Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Hamas dan Israel Tolak Serahkan Pemimpinnya ke Mahkamah Pidana Internasional
21 Mei 2024 14:56 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Israel dan Hamas sama-sama menolak penangkapan terhadap pemimpinnya. Kedua pihak itu terlibat pertempuran sengit di Gaza.
ADVERTISEMENT
Pada Senin (20/5), jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang berbasis di Den Haag, Karim Khan, mengajukan surat penangkapan terhadap pemimpin Israel dan Hamas. Perintah tersebut terkait perang Gaza.
Israel menyebut apa yang dilakukan ICC dengan menargetkan penangkapan PM Israel Benjamin Netanyahu dan Menhan Yoav Gallant sebagai aib sejarah.
Sementara kelompok Hamas mengutuk keras rencana penangkapan terhadap para pemimpinnya.
Menurut Khan, pemimpin Israel, yaitu Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menhan Yoav Gallant telah melakukan pembunuhan yang disengaja di Gaza. Mereka juga membuat warga Gaza kelaparan.
Israel diduga kuat membatasi bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza. PBB menyebut, aksi Israel membuat jutaan warga yang masih terjebak di Gaza terancam kelaparan.
Khan menambahkan, Israel telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan selama perang di Gaza yang pecah sejak Oktober 2023.
ADVERTISEMENT
"Ini merupakan imbas dari serangan tersebar dan sistematis terhadap populasi warga sipil Palestina," kata Khan seperti dikutip dari AFP.
Sedangkan, untuk Hamas ICC mengincar pemimpin mereka seperti Ismail Haniyeh dan Yahya Sinwar. Khan menyebut, sosok-sosok itu bertanggung jawab terhadap serangan 7 Oktober 2023 ke Israel.
Oleh Israel, serangan Hamas pada 7 Oktober dijadikan justifikasi menyerang Gaza tanpa pandang bulu. Serangan yang menewaskan lebih dari 35 ribu orang di Gaza itu mayoritas korbannya adalah warga sipil.
Salah satu tindakan yang disorot Khan adalah penyanderaan Hamas terhadap warga Israel pada serangan 7 Oktober 2023 lalu.
"Hukum internasional dan hukum konflik bersenjata berlaku bagi semua. Tidak ada prajurit, tak ada komandan, tak ada pemimpin sipil, tidak ada seorang pun, yang dapat bertindak tanpa mendapat hukum," tegas Khan.
Sekilas Profil Khan
Khan, 54 tahun, berasal dari Edinburgh, Skotlandia, dan tergabung dalam Jemaat Muslim Ahmadiyah. Dia kuliah di King's College London dengan fokus HAM.
ADVERTISEMENT
Dia kemudian berkarier sebagai jaksa di Kejagung Inggris pada tahun 1990-an. Kemudian dia beralih ke panggung internasional pada 1997 dengan menjadi jaksa di ICC. Dia menangani kasus kejahatan terhadap kemanusiaan selama genosida di Rwanda, negara di Afrika.