Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
INSIDE: Denyut Penjara Perempuan Tangerang
9 Januari 2017 15:21 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
ADVERTISEMENT
Mari sini, ikut kami berkunjung ke penjara. Jangan bayangkan penjara selalu identik dengan kesan suram dan dingin. Tak mesti begitu.
ADVERTISEMENT
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang misalnya. Begitu memasuki gerbang lapas, mata langsung disambut pemandangan hijau. Lapangan bola membentang di sisi kanan, sementara lapangan voli di bagian kiri.
Suasana begitu asri, dengan angin sepoi bertiup. Taman dan pepohonan berpadu manis, seakan hendak mengenyahkan cerita pahit para penghuninya.
Simak salah satu kisah penghuninya: Riany, Mengasuh Anak di Balik Jeruji
Tim kumparan disambut Ibu Victoria, Kepala Subseksi Registrasi dan Bimbingan Kemasyarakatan Lapas Wanita Tangerang. Ia mengantar kami ke ruang tamu yang sederhana dan luas.
Saat itu, kebetulan, para narapidana perempuan sedang berkumpul di ruangan itu. Mereka berkerumun di dekat lemari kaca berisi deretan long dress yang biasa dipakai napi untuk tampil di acara kasidahan. Busana-busana itu terlihat apik, berhias payet.
ADVERTISEMENT
Para narapidana, yang di lapas disebut warga binaan, membongkar isi lemari dan mencoba memakai busana yang seragam itu. Mereka terlihat cantik dan riang, bagai memancarkan sisi lain dari diri mereka yang tak terlihat sebelumnya.
Sisi lain itu juga terlihat saat warga binaan mengikuti kebaktian di gereja yang berada di kompleks lapas, atau pengajian di dalam lapas. Gereja dan aula itu terletak berdampingan.
Meski masjid ada dalam kompleks lapas, ukuran aula yang lebih besar membuat ruangan itu kerap difungsikan menjadi tempat pengajian warga binaan.
Kadang, ibadah bagi warga binaan Islam dan Kristen berlangsung berbarengan, di lokasi yang bersebelahan. Keyboard dimainkan mengiringi nyanyian kebaktian, sedangkan lantunan lagu-lagu kasidah mengalun dari aula.
Ibadah narapidana berbeda agama tersebut tak pernah saling mengganggu. Mereka berpadu dalam harmoni di lapas.
ADVERTISEMENT
Andai saja tiap sudut di dunia bisa sedamai itu...
Yuk, sekarang kita lihat bagian lain. Berjalan sedikit lebih jauh ke dalam area lapas, terdapat lorong yang akan mengantarkan kita ke dapur.
Hmm… semerbak aroma sedap masakan langsung tercium. Wangi racikan bawang yang digoreng dengan garam dan sedikit capai langsung menggugah selera, membuat perut langsung berisik berbunyi.
Hari itu, sop dan ayam pedas dihidangkan sebagai menu santap malam bagi para narapidana.
Masuk ke dapur lapas terasa luas dan bersih. Nuansa biru mendominasi. Di salah satu sudut, kompor gas dan panci besar berisi makanan berjejer. Ada pula kardus berisi mi instan.
Salah seorang napi terlihat melenggang masuk ke dapur, lalu memasak mi rebus sendiri, lengkap dengan sayur dan telur.
ADVERTISEMENT
Duuh, betul-betul bikin makin lapar…
Tak jauh dari dapur, berdiri beberapa blok sel tempat para narapidana melakukan kegiatan sehari-hari. Satu sel diisi oleh 6-8 orang. Mestinya sih, jika sesuai kapasitas, satu sel hanya 4 orang. Kelebihan kapasitas memang jadi masalah di semua lapas.
Di sela jeruji sel, tampak baju-baju yang digantung, termasuk baju bayi dan mukena. Beberapa penghuni lapas memang membawa anak mereka yang masih bayi ke dalam lapas.
Blok-blok sel di Lapas Tangerang dibangun mengelilingi halaman hijau yang luas. Nyaman sekali. Kaki langsung menjejak rumput hijau begitu keluar dari blok sel.
Lebih jauh ke dalam blok lapas, berdiri rumah kaca atau greenhouse yang digunakan warga binaan untuk bercocok tanam. Rumah kaca itu sederhana saja, dengan sejumlah tanaman hijau tergantung di tepi.
ADVERTISEMENT
Jika senja menjelang, para narapidana duduk berkeliling di sekitar rumah kaca itu sembari bersenda gurau dan menikmati belaian sejuk angin sore.
Rumah kaca itu memang jadi tempat kumpul-kumpul favorit warga binaan.
Oke, perjalanan tim kumparan menjelajah Lapas Tangerang usai sudah. Hari telah larut, dan para narapidana harus kembali ke blok masing-masing.
Sehari di Lapas Tangerang bagai memasuki dunia lain. Prasangka bahwa lapas merupakan tempat muram, luruh sudah.
Di lapas itu, terasa benar kebersamaan para narapidana. Dinding lapas yang biasa dilukiskan “dingin”, ternyata menawarkan kehangatan bagi penghuninya.
“Please remember: things are not what they seem,” ujar penulis tersohor Jepang, Haruki Murakami, dalam salah satu buku bestseller-nya.
Sampai jumpa di INSIDE berikutnya!
ADVERTISEMENT