ICMI: Pembangkangan Terhadap Putusan MK Pelanggaran Terhadap Hak Warga Negara

22 Agustus 2024 18:11 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto udara massa aksi saat berunjuk rasa meolak pengesahan Revisi UU Pilkada di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Foto udara massa aksi saat berunjuk rasa meolak pengesahan Revisi UU Pilkada di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) mengimbau semua penyelenggara negara konsisten menegakkan konstitusi dengan melaksanakan putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus tahun 2024, dan lebih mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan apa pun juga.
ADVERTISEMENT
"Dalam situasi yang sangat krusial ini, ICMI mengimbau agar semua pihak khususnya para penyelenggara negara dapat ikut serta menegakkan konstitusi dan mengawal terlaksananya putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus tahun 2024, yang menjamin hak konstitusional partai politik peserta pemilu 2024 untuk mengusung pasangan calon dalam penyelenggaraan Pilkada serentak Tahun 2024," kata Wakil Ketua Umum ICMI, Bidang Politik, Hukum, dan Hubungan Luar Negeri, Andi Anzhar Cakra Wijaya, Kamis (22/8).
"ICMI juga meminta kepentingan bangsa dan negara harus diutamakan dibandingkan kepentingan siapa pun juga," sambungnya
Kerajaan Masa Pahit dibawa peserta demo Jogja Memanggil di Kota Yogyakarta, Kamis (22/8/2024). Massa memprotes rencana pengesahan RUU Pilkada yang dinilai merusak demokrasi. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
.
Menurut Anzhar, putusan MK adalah keputusan konstitusional, sebagaimana Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945. MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.
ADVERTISEMENT
"Dalam hal ini, pembangkangan terhadap putusan MK di atas merupakan pelanggaran terhadap hak warga negara untuk mendapatkan banyak pilihan pasangan calon kepala daerah. Jika terjadi ketidakpastian pelaksanaan putusan MK dapat menimbulkan krisis konstitusi yang mengancam keberlangsungan sistem demokrasi konstitusional di Indonesia dan dikhawatirkan akan menjerumuskan Indonesia pada negara Kekuasaan bukan negara hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945," terang Anzhar.
Ilustrasi gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Ia juga menegaskan, kedudukan putusan MK dalam sistem hukum nasional setara dengan UU untuk dilaksanakan. Untuk itu, KPU sebagai pelaksana hukum wajib melaksanakan putusan MK yang bersifat final dan mengikat.
"Guna menjamin dan melindungi hak konstitusional partai politik peserta Pemilu 2024 dalam mengusung pasangan calon dalam Pilkada Serentak 2024 serta mewujudkan Pilkada yang demokratis, fair dan adil, maka sebaiknya KPU agar segera menerbitkan revisi peraturan KPU No. 8 Tahun 2024 Tentang Pencalonan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati Serta Walikota dan Wakil Walikota," ujar Anzhar.
ADVERTISEMENT
Hal demikian, kata dia, sudah sesuai dengan prinsip kewajiban hukum KPU untuk menyelenggarakan pemilihan berdasarkan prinsip mandiri, profesional, berkepastian hukum, dan adil, terang Anzhar lagi.
"Demikian pula Bawaslu sesuai desain lembaga penyelenggara pemilu harus melaksanakan fungsi checks and balances untuk memastikan putusan MK dilaksanakan oleh KPU. Apabila mereka tidak melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana diperintahkan UU, maka DKPP berdasarkan laporan/pengaduan masyarakat sepatutnya memberikan sanksi maksimal atas tindakan penyelenggara pemilu yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pemilu demokratis," kata Anzhar.
Mahasiswa berusaha menerobos barikade polisi saat melakukan aksi menolak RUU Pilkada di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Menurut Anzhar, sebagai negara hukum, Indonesia harus ditopang oleh sistem politik demokrasi. Karena seluruh penyelenggara Pemilu harus patuh terhadap peraturan Perundang-undangan dan putusan lembaga peradilan.
Karena itu, ICMI mengimbau agar KPU, Bawaslu, dan DKPP harus menyadari kedudukan konstitusionalnya sebagai lembaga yang bersifat mandiri berdasarkan Pasal 22E ayat (5) UUD NKRI 1945. Sebagai lembaga yang dijamin konstitusi, KPU mempunyai tanggung jawab konstitusional untuk menyelenggarakan pilkada yang adil dan berintegritas.
ADVERTISEMENT
Menurut Anzhar, sesuai dengan prinsip kemandirian KPU perlu menempatkan pada posisi yang pro-justitia dan terlepas dari segala kekuatan eksternal yang menghambat keadilan Pilkada baik secara hukum, etika, dan moral, apalagi perlawanan terhadap konstitusi, demikian tutur Anzhar.
"Kami percaya KPU punya kepekaan sosial dan politik terhadap segala upaya yang mengancam demokrasi Indonesia," pungkas Anzhar.