Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Isoter Bagi Pasien COVID-19 Gejala Ringan: Cegah Nakes Berjatuhan; OTG Keluyuran
7 Februari 2022 6:01 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Kasus COVID-19 di Indonesia kembali meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Peningkatan kasus baru salah satunya disebabkan oleh penyebaran varian Omicron yang memiliki tingkat penularan tinggi.
ADVERTISEMENT
Terbaru pada Minggu (6/2), Kemenkes melaporkan penambahan kasus COVID-19 sebanyak 36.057 dalam 24 jam terakhir.
Jumlah ini lebih banyak dibandingkan pada Sabtu (5/2) kemarin yang mencapai 33.729 kasus. Secara keseluruhan, kasus positif COVID-19 di Indonesia sudah mencapai 4.516.480 kasus.
Tambahan kasus positif ini berdasarkan pemeriksaan 471.504 spesimen, yang berasal dari 265.559 orang. Sehingga, positivity ratenya hari ini mencapai 13,58 persen.
Naiknya kasus ini menambah jumlah orang yang harus menjalani isolasi. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengingatkan tidak semua yang terpapar COVID-19 harus dirawat di rumah sakit.
Menurut Budi, pasien tanpa gejala atau gejala ringan dan bukan lansia sebaiknya melakukan isolasi mandiri. Jika tidak bisa, maka dapat menggunakan fasilitas isolasi terpusat yang disediakan oleh pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT
"Bagi masyarakat yang terpapar dengan OTG (orang tanpa gejala) atau gejala ringan (batuk/pilek/demam namun saturasi >95%), yang tidak komorbid berat atau lansia, sebaiknya dirawat di rumah/isoter saja," kata Budi.
Menurut Budi, rumah sakit dapat menampung lebih banyak pasien COVID-19 dengan gejala berat atau pasien berkomorbid.
"Agar RS bisa digunakan oleh yang benar-benar membutuhkan. Ini beberapa data yang menunjukkan sebenarnya keterisian RS kita, kalau sesuai aturan Kemenkes, bisa berkurang 60%-70%," kata Budi.
Dalam data yang diberikan Budi, fasilitas isoter di Jakarta, yang merupakan provinsi dengan kasus corona tertinggi, memiliki kapasitas 2.167 orang. Sementara di Banten kapasitas isoter sebesar 694 orang. Kapasitas itu masih akan ditambah dalam beberapa waktu ke depan.
Anggota DPR Minta Perbanyak Isolasi Terpusat
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Golkar, Saniatul Lativa, meminta Kemenkes memaksimalkan kesiapan fasilitas isolasi terpusat di berbagai daerah untuk menghadapi ledakan kasus COVID-19.
ADVERTISEMENT
“Jika harus ke isolasi terpusat, Kementerian Kesehatan harus menyediakan tempat tidur, obat-obatan dan sumber daya yang memadai, terutama tenaga kesehatan,” kata Saniatul.
Hal ini bertujuan mencegah peristiwa yang terjadi pada gelombang varian Delta lalu. Saat itu, kapasitas rumah sakit dan isolasi terpusat milik pemerintah tidak mampu menampung pasien corona.
“Jangan sampai nanti justru tenaga kesehatan berjatuhan seperti gelombang kedua saat varian Delta melanda. Saya rasa pengalaman saat gelombang kedua cukup dijadikan sebagai acuan dalam penanganan gelombang ketiga ini,” tegasnya.
Ia menerangkan syarat-syarat pelaksanaan isolasi mandiri bagi pasien COVID-19. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi, Saniatul mendorong masyarakat memanfaatkan fasilitas isolasi terpusat milik pemerintah.
“Isolasi mandiri bisa dilakukan asal dengan syarat yang ketat, usia di bawah 45 tahun, tidak punya komorbid dan didukung dengan fasilitas di rumah yang tidak gabung dengan anggota keluarga yang lain, seperti kamar mandi dan peralatan lain terpisah,” tandas dia.
Anggota Komisi IX: Buat Isolasi Terpusat di Daerah untuk Cegah OTG Berkeliaran
Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, mendukung langkah Menkes Budi Gunadi Sadikin yang meminta pasien COVID-19 tanpa gejala atau gejala ringan melakukan isoter di tempat yang disediakan pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT
“Saya kira yang disampaikan Pak Menkes bagus ya. Untuk OTG dan gejala ringan bisa isolasi terpusat dalam rangka untuk mengontrol, mengevaluasi, dan ikut mengawasi,” ucap Rahmad.
Menurutnya, isolasi terpusat akan memudahkan pemerintah mengawasi pasien sehingga tingkat penularan varian corona Omicron dapat diminimalisir.
“Karena OTG dan gejala ringan cepat sekali (penularannya), proses penyebaran berkali-kali lipat dibandingkan Delta. Dengan terpusat, jadi bisa monitoring, mengawasi. Bisa dipertimbangkan wacana ini dijalankan. Dibuatkan isolasi-isolasi terpadu di daerah-daerah, mengapa tidak?” jelas dia.
Hal tersebut berbeda ketika pasien menjalankan isolasi mandiri di rumah. Potensi penyebaran tetap tinggi karena banyak pasien yang mengabaikan corona dan masih beraktivitas seperti biasa.
“Ketika banyak OTG dan banyak masyarakat anggap bahwa Omicron lebih ringan dibandingkan Delta, kemudian potensi untuk 'berkeliaran' atau pun aktivitas, justru itu kan membahayakan keluarga dan lingkungan,” sebutnya.
Politikus PDIP itu juga meminta kolaborasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengadaan fasilitas isolasi terpusat. Beberapa hal perlu diperhatikan seperti pembiayaan, infrastruktur, hingga sumber daya manusia.
ADVERTISEMENT
“Masalah pembiayaan, bisa dibicarakan. Apakah menggunakan dana pusat atau dana daerah? Silakan pemerintah yang mengkoordinasikan,” tutup dia.