Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Heru Hidayat Terbukti Korupsi ASABRI, Divonis Nihil oleh Hakim
18 Januari 2022 21:01 WIB
ยท
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat terbukti bersalah melakukan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT ASABRI serta pencucian uang. Namun, hakim tidak menjatuhkan hukuman penjara kepada Heru Hidayat.
ADVERTISEMENT
"Mengadili, menyatakan terdakwa Heru Hidayat terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan korupsi sebagaimana dakwaan kesatu primer dan pencucian uang sebagaimana dakwaan kedua primer. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana nihil," kata ketua majelis hakim Ignatius Eko Purwanto membacakan vonis di Pengadilan Tipikor, dikutip dari Antara, Selasa (18/1).
Meski demikian, Heru Hidayat dihukum kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp 12,643 triliun dikurangi dengan aset-aset yang sudah disita. Bila tidak dibayar, harta bendanya akan disita untuk membayar uang pengganti tersebut.
Vonis tersebut berbeda dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung yang menuntut agar Heru Hidayat dijatuhi hukuman mati. Hakim tidak mengabulkan tuntutan mati tersebut.
Hakim tidak menjatuhkan pidana penjara kepada Heru Hidayat karena ia sudah divonis penjara seumur hidup dalam perkara yang lain, yakni kasus korupsi Jiwasraya.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, hakim menegaskan bahwa dalam perkara ASABRI ini, Heru Hidayat terbukti bersalah dalam dua dakwaan.
Pertama, melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua, Pasal 3 UU RI No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Ancaman perampasan kemerdekaan berdasarkan pasal 2 ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah pidana penjara seumur hidup dan ketentuan pasal 67 KUHP menyatakan jika terdakwa telah divonis seumur hidup di samping tidak boleh dijatuhkan hukuman pidana lain kecuali pencabutan hak-hak tertentu dan pengumuman majelis hakim," kata hakim anggota Ali Muhtarom.
ADVERTISEMENT
Menurut hakim, terdakwa yang sudah dijatuhi hukuman pidana mati atau penjara seumur hidup tidak boleh dijatuhi pidana selain itu.
"Tapi undang-undang secara imperatif menentukan jika orang dijatuhi pidana mati atau seumur hidup di samping tidak boleh dijatuhi pidana selain pengumuman hukuman lain oleh majelis hakim sehingga majelis hakim mengatakan ketentuan tersebut mutlak harus dipedomani. Berdasarkan pertimbangan tersebut meski terdakwa bersalah tapi karena terdakwa telah dijatuhi hukuman seumur hidup maka pidana yang dijatuhi dalam perkara a quo adalah nihil," ungkap hakim Ali Muhtarom.
Heru Hidayat sedang menjalani pidana penjara seumur hidup dalam perkara tindak pidana korupsi Jiwasraya yang sudah berkekuatan hukum. Dalam kasus itu, kerugian negara yang timbul senilai Rp16,807 triliun.
ADVERTISEMENT
Terdapat sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan dalam perbuatan Heru Hidayat.
"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa bersama-sama terdakwa lain telah mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar; perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; perbuatan terdakwa terencana, terstruktur dan masif; perbuatan terdakwa menimbulkan 'distrust' atau ketidakpercayaan masyarakat terhadap kegiatan keasuransian dan pasar modal; perbuatan terdakwa bisa berdampak pada stabilitas negara dan tidak mengakui kesalahan," ungkap hakim anggota Rosmina
Sementara hal yang meringankan Heru Hidayat dinilai bersikap kooperatif, bersikap sopan di persidangan, dan merupakan tulang punggung keluarga.
Dalam perkara ini, perbuatan Heru Hidayat bersama 7 orang terdakwa lainnya telah menyebabkan kerugian negara senilai total Rp 22,788 triliun berdasarkan hasil audit BPK.
ADVERTISEMENT
Mantan Kepala Divisi Investasi PT ASABRI Ilham Wardhana (telah meninggal dunia) pada rapat Desember 2012 menyampaikan dalam rapat direksi yang dipimpin Adam Rachmat Damiri bahwa PT ASABRI harus investasi di pasar modal dalam bentuk instrumen saham. Jenis saham tersebut termasuk saham yang sedang bertumbuh atau dikenal dengan "layer" 2 atau "layer" 3 yaitu saham-saham yang mempunyai risiko tinggi.
Saham-saham berisiko tinggi itu, antara lain adalah saham LCGP (PT Eureka Prima Jakarta Tbk) sejak Oktober 2012, MYRX (PT Hanson International Tbk) di pasar reguler sejak 4 Oktober 2012, dan SUGI (PT Sugih Energy Tbk).
Dalam kurun waktu 2012-2019, Ilham Wardhana Siregar bersama-sama dengan Adam Rachmat Damiri, Bachtiar Effendi, Hari Setianto, Sonny Widjaya telah melakukan pertemuan dan kesepakatan-kesepakatan. Yakni untuk mengatur penempatan dana PT ASABRI dalam investasi saham, reksadana, Medium Term Note (MTN) atau surat utang jangka menengah dan investasi lainnya.
ADVERTISEMENT
Pertemuan itu adalah dengan beberapa pihak pemilik saham yaitu Lukman Purnomosidi, Danny Boestami, Benny Tjokrosaputro, Edward Seky Soeryadjaya, Bety, Lim Angie Christina, Rennier Abdul Rahman Latief, Heru Hidayat, dan 15 manajer investasi lainnya.
Pada sekitar Oktober 2017, Sonny Widjaya dan Hari Setianto melakukan kesepakatan dengan terdakwa Heru Hidayat dan Joko Hartono Tirto untuk bekerja sama dalam pengelolaan investasi PT ASABRI (Persero). Dengan cara akan memberikan masukan mengenai saham-saham dan produk reksadana yang bisa dipertimbangkan oleh PT ASABRI (Persero) untuk "di-subscription" atau "redemption" melalui Joko Hartono Tirto.
Kerja sama melalui produk reksadana di antaranya untuk memindahkan saham-saham PT ASABRI yang memiliki kinerja tidak baik dan mengalami penurunan harga. Reksa dana-reksa dana itu yang digunakan oleh Heru Hidayat, Ilham Wardhana B Siregar beserta pihak-pihak terafiliasinya dalam pengaturan investasi PT ASABRI (Persero).
ADVERTISEMENT