Ini Alasan KPK Geledah Rumah La Nyalla

16 April 2025 11:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK mengungkap alasan menggeledah rumah anggota DPD RI, La Nyalla Mattalitti, di Surabaya pada Senin (14/4). Penggeledahan ini terkait penyidikan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat dari APBD Jatim.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, mengatakan rumah La Nyalla digeledah karena pernah menjabat sebagai pimpinan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Timur.
"Terkait dengan penyidikan perkara dana hibah, pada saat yang bersangkutan (La Nyalla) sebagai Ketua KONI," kata Fitroh saat dikonfirmasi, Rabu (16/4).
Suasana rumah La Nyalla Mahmud Mattalitti di Surabaya, Senin (14/4/2025). Foto: Farusma Okta Verdian/kumparan
Diketahui, La Nyalla memang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua KONI Jawa Timur periode 2010-2019.
Namun demikian, Fitroh belum merinci lebih lanjut terkait barang bukti yang disita penyidik dari penggeledahan tersebut.
KPK tengah melakukan serangkaian penggeledahan terkait penyidikan korupsi dana hibah tersebut. Kemarin, Selasa (15/4), KPK juga telah menggeledah Kantor KONI Jatim.
Dari sana disita sejumlah dokumen terkait pengajuan dana hibah untuk PON Papua pada 2021. Ada pula sejumlah surat keterangan (SK) lainnya.
ADVERTISEMENT

Respons La Nyalla

Bakal calon Ketua DPD 2024-2029 La Nyalla Mattalitti berjalan saat mengikuti sidang pemilihan pimpinan DPD masa jabatan 2024-2029 di Ruang Paripurna Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (1/10/2024). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
La Nyalla Mahmud Mattalitti buka suara setelah rumahnya di kawasan Mulyorejo, Surabaya, di geledah oleh KPK. Ia mengaku tak mengenal mantan Ketua DPRD Jawa Timur, Kusnadi, yang diduga terlibat dalam perkara ini
“Saya juga tidak tahu, saya juga tidak pernah berhubungan dengan Saudara Kusnadi,” kata La Nyalla dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (14/4).
La Nyalla mengaku tidak mengenal Kusnadi dan tidak mengetahui persoalan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kusnadi.
“Apalagi saya juga tidak kenal sama nama-nama penerima hibah dari Kusnadi. Saya sendiri juga bukan penerima hibah atau pokmas. Karena itu, pada akhirnya di surat berita acara hasil penggeledahan ditulis dengan jelas, kalau tidak ditemukan barang atau uang atau dokumen yang terkait dengan penyidikan,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
La Nyalla mengaku mengetahui rumahnya digeledah dari penjaga rumahnya dari pesan singkat. Dari laporan penjaga rumahnya tidak ada barang bukti yang di sita dari penggeledahan tersebut.
“Cuma yang jadi pertanyaan saya, kok bisa alamatnya rumah saya. Padahal saya tidak ada hubungan apa pun dengan Kusnadi,” tuturnya.

Kasus Dana Hibah

Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simandjuntak. Sahat diduga menerima suap terkait dana hibah untuk kelompok masyarakat. Dana hibah ini dinamai hibah pokok pikiran (pokir).
Terkait dana hibah yang bersumber dari APBD Pemprov Jatim. Dalam tahun anggaran 2020 dan 2021, APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat di Jatim.
ADVERTISEMENT
Praktik suap diduga sudah terjadi untuk dana hibah tahun anggaran 2020 dan 2021. Sahat yang merupakan politikus Golkar dan seorang pihak lain bernama Abdul Hamid diduga kemudian bersepakat untuk praktik tahun anggaran 2022 dan 2023.
Sahat sudah menjalani proses sidang dan divonis 9 tahun penjara. Pengembangan kasusnya saat ini tengah diusut.
Dalam pengembangan itu, KPK telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka, tapi identitasnya belum dibeberkan. Begitu juga konstruksi kasusnya.
Berdasarkan perannya, empat tersangka merupakan penerima. Tiga orang di antaranya merupakan penyelenggara negara. Sementara, satu lainnya adalah staf dari penyelenggara negara.
Sementara, 17 tersangka sisanya berperan sebagai pemberi. Sebanyak 15 orang berasal dari pihak swasta dan dua orang lainnya merupakan penyelenggara negara.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, KPK juga turut memeriksa sejumlah saksi. Salah satunya adalah Abdul Halim Iskandar. Mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes-PDTT), itu diperiksa di Jawa Timur pada Selasa (17/12/2024).
Teranyar, penyidik KPK juga memeriksa Anggota DPR RI Anwar Sadad (AS) dan beberapa pihak swasta soal kepemilikan aset terkait kasus ini pada Kamis (9/1/2025). Dia diperiksa dalam kapasitasnya saat menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Jatim.