ICW Desak Yasonna Batalkan Cuti Menjelang Bebas Nazaruddin

17 Juni 2020 21:39 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/2). Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/2). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sudah bebas dari Lapas Sukamiskin. Meski, meski ia bebas dalam rangka cuti menjelang bebas. Ia baru bebas murni pada 13 Agustus 2020.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, sempat muncul sorotan sebab ia seharusnya baru bisa bebas pada 2024. Hal itu kemudian terjawab bahwa Nazaruddin mendapat remisi hingga 49 bulan atau sekitar 4 tahun dari Kementerian Hukum dan HAM.
Pemberian remisi tersebut dikritik oleh Indonesian Corruption Watch (ICW). "Atas peristiwa ini, Indonesia Corruption Watch memiliki beberapa catatan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, Rabu (17/6).
Pertama, pemberian remisi terhadap Nazaruddin dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Kurnia mengatakan, dalam pasal 34 A ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 disebutkan bahwa syarat terpidana kasus korupsi dapat remisi di antaranya bersedia bekerja sama dengan penegak hukum sebagai Justice Collaborator.
"Sedangkan menurut KPK, Nazaruddin sendiri tidak pernah mendapatkan status sebagai JC," kata Kurnia.
Muhammad Nazaruddin Foto: ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
Kedua, pemberian remisi kepada Nazaruddin dinilai menguatkan indikasi bahwa Kemenkumham tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi dengan mengabaikan aspek penjeraan bagi pelaku kejahatan.
ADVERTISEMENT
"Sebab, berdasarkan putusan dua perkara korupsi yang menjerat Nazaruddin, seharusnya terpidana ini baru dapat menghirup udara bebas pada tahun 2024 atau setelah menjalani masa pemidanaan 13 tahun penjara," kata Kurnia.
"Dengan model pemberian semacam ini, maka ke depan pelaku kejahatan korupsi tidak akan pernah mendapatkan efek jera," sambungnya.
Ketiga, keputusan Kemenkumham untuk memberikan remisi pada Nazaruddin dinilai telah mengabaikan kerja keras penegak hukum dalam membongkar praktik korupsi. Terlebih lagi, kata Kurnia, kasus Wisma Atlet yang menjerat Nazaruddin ini memiliki dampak kerugian negara yang besar, yakni mencapai Rp 54,7 miliar.
"Tak hanya itu, Nazaruddin juga dikenakan pasal suap karena terbukti menerima dana sebesar Rp 4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah. Bahkan aset yang dimilikinya sebesar Rp 500 miliar pun turut dirampas karena diduga diperoleh dari praktik korupsi," ujarnya.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana Foto: Nadia Riso/kumparan
Keempat, Kurnia mengatakan pada akhir tahun 2019 Ombudsman sempat menemukan ruangan yang ditempati Nazaruddin di Lapas Sukamiskin lebih luas dibanding sel terpidana lainnya. Ia menyebut, jika temuan ini benar, maka semestinya Kemenkumham tidak dapat memberikan penilaian baik kepada Nazaruddin sesuai pasal 34 ayat (2) huruf a PP 99/2012.
ADVERTISEMENT
"Ditambah lagi poin berkelakuan baik tersebut merupakan salah satu syarat wajib untuk mendapatkan remisi," sambungnya.
Atas dasar itu ICW meminta kepada Yasonna H. Laoly selaku Menkumham membatalkan cuti menjelang bebas Nazaruddin.
"ICW menuntut agar Menteri Hukum dan HAM segera menganulir keputusan cuti menjelang bebas atas terpidana Muhammad Nazaruddin," kata Kurnia.
"Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi kinerja Menteri Hukum dan HAM karena telah abai dalam mengeluarkan keputusan," imbuh dia.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.