Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Hakim Itong Didakwa Terima Suap Rp 450 Juta Terkait Penanganan Perkara
22 Juni 2022 11:56 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
Hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya, Itong Isnaini Hidayat, didakwa menerima suap hingga ratusan juta rupiah. Dakwaan dibacakan oleh Jaksa KPK dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya pada Selasa (21/6).
ADVERTISEMENT
Dalam salinan dakwaan yang kumparan terima, Itong diduga menerima suap dari pihak yang berperkara di PN Surabaya terkait penanganan perkara. Nilainya mencapai Rp 450 juta.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang seluruhnya sejumlah Rp 450.000.000," kata jaksa KPK dikutip dari dakwaan, Rabu (22/6).
Suap itu diduga diterima dari seseorang bernama RM Hendro Kasiono. Diduga suap tersebut bertujuan untuk mempengaruhi putusan dua perkara yang diadili oleh Itong.
"Mempengaruhi Terdakwa selaku Hakim Pengadilan Negeri Surabaya agar mengabulkan permohonan sesuai yang diajukan oleh RM. Hendro Kasiono dalam perkara perdata," kata jaksa KPK.
Jaksa KPK membeberkan bagaimana suap ini terjadi. Suap diberikan untuk mempengaruhi putusan dua perkara. Berikut rinciannya:
ADVERTISEMENT
Permohonan Pembubaran PT Soyu Giri Primedika
PT Soyu Giri Primedika didirikan pada 28 Maret 2014 bertempat di kantor notaris Juarayu Setyarini di Pasuruan. Perusahaan itu didirikan oleh Muhammad Sofyanto; Yudi Her Oktaviano; Achmad Prihantoyo; dan Abdul Majid Umar.
Komposisi sahamnya, Sofyanto dan Yudi memegang 9.375 saham dengan nilai Rp 9.375.000.000, atau masing-masing sebesar 30 persen. Sementara Achmad Priantoyo dan Koperasi Usaha Gabungan Terpadu Pondok Pesantren Sidogiri diwakili Abdul Majid masing-masing punya 6.250 saham dengan nominal Rp 6.250.000.000 atau masing-masing sebesar 20 persen.
Susunan komisaris dan direksinya:
Pada 7 Januari 2019, Yudi Her membeli seluruh saham milik Achmad Prihantoyo dan Koperasi Usaha Gabungan Terpadu Pondok Pesantren Sidogiri. Alhasil, Yudi Her menjadi pemegang saham mayoritas.
ADVERTISEMENT
Kemudian Yudi Her mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk mengganti Achmad Prihantoyo dengan Muhammad Sofyanto. Namun Achmad Prihantoyo menolak dengan mempermasalahkan modal Yudi Her dan Muhammad Sofyanto yang dianggap belum disetor ke PT. Soyu Giri Pramedika.
Kemudian Yudi Her melakukan pengurusan penetapan RUPS pergantian direktur PT tersebut ke PN Surabaya dengan memberikan kuasa kepada Ashoroel CH.
Tak mau menyerah, Achmad Prihantoyo melakukan pertemuan dengan RM Hendro Kasiono. Dalam pertemuan itu, Hendro Kasiono menyampaikan RUPS bisa mengganti jajaran direksi. Dia pun menyarankan agar melakukan pembubaran perusahaan sehingga aset-aset perusahaan dijual dan dibagi kepada pemilik saham.
"Atas penyampaian RM. Hendro Kasiono tersebut Achmad Prihantoyo mengajak Abdul Majid Umar untuk mengupayakan pembubaran PT. Soyu Giri Primedika," kata jaksa KPK.
Hendro Kasiono pun menyatakan siap mengupayakan pembubaran. Ia juga menyampaikan setelah dibubarkan, maka semua aset dikembalikan kepada Achmad Prihantoyo dan Abdul Majid Umar kemudian aset itu bisa dijual dan hasilnya dipergunakan untuk kembalikan uang milik Yudi Her Oktavianto. Sehingga masih ada sisa aset penjualan milik Achmad Prihantoyo dan Abdul Majid Umar.
ADVERTISEMENT
Achmad Prihantoyo dan Abdul Majid Umar kemudian memberikan kuasa kepada Hendro Kasiono guna mengurus pembubaran PT Soyu Giri Primedika.
Dalam perjanjian, disepakati biaya operasional pengurusan perkara Rp 1.350.000.000. Dana itu diperuntukkan sejak tahapan persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Tinggi Surabaya, dan Mahkamah Agung RI ditambah 15 persen dari penjualan aset setelah dikurangi semua biaya yang dikeluarkan.
Hendro Kasiono kemudian menghubungi Mohammad Hamdan selaku Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Surabaya. Hamdan pun menyatakan kesediaannya untuk membantu Hendro Kasiono.
Peran Itong kemudian mulai terlihat. Mohammad Hamdan berkomunikasi dengan Itong. Itong kemudian membeberkan syarat pembubaran perusahaan ke Mohammad Hamdan.
Pada 28 November 2021, Itong juga menyampaikan kepada Mohammad Hamdan agar meminta uang kepada Hendro Kasiono untuk diberikan kepada Wakil Ketua PN Surabaya Dju Johnson Mira. Hal itu dimaksudkan supaya Itong ditunjuk sebagai hakim dalam perkara pembubaran PT. Soyu Giri Primedika.
ADVERTISEMENT
"Selanjutnya Mohammad Hamdan menyampaikan kepada RM. Hendro Kasiono dan RM. Hendro Kasiono menyanggupinya," kata jaksa KPK. Namun tak dijelaskan berapa biaya yang diminta untuk diberikan kepada Dju Johnson Mira, termasuk apakah uang tersebut sudah diberikan atau tidak.
Abdul Majid Umar kemudian membayar biaya operasional kepada RM Hendro Kasiono senilai Rp 1.350.000.000 untuk biaya pembubaran PT Soyu Giri Primedika. Kemudian Rp 200 juta di antaranya diberikan oleh Hendro Kasiono kepada Hamdan.
Hamdan kemudian meminta tambahan Rp 60 juta. Sehingga totalnya Rp 260 juta.
Setelahnya, gugatan dimasukkan ke PN Surabaya. Kemudian, Wakil Ketua Dju Johnson Mira menetapkan Itong sebagai hakim yang menangani perkara pembubaran PT. Soyu Giri Primedika pada Pengadilan Negeri Surabaya. Kemudian Hamdan diplot sebagai panitera pengganti.
ADVERTISEMENT
"Dalam persidangan pertama, RM. Hendro Kasiono kembali menyampaikan kepada Mohammad Hamdan agar Terdakwa mengabulkan permohonan pihak RM. Hendro Kasiono. Atas permintaan RM. Hendro Kasiono melalui Mohammad Hamdan tersebut, Terdakwa menyanggupinya dan mengatakan 'kalau bisa dibantu ya dibantu'," kata jaksa KPK.
Mohammad Hamdan kemudian meminta Rp 150 juta sebagai imbalan agar putusan dikabulkan. Hendro Kasiono kemudian menyiapkan Rp 140 juta yang kemudian diberikan pada 19 Januari 2022 atau sehari sebelum putusan dibacakan. Usai penyerahan uang, KPK menangkap mereka.
Penetapan Ahli Waris Made Sri Manggalawati
Kasus kedua ini, Hendro Kasiono kembali menyampaikan kepada Mohammad Hamdan akan memasukkan permohonan waris atas nama Made Sri Manggalawati di PN Surabaya.
Hendro Kaisono mendaftarkan permohonan tersebut sekaligus mengirimkan Rp 50 juta kepada Mohammad Hamdan dan menyampaikan agar perkara tersebut disidangkan oleh Itong.
ADVERTISEMENT
"Kemudian Mohammad Hamdan menyerahkan uang tersebut kepada Terdakwa dan menyampaikan permintaan RM. Hendro Kasiono tersebut kepada Terdakwa," kata jaksa KPK.
PN Surabaya kemudian menetapkan Itong sebagai ketua majelis hakim dengan Mohammad Hamdan sebagai panitera penggantinya.
Pada 16 September 2021, perkara tersebut oleh Itong dikabulkan dengan mengabulkan permohonan Made Sri Manggawati. Adapun Mohammad Hamdan menerima bagian sebesar Rp 5 juta dari Itong.
"Bahwa perbuatan Terdakwa bersama-sama dengan Mohammad Hamdan menerima uang dari RM. Hendro Kasiono keseluruhan sebesar Rp 450.000.000," kata jaksa KPK. Adapun Mohammad Hamdan dan Hendro Kasiono didakwa dalam dakwaan terpisah.
Atas perbuatannya Itong dijerat dengan pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
ADVERTISEMENT
Selain didakwa suap, Itong juga didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 95 juta.
Pada saat konferensi pers penetapan tersangka, Itong sempat membantah menerima suap. Bahkan ia menyampaikan itu saat konpers tengah berlangsung.
"Maaf ini saya tidak benar, dan saya tidak pernah janjikan apa pun, ini omong kosong," kata dia di Gedung KPK, Kamis (20/1).
Dakwaan Mohammad Hamdan
Mohammad Hamdan turut didakwa bersama-sama Itong. Namun berkas dakwaannya disusun terpisah.
Dalam kasus suap, Hamdan didakwa turut menerima suap Rp 450 juta dari RM. Hendro Kasiono.
Dia dijerat dengan pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
ADVERTISEMENT
Sementara terkait gratifikasi, Hamdan didakwa menerima sejumlah Rp 67 juta dari sejumlah pihak yakni Mohammad Fadjarisman, Dede Suryaman, Asmari, Rachmat Harjono Tengadi.
Dia dijerat dengan pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.