Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Heboh Pulau Pasir Diklaim Bagian NKRI, Tapi Ternyata Punya Australia
28 Oktober 2022 13:09 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sebelumnya soal Pulau Pasir ini ramai di media sosial diklaim milik Indonesia, karena nelayan Indonesia kerap mampir ke pulau itu. Pulau itu juga hanya berjarak 125 Km dari Pulau Rote.
Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu RI, Laurentius Amrih Jinangkung, menyinggung asas uti possidetis juris dalam pemaparannya. Prinsip dalam hukum internasional tersebut menyatakan, batas-batas negara yang baru merdeka dari penjajahnya mengikuti batas-batas wilayah kolonial lama.
Artinya, wilayah Indonesia merupakan bekas wilayah Hindia Belanda. Amrih menerangkan, Pulau Pasir sendiri tidak pernah menjadi bagian dari Hindia Belanda. Alhasil, pulau tersebut tidak menjadi bagian dari Indonesia ketika merebut kemerdekaannya dari Belanda.
"Pulau Pasir atau Ashmore Reef tidak pernah menjadi bagian dari wilayah Hindia Belanda," tegas Amrih saat konferensi pers luring Kemlu RI pada Kamis (27/10).
ADVERTISEMENT
"Dengan demikian, ketika Indonesia merdeka, Ashmore Reef tidak pernah menjadi bagian dari wilayah NKRI," lanjut dia.
Pun pemerintah Hindia Belanda tidak pernah menentang klaim Inggris atas Pulau Pasir sejak 1878. Setelah aneksasi oleh Inggris, Pulau tersebut diwariskan Inggris kepada Australia. Pulau Pasir secara resmi ditempatkan di bawah otoritas Australia pada 1942.
"Dan dalam praktiknya, pemerintah Hindia Belanda juga tidak pernah memprotes klaim atau kepemilikan Pulau Pasir atau Ashmore Reef oleh Inggris," papar Amrih.
Hukum yang mengatur legalitas wilayah NKRI juga tidak menyatakan kepemilikan atas Pulau Pasir. Hal ini tercermin dalam Deklarasi Djuanda pada 1957 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1960. Sepanjang sejarah, Indonesia tidak pernah mengeklaim pulau itu.
"Pulau Pasir atau Ashmore Reef tidak masuk dalam wilayah atau dalam peta NKRI sejak tahun 1957, tahun 1960 maupun pada peta-peta yang dibuat setelah itu," terang Amrih.
ADVERTISEMENT
"Jadi dalam konteks ini, memang Indonesia tidak pernah memiliki atau tidak punya klaim terhadap Pulau Pasir atau Ashmore Reef," sambungnya.
Walau begitu, Indonesia dan Australia telah membuat perjanjian untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat di NTT. Kedua belah pihak menandatangani nota kesepahaman (Mou) untuk menjamin hak nelayan tradisional NTT pada 1974.
MoU tersebut disempurnakan kembali dengan perjanjian pada 1981 dan 1989. Berdasarkan kesepakatan itu, nelayan tradisional NTT dapat menangkap ikan di perairan sekitar Pulau Pasir maupun gugusan pulau-pulau lain di wilayah tersebut.
"Di dalam MoU ini diatur mengenai hak nelayan tradisional NTT untuk melakukan kegiatan atau melaksanakan traditional fishing rights di perairan sekitar Ashmore Reef dan gugusan pulau-pulau lain di wilayah itu yang memang sejak dahulu menjadi wilayah di mana nelayan tradisional NTT mencari ikan," kata Amrih.
ADVERTISEMENT
Ashmore Reef dikenal sebagai Pulau Pasir oleh orang Indonesia. Dilansir Antara, pulau ini terletak di antara Laut Timor dan perairan utara Australia. Secara geografis, Pulau Pasir berada lebih dekat ke Pulau Rote di NTT dibandingkan dengan Pulau Broome di Australia.
Sengketa atas pulau itu mengemuka usai protes masyarakat adat Laut Timor. Pihaknya mendesak agar Australia keluar dari gugusan Pulau Pasir. Mereka kemudian mengancam akan melayangkan gugatan terhadap kepemilikan Australia di sebuah pengadilan di Canberra.
"Kalau Australia tidak mau keluar dari gugusan Pulau Pasir, kami terpaksa membawa kasus tentang hak masyarakat adat kami ke Pengadilan Commonwealth Australia di Canberra," ujar Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor, Ferdi Tanoni.
"Kawasan tersebut adalah mutlak milik masyarakat adat Timor, Rote, dan Alor," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Amrih telah menanggapi rencana gugatan dari masyarakat adat. Dia meminta agar pihak terkait mengecek apakah pengadilan yang dimaksud mengakomodasi gugatan dari warga negara asing.
"Ini di luar isu kedaulatan atau kepemilikan karena sudah jelas [Pulau Pasir] milik siapa. Tetapi kalau ada WNI yang ingin menggunakan suatu hak yang mungkin diperbolehkan atau tidak diperbolehkan, kita belum tahu berdasarkan hukum Australia," ungkap Amrih.