Hasil Polling kumparan: 54,29% Pembaca Sudah WFO

16 Januari 2023 14:55 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja kantoran saat akan menaiki Kereta Rel Listrik (KRL) di Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (2/1/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja kantoran saat akan menaiki Kereta Rel Listrik (KRL) di Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (2/1/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Sebanyak 54,29 persen pembaca kumparan kini sudah WFO. Ini diketahui berdasarkan polling kumparan periode 6-13 Januari 2023.
ADVERTISEMENT
Sebanyak 2.726 pembaca yang memberikan pendapatnya pada polling tersebut. 1.480 responden mengaku sudah kembali bekerja dengan sistem work from office atau WFO. Sedangkan, 17,5 persen atau sebanyak 477 responden masih WFH. Sementara itu, 28,21 persen atau sebanyak 769 responden bekerja dengan sistem hybrid.
Sebelumnya, Jokowi telah resmi mencabut PPKM pada Jumat, 30 Desember 2022. Ia mengatakan, keputusan itu diambil berdasarkan kajian matang para ahli soal COVID-19.
"Pada hari ini pemerintah memutuskan mencabut PPKM yang tertuang dalam Instruksi Mendagri Nomor 50 dan 51 Tahun 2022," ucap Jokowi melalui Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (30/12/2022).
Dengan begitu, aktivitas masyarakat sudah kembali normal, salah satunya adalah sistem kerja. Sebagian besar perusahaan kini sudah kembali menerapkan sistem kerja work from office (WFO).
ADVERTISEMENT
Namun belakangan, media sosial sempat diramaikan dengan munculnya petisi yang meminta work from home (WFH) kembali diterapkan. Itu karena sistem WFO dianggap hanya membuat macet, polusi, dan tidak efektif.
Ketua Pusat Studi Transportasi (Pustral) UGM, Ikaputra, menilai petisi tersebut cukup logis. Sebab, menurutnya, sejak pandemi Covid-19 memang banyak orang yang merasakan banyak manfaat dari sistem WFH. Mulai dari efisiensi waktu, penghematan bahan bakar, hingga menekan emisi dan polusi.
"Namun perlu dipahami, ada banyak sektor, terutama transportasi yang tidak bergerak dan tidak produktif, terutama yang bekerjanya harus tatap muka dan memanfaatkan mobilitas, bukan kantoran. Kalau tidak bergerak, di rumah saja, ada banyak orang yang tidak mendapatkan penghasilan," jelas Ikaputra dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/1).
ADVERTISEMENT
"Perputaran ekonomi di sektor transportasi akan berhenti, perputaran ekonomi hanya terjadi di kantor saja. Ini yang harus dipahami juga," imbuhnya.
Sistem WFO memang menyebabkan kemacetan, terutama di kota besar seperti Jakarta. Namun, menurut Ikaputra, hal itu bisa ditekan jika masyarakat punya kesadaran untuk menggunakan transportasi umum ketimbang kendaraan pribadi.
"Penting membangun mindset atau budaya [untuk] memahami keuntungan menggunakan transportasi publik," ungkapnya.
Senada dengan Ikaputra, pengamat transportasi UGM, Ahmad Munawar, menilai jika alasannya untuk mengatasi persoalan transportasi, maka WFH bukan jawaban. Sebab kemacetan hanya bisa diselesaikan dengan penyediaan fasilitas angkutan umum yang memadai.
"Penyelesaian macet itu dengan sistem transportasi yang baik dan mengurangi pemakaian kendaraan pribadi," kata Ahmad Munawar.