Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Menlu Retno Marsudi memastikan jabatan menteri adalah politis. Pernyataan Retno disampaikan jelang pengumuman kabinet baru Prabowo-Gibran pekan depan.
ADVERTISEMENT
Menlu dua periode tersebut menegaskan, presiden punya hak penuh memilih para pembantunya itu. Sehingga sosok dari latar belakang politik atau karier bisa menduduki jabatan menteri.
Saat ini salah satu nama yang santer disebut menjadi pengganti Retno adalah politikus Partai Gerindra, Sugiono. Bahkan, Sugiono sudah menghadap Prabowo di Kertanegara 4 pada Senin (14/10). Di hari itu Prabowo memanggil calon menterinya.
Retno menjelaskan, siapa pun yang ditunjuk presiden terpilih sebagai Menlu nantinya, birokrasi Kementerian Luar Negeri harus siap bekerja 24/7 untuk mendukung kebijakan luar negeri Indonesia.
“Jabatan menteri kan jabatan politis. Itu prerogatif presiden untuk menentukan. Apa pun keputusan presiden, saya bisa jaminkan mesin birokrasi Kementerian Luar Negeri itu one of the best, kita kokoh bekerja 24/7. Jadi betul-betul keseharian saya itu bisa berkomunikasi dengan teman-teman jam 2 malam, jam 3 pagi, jam 11 malam,” ujar Retno dalam diskusi Info A1 bersama kumparan.
ADVERTISEMENT
Menurut Retno, Kemlu saat ini memiliki 133 perwakilan di seluruh dunia, termasuk duta besar dan konsulat jenderal.
“Siklus waktu kita tak pernah berhenti. Mesin ini terus berjalan, dan diplomat sudah terbiasa dengan pola kerja yang penuh tantangan, termasuk tidur yang terganggu,” tambahnya.
Tantangan Menlu ke Depan: Geopolitik dan Kepentingan Nasional
Saat ditanya mengenai tantangan yang akan dihadapi Menlu selanjutnya, Retno menekankan pentingnya mengelola geopolitik global yang semakin kompleks.
Menurutnya, situasi geopolitik tidak akan membaik dalam waktu dekat, dan Indonesia harus terus memperjuangkan kepentingan nasional sekaligus berkontribusi bagi perdamaian dunia.
“Setiap negara pasti memperjuangkan kepentingan nasional, itu harus. Tapi jika kita hanya fokus pada kepentingan sendiri tanpa berkontribusi untuk dunia, kita tidak akan dianggap. Kepercayaan itu penting. Jika kita diberi kepercayaan, seperti saat menjadi jembatan di G20, itu menunjukkan bahwa kontribusi kita diakui. Kalau kita tidak pernah kontribusi, kita akan diabaikan,” ujar Retno.