Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pukul 22.00 WIB, kebakaran terjadi di sebuah rumah kosong. Rumah tersebut berdiri di tengah-tengah daerah padat hunian. Warga setempat melapor ke petugas pemadam kebakaran yang segera meluncur ke lokasi.
Dua unit pemadam yang terdiri dari mobil light pressure 2.500 liter dan mobil light rescue dikirim ke lokasi. Dua mobil itu membelah jalanan sempit di perumahan warga yang lebarnya hanya sekitar tiga meter. Keduanya sampai lokasi tepat waktu.
Masalah muncul saat mobil pemadam lain, berjenis medium pressure 4.000 liter, menyusul ke lokasi kejadian. Badan mobil yang sedikit lebih besar tak bisa mulus melewati jalanan itu. Bukan karena jalanan tak muat, namun karena ada mobil yang parkir di bahu jalan.
Peristiwa itu terjadi di di Jalan Mangga, Kelurahan Gandaria Selatan, Jakarta Selatan, 22 Agustus 2021 lalu. Dalam sebuah video viral di Instagram, petugas sampai terpaksa melambatkan mobil dan bermanuver melewati jalan itu agar tak kena mobil warga.
Ngatiyo, Komandan Peleton Damkar Grup A Sektor V Cilandak yang sudah tiba di lokasi lebih dulu menginformasikan kepada mobil bala bantuan pemadam itu agar jangan memaksakan lewat.
"Diusahakan juga tapi jangan memaksakan untuk masuk karena antisipasi nanti takutnya mobil kita terjeblos, karena kiri-kanannya itu ada got. Kita juga antisipasi juga ke situ karena kalau sampai terjeblos kita akan rugi sendiri," kata Ngatiyo kepada kumparan di Pos Pemadam Cipete, Cilandak, Sabtu (20/11).
Malam itu, mobil pemadam bantuan itu berhasil lewat dengan konsekuensi menyenggol mobil yang parkir sembarangan di bahu jalan. Beruntung kebakaran bisa dipadamkan meski waktu respons terhambat.
Selepas kejadian itu, Ngatiyo berpesan agar masyarakat tak parkir di pinggir jalan. Salah satu dampak fatalnya adalah menyulitkan tim pemadam jika terjadi kebakaran.
"Mereka parkir di gang-gang jalan, mereka tidur lelap. Ketika terjadi kebakaran mereka juga enggak akan dengar, enggak tahu. Ini dampaknya akan sangat luar biasa. Dari mungkin hanya satu rumah, kalau terjadi rambatan jadi 3-5 rumah terbakar," katanya.
Namun, tiga bulan usai peristiwa tersebut, kumparan menemukan bahwa pada Kamis (18/11) di Jalan Mangga masih terdapat mobil yang parkir di bahu jalan. Tepat di lokasi mobil yang menghalangi laju damkar tadi.
Tak ada yang berubah.
Alasan Parkir Sembarangan
Sulitnya mencari lahan parkir di dekat tempat tinggal menjadi masalah bagi sebagian pengguna mobil yang tak punya garasi di Jakarta. Sebagian dari mereka merasa tak ada jalan lain kecuali memarkirkan mobilnya tak sesuai aturan.
Steven, misalnya, sempat memilih memarkirkan mobilnya selama tiga bulan di jalan kompleks di daerah Pancoran, Jakarta Selatan. Awalnya, saat baru membeli mobil, pria perantau dari luar kota ini menitipkan mobil di rumah saudaranya.
Akan tetapi, karena jaraknya dirasa terlalu jauh dari tempat kerja, Steven pun memindahkan mobilnya ke indekos tempatnya tinggal. Karena kebetulan parkir mobil penuh, sang penjaga kos parkir merekomendasikan padanya untuk parkir mobil di area kompleks dekat kos tersebut.
"Itu di jalan sih bukan di area parkir khusus. Cuma memang ya, orang-orang yang ngekos ada yang juga pakai (parkir) di sana gitu," kata Steven yang enggan menyebut nama sebenarnya, Selasa (16/11), di indekosnya.
Tarif parkir di jalan kompleks itu Rp100 ribu per bulan. Menurut Steven, tarif itu digunakan sebagai biaya retribusi parkir dan keamanan para peronda yang menjaga portal komplek itu. Izinnya didapat dari pengurus RT.
Fauzria Wulandaru, warga Kemayoran, Jakarta Pusat, juga punya mobil tapi tak punya garasi. Awalnya keluarga Wulan tak ada niat beli mobil karena memang tak bisa mengendarainya.
Selain itu, rumah mereka juga berada di dalam gang yang tak mungkin masuk mobil. Meski begitu, keluarga Wulan memutuskan beli mobil karena ada tawaran mendadak dari saudaranya yang akhirnya diterima.
Tiadanya lahan parkir mobil pribadi membuat keluarga Wulan putar otak. Pertama, ia sewa garasi tetangga dengan biaya Rp350 ribu per bulan. Setelah tetangga itu pindah, Wulan pun memarkirkan mobilnya di lahan parkir ITC Cempaka Mas dengan tarif Rp750 ribu untuk tiga bulan.
Baik Steven maupun Wulan sama-sama punya harapan, ada persewaan parkir di perumahan. Hal ini dianggap bisa membantu mereka yang punya mobil tapi tak punya parkiran atau garasi sendiri.
Krisis Parkir
Menurut data BPS, laju pertumbuhan jumlah mobil di DKI Jakarta terus menanjak dari tahun ke tahun. Dari 2.668.777 pada 2017, jumlah mobil penumpang naik jadi 3.365.467 per 2020.
Kenaikan jumlah mobil ini tidak berbanding lurus dengan jumlah satuan ruang parkir (SRP). Data Unit Pengelola Perparkiran Dishub DKI Jakarta per Agustus 2021 menyebut hanya tersedia 717.755 satuan ruang parkir bagi kendaraan roda empat, baik on street maupun off street.
Membandingkan dua data tersebut, SRP kendaraan roda empat hanya memenuhi 21,33 persen dari total jumlah mobil yang ada di DKI. Artinya terdapat 2.647.712 mobil yang tak punya tempat parkir di Jakarta. Apakah Jakarta krisis parkir?
"Kalau dibilang krisis enggak, ya, karena memang enggak ada kewajiban pemerintah untuk menyediakan lahan parkir sama dengan kebutuhannya jumlah kendaraannya," kata Kasubag Keuangan UP Perparkiran Dishub DKI, Dhani Grahutama, saat ditemui di kantornya di Pulo Gadung, Jakarta Timur, Senin (22/11).
Menurut Dhani, akan terjadi masalah beruntun jika Pemprov DKI menambah kapasitas ruang parkir. Di antaranya pertumbuhan kendaraan makin meningkat sehingga di saat yang sama dibutuhkan peningkatan kapasitas jalan.
"Padahal kapasitas jalan pun setiap tahun hanya (bertambah) 0,01 persen. Pertumbuhan kendaraan bisa sampai 10 persen. Kalau kita menambah ruang parkir di DKI Jakarta, maka yang terjadi di jalan juga bakal macet," kata Dhani.
Ketimbang menambah ruang parkir, menurut Dhani, pemprov DKI mendorong masyarakat agar rajin menggunakan angkutan umum. Pertimbangannya, lalu lintas akan semakin lancar karena penggunaan mobil pribadi berkurang. Selain itu, hal ini juga berkontribusi pada pelestarian lingkungan.
Dhani mengakui bahwa parkir mobil sembarangan menyebabkan aktivitas pengguna jalan lainnya terganggu. Selama ini, pihaknya menindak pemarkir mobil liar dengan menderek dan mengenakan denda Rp500 ribu per hari.
Namun, di saat yang sama, Dhani mengakui tak bisa menindak orang yang punya mobil tapi tak punya garasi. Sebab, meski hal itu diatur di Perda DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 pasal 140 (1), akan tetapi tidak ada ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi dan implementasi aturan tersebut.
"Untuk implementasinya hingga kini memang belum bisa diterapkan, karena Peraturan Gubernurnya belum terbit," kata Dhani.
Lalu bagaimana jika warga DKI menemukan kejadian parkir sembarangan di lingkungan sekitar rumah atau di jalan raya?
"Biasanya disampaikan melalui JAKI. Dan kalau sudah masuk JAKI biasanya, kami dari Dinas Perhubungan harus follow up untuk melakukan penindakan penderekan," tuturnya.
Banyaknya jumlah mobil yang tak sebanding dengan lahan parkir membuat sebagian orang akhirnya membuka jasa penyewaan lahan parkir liar. Bermodalkan lahan terbengkalai mereka bisa meraup untung jutaan tiap bulannya.
Dhani menyebut, status lahan parkir tersebut adalah ilegal dan sewaktu-waktu bisa disegel. Sebab, menurutnya sesuai dengan Perda Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perparkiran, setiap lahan parkir wajib mengantongi izin pemprov DKI.
Bagaimana kisah persewaan jasa parkir di DKI dan seperti apa besaran keuntungannya? Simak liputannya pada artikel berikut ini: