian Kementan. Ali Jamil dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa SYL dkk di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/5).
"Pernah enggak kementerian diperiksa BPK?" tanya hakim.
"Pernah," jawab Ali.
"Ini kan banyak cerita ini, untuk memenuhi permintaan-permintaan yang di luar prosedur," sambung hakim.
Ali Jamil menyebut pemeriksaan BPK pasti ada setiap tahunnya. Hakim sempat menegur Ali Jamil karena dinilai memberikan keterangan berbelit.
"Iya Yang Mulia, di kami kan pemeriksaan BPK setiap tahun pasti ada," ujar Ali.
"Ya semua instansi, Pak, seperti itu, itu yang wajar-wajar. Ini kan [yang ditanyakan] hal yang tidak wajar. Apa yang dilakukan untuk penyelamatan itu? gimana caranya?" timpal hakim.
ADVERTISEMENT
"Kami dalam hal ini tentu kalau misal ada..." ucap Ali.
"Langsung saja ke titik masalahnya. Tidak usah berkilah-kilah, menyelamatkan diri yang lain, tak perlu," tegur Hakim.
Ali Jamil lantas menjelaskan bahwa pernah ada beberapa kali pertemuan dengan BPK. Namun, ia kembali ditegur hakim karena berbelit saat ditanyakan soal temuan BPK di Kementan.
"Ada temuan enggak?" tanya hakim.
"Saat itu kami tidak mengetahui temuan, masih konsep," jawab Ali.
"Ya, ada temuan enggak? Itu loh yang saya tanya, sebenarnya, sesungguhnya, the real-nya, ada temuan enggak?" tanya hakim lagi.
"Iya, jadi karena itu..." ucap Ali.
"Iya, jawab jangan ragu-ragu Pak Dirjen," tegur hakim.
"Jangan ragu-ragu kalau memang ada temuan, real-nya ada temuan, betul?" imbuh hakim.
ADVERTISEMENT
"Iya," jawab Ali.
Hakim kemudian mendalami lebih lanjut upaya Kementan agar mendapat opini WTP meski ada temuan dari BPK tersebut.
Ali mengungkapkan pernah ada pertemuan pihak Kementan dengan BPK. Dihadiri oleh SYL serta para pejabat Kementan.
Usai pertemuan, saat sudah kembali ke kantor Kementan, Ali sempat mendengar SYL berbicara kepada Kasdi selaku Sekjen: "mohon diatensi".
Ali menduga arahan itu ialah untuk menyelesaikan kelengkapan administrasi atas temuan BPK tersebut. Namun, jawaban itu kembali menuai teguran hakim.
"Enggak usah bias-bias memberikan keterangan," kata hakim.
"Terus gimana caranya? Caranya itu gimana Pak menyelesaikan itu? Jangan muter-muter di situ aja," sambung hakim.
"Kami mendengar dari Sesdit kami bahwa salah seorang auditor BPK itu, menyampaikan bahwa perlu harus disampaikan, mohon disampaikan ke pimpinan," papar Ali.
ADVERTISEMENT
"Iya, apa itu?" tanya hakim.
"Untuk anggaran," ucap Ali.
"Minta ini? minta duit? iya?" kata hakim.
"Iya, seperti itu," jawab Ali.
"Kok susah sekali ngomongnya hahaha," ujar hakim sambil tertawa.
"Saya cuma itu aja saya tanya, gimana cara menyelesaikan? ternyata ujung-ujungnya, muter-muter, akhirnya ujungnya duit, betul?" sambung hakim.
"Siap," ucap Ali.
Menurut Ali, awalnya uang yang diminta Rp 10 miliar. Namun kemudian naik menjadi Rp 12 miliar.
"Disampaikan bahwa ada info dari Pak Viktor ada tambahan," ujar Ali.
Dalam persidangan sebelumnya, nama Viktor juga sempat disebut. Ia disebut merupakan auditor BPK yang meminta uang sebagai imbal opini WTP bagi Kementan.
"Dia bilang tambahannya 2 [miliar], jadi menjadi 12 [miliar]," ujar Ali.
ADVERTISEMENT
"Untuk apa itu?" tanya hakim.
"Kalau cerita awalnya, jadi ini temuan-temuan jangan sampai nanti menghambat untuk tercapainya WTP," ungkap Ali.
"Nah kan ketemu juga ngomong saya awal tadi," pungkas hakim.
Dalam sidang sebelumnya, disebut bahwa ada uang yang sudah diserahkan kepada pihak BPK tersebut. Namun, uang yang diserahkan hanya Rp 5 miliar, bukan Rp 12 miliar sebagaimana permintaan. Lantaran hal tersebut, sisa uang disebut terus ditagih.
Belum ada pernyataan dari Viktor soal dugaan permintaan uang itu. Sementara BPK menyebut pihak yang diduga meminta uang dilakukan oknum yang akan diproses etik.