Imigrasi Tangkap 8 WN India Sindikat Pemalsu Visa

18 Januari 2017 18:13 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie (Foto: Akbar Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie (Foto: Akbar Ramadhan/kumparan)
8 warga negara India ditangkap Imigrasi Jakarta Pusat karena diduga memalsukan dokumen. Mereka ditangkap di salah satu apartemen di bilangan Kemayoran, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
"Dari barang bukti yang ditemukan ini, maka untuk sementara ini mereka dipersangkakan merupakan sebuah sindikat pemalsuan dokumen visa dan juga dokumen lain dalam rangka untuk bisa mendapat pekerjaan di negara lain, " kata Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F Sompie dalam keterangan persnya di Kantor Imigrasi Jakarta Pusat, Rabu (18/1).
Pihak imigrasi mendapatkan informasi suatu jaringan yang melakukan kegiatan pemalsuan visa asing negara lain dan cap keimigrasian negara lain oleh salah satu warga Negara India bernama Viki. Mereka memalsukan dokumen untuk bisa mendapatkan pekerjaan di negara lain.
"Rangkaian perbuatannya bisa dikategorikan unsur pasal 120 Undang-Undang no 6 tahun 2011, tujuh orang India minta tolong kepada warga negara India yang sudah lama di Indonesia yaitu Viki untuk bisa menjadikan dia bisa kerja di negara lain," jelas Ronny.
ADVERTISEMENT
Barang bukti yang diperoleh petugas imigrasi ialah cap keimigrasian negara lain, stiker visa negara New Zealand yang diduga palsu dan juga beberapa dokumen-dokumen perusahaan yang diduga fiktif dan diduga dokumen tersebut digunakan untuk pengajuan izin tinggal.
"Barang bukti ada 4 paspor yang diterbitkan oleh Republic of India kemudian ada beberapa alat komunikasi kemudian cap perusahaan ada cap visa, lalu ada stiker visa diduga palsu negara New Zealand," lanjut Ronny.
Para warga negara India ini memalsukan dokumen untuk tujuan bisa bekerja di negara-negara seperti Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa. Warga negara asing ini bisa dihukum maksimal lima tahun penjara dengan denda 500 juta rupiah.