Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Hakim: Kerugian Perekonomian Negara Rp 10 T Kasus CPO Tak Terbukti, Belum Nyata
4 Januari 2023 19:31 WIB
·
waktu baca 5 menitDiperbarui 24 Juli 2023 9:11 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Adapun kerugian perekonomian negara tersebut didakwakan jaksa kepada lima terdakwa kasus korupsi ekspor CPO. Mereka adalah:
Hakim menyatakan mereka terbukti korupsi dan divonis penjara. Namun, mengenai unsur merugikan perekonomian negara sebagaimana dakwaan jaksa, dinilai tak terbukti oleh majelis hakim.
“Unsur merugikan perekonomian negara tidak terpenuhi pada perbuatan terdakwa,” kata majelis hakim saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (4/1).
JPU mendakwa kelimanya dengan mengacu pada kerugian negara dan kerugian perekonomian negara. Kerugian keuangan negara terkait pengeluaran izin Persetujuan Ekspor CPO kepada sejumlah perusahaan. Perusahaan yang dimaksud yakni grup Wilmar grup Permata Hijau dan grup Musimas.
ADVERTISEMENT
Izin PE CPO itu menyebabkan kerugian perekonomian negara karena memberikan dampak kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng yang menimbulkan beban tinggi terhadap perekonomian yang dirasakan oleh masyarakat dan perusahaan pengguna bahan baku produk turunan CPO.
Sebab perusahaan tersebut tidak memenuhi kewajiban DMO 20 persen dari jumlah ekspor CPO ke luar negeri.
Berdasarkan perhitungan dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada pada 15 Juli 2022, terdapat kerugian perekonomian negara akibat kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng seluruhnya sebesar Rp 10.960.141.557.673.
Namun hakim menyatakan dakwaan merugikan perekonomian negara itu tidak terbukti.
Berikut pertimbangan hakim:
Menimbang terkait dengan tuntutan JPU terkait dengan kerugian perekonomian negara akibat kelangkaan dan mahalnya minyak goreng seluruhnya Rp 10.960.141.557.673 majelis hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Menimbang bahwa untuk membuktikan adanya unsur kerugian negara tidaklah terlalu sulit karena apa yang dimaksud merugikan keuangan negara sudah jelas aturan hukumnya. Tapi sebaliknya untuk membuktikan adanya unsur kerugian perekonomian negara masih terdapat kesulitan. Karena ruang lingkup terlalu luas dan belum ada metode yang mengatur perekonomian negara sebagaimana keterangan ahli dari terdakwa atau PH-nya.
Menimbang bahwa menghitung kerugian perekonomian negara sebesar Rp 10.960.141.557.673 PU mendasarkan pada perhitungan dari ahli (...) bersama tim dari Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM. Setelah majelis hakim meneliti pendapat ahli maupun hasil perhitungan kerugian perekonomian negara yang dihasilkan oleh ahli (...) dan tim tersebut ternyata masih bersifat asumsi belum bersifat real atau nyata.
ADVERTISEMENT
Padahal sesuai dengan putusan MK No 25/ppu/XIV/2016 tanggal 25 Januari kerugian negara atau perekonomian negara haruslah nyata atau actual loss bukan lagi sebagai perkiraan atu potensial loss atau asumsi. Menimbang berdasarkan uraian pertimbangan di atas maka majelis hakim berpendapat bahwa perhitungan kerugian perekonomian negara yang dihasilkan oleh ahli (...) bersama dengan tim tidak dapat dijadikan dasar untuk menentukan adanya kerugian perekonomian negara dalam perkara ini. Sehingga oleh karenanya unsur merugikan perekonomian negara tidak terpenuhi pada perbuatan terdakwa.
Di sisi lain, perhitungan kerugian negara dinyatakan terbukti oleh hakim. Namun nilainya lebih sedikit dari dakwaan jaksa. Kerugian negara itu berdasarkan audit dari BPKP terkait persetujuan ekspor CPO pada Februari hingga Maret 2022.
ADVERTISEMENT
“Terdapat kerugian keuangan negara seluruhnya berjumlah Rp 6.047.645.700.000. Sebagaimana hasil audit BPKP nomor pe.03/SR-511/03/01/2022 tanggal 18 Juli 2022. Bahwa dari kerugian tersebut terdapat kerugian negara sebesar Rp 2.952.526.912.294,45,” ucap hakim.
Sehingga angka Rp 2,9 triliun lebih itulah yang dinilai merupakan kerugian negara dalam kasus ini. Angka tersebut merupakan beban keuangan yang ditanggung pemerintah dengan diterbitkannya PE tergabung dalam perusahaan-perusahaan grup Wilmar grup Permata Hijau dan grup Musimas.
“Terhadap unsur perbuatan merugikan negara telah terpenuhi dalam perbuatan terdakwa,” kata hakim.
Berikut rinciannya:
Berbekal kerugian negara, kelima terdakwa divonis. Untuk Indrasari dia divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta; Master Parulian Tumanggor 1,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta; dan tiga terdakwa lainnya yakni Pierre, Stanley dan Lin masing-masing divonis 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
ADVERTISEMENT
Tanggapan Jaksa
Jaksa Muhammad menanggapi putusan hakim terhadap lima orang terdakwa tersebut. Pada prinsipnya, jaksa menghormati.
“Pada intinya kami menghormati putusan pengadilan, namun demikian kan masih ada upaya hukum, baik itu banding dan seterusnya. Jadi, beri kami waktu untuk diskusi sama teman-teman sama pimpinan, bagaimana sikap kita nanti, seperti itu,” kata Muhammad.
“Memang kami masih meyakini bahwa surat dakwaan kami terbukti pasalnya, tapi tetep kami menghormati putusan hakim,” sambungnya.
Dia juga mengomentari soal dakwaan perekonomian negara yang tidak terbukti di persidangan.
“Ya bagaimana ya, kecewa ya kecewa, tidak ya kita tetep menghormati. Tapi memang terlalu jauh sih ya, kemudian yang paling kerasa itu kerugian perekonomian tidak terbukti, seperti itu. Jadi ada lah perasaan yang mengganjal dalam pikiran saya. Soalnya yang kami buktikan adalah kerugian perekonomian,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
“Bukti bukti kan sudah semuanya terungkap di persidangan kalau masalah tadi pertimbangan majelis hakim kan mungkin majelis hakim punya pertimbangan sendiri. Tap kami juga akan, mempunyai, hakim mempunyai pendapat sendiri seperti apa,” pungkasnya yang akan berkonsultasi untuk menempuh proses hukum lanjutan atau tidak atas vonis tersebut.