Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Jaksa Sindir Hakim Agung Gazalba Saleh: Berkukuh Pakai Masker, padahal Tak Sakit
5 September 2024 16:22 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyinggung tindakan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh yang kerap memakai masker saat persidangan kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Padahal, Gazalba menjalani persidangan dalam kondisi tidak sakit.
ADVERTISEMENT
Mulanya, jaksa menyebut bahwa Gazalba selaku Hakim Agung mestinya memiliki pemahaman dalam menjunjung tinggi kehormatan lembaga peradilan dan memuliakan proses persidangan.
Akan tetapi, Gazalba justru tak menunjukkan muruahnya tersebut sebagai Hakim Agung.
"Terdakwa sebagai Hakim Agung yang akrab dengan panggilan Yang Mulia atau YM, tentunya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi selain itu mempunyai pengalaman sebagai hakim ad hoc Tipikor pada Pengadilan Negeri," ujar jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (5/9).
"Atas hal tersebut, seharusnya terdakwa paham bagaimana cara menjunjung tinggi kehormatan lembaga peradilan dan memuliakan proses persidangan," lanjut jaksa.
Jaksa pun membeberkan fakta-fakta selama proses persidangan yang disebut tak menunjukkan muruah Gazalba sebagai Hakim Agung.
"Satu, saat memeriksa terdakwa, terdakwa berkukuh untuk memakai masker, meskipun Penuntut Umum melalui Majelis Hakim meminta terdakwa untuk membuka masker agar suaranya jelas," tutur jaksa.
ADVERTISEMENT
"Padahal, pada saat itu, kondisi terdakwa dalam keadaan sehat dan dapat memberikan keterangan dengan baik," sambungnya.
Kemudian, jaksa menyebut bahwa Gazalba kerap berusaha menutupi fakta dengan tidak menjawab secara lugas setiap pertanyaan. Lalu, jaksa menuturkan bahwa Gazalba juga hanya menjawab pertanyaan yang sekiranya menguntungkan dirinya.
"Apabila dirasa tidak menguntungkan, dengan cepat terdakwa mengatakan lupa atau tidak tahu," ucap jaksa.
"Hal ini sangat disayangkan. Seharusnya terdakwa sebagai pengadil dalam lembaga peradilan tertinggi tetap menjunjung nilai kejujuran dan kebenaran. Bukan justru mengaburkan fakta demi menutupi kesalahan," sebutnya.
Atas sikapnya tersebut, jaksa menilai Gazalba tidak memberikan teladan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan TPPU. Ironisnya, dia justru terlibat dalam dua kejahatan tersebut.
"Fakta ini nyata-nyata melanggar sumpah yang diucapkannya saat diangkat sebagai Hakim Agung di antaranya tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan koruptif," pungkas jaksa.
ADVERTISEMENT
Adapun dalam perkara yang menjerat Gazalba Saleh, jaksa menuntutnya dengan 15 tahun penjara serta membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Tak hanya itu, Gazalba Saleh juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar SGD 18 ribu dan Rp1.588.085.000 selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Jika dalam jangka waktu tersebut Gazalba tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal Gazalba tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka ia dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun.
Dakwaan Gazalba Saleh
Gazalba Saleh didakwa menerima gratifikasi terkait pengaturan vonis kasasi. Nilainya hingga ratusan juta rupiah.
Pemberi gratifikasi adalah Jawahirul Fuad. Ia adalah pemilik usaha UD Logam Jaya yang terlibat kasus hukum pengelolaan limbah B3 tanpa izin. Ia menjadi tersangka dalam kasus itu.
ADVERTISEMENT
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jombang, Jawahirul Fuad dinyatakan bersalah dan dihukum 1 tahun penjara. Hukumannya diperkuat putusan banding Pengadilan Tinggi Surabaya.
Menghadapi kasasi, Jawahirul disebut kemudian mencari jalur pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Ia kemudian berkenalan dengan Ahmad Riyadh. Kemudian diketahui bahwa majelis kasasi diketuai Desnayeti dengan hakim anggota Yohanes Priyatna dan Gazalba Saleh.
Ahmad Riyadh kemudian yang menghubungkan Jawahirul Fuad dengan Hakim Agung Gazalba Saleh. Jawahirul diminta menyediakan uang Rp 500 juta.
Ahmad Riyadh bertemu Hakim Agung Gazalba Saleh pada 30 Juli 2022. Permintaan Jawahirul pun disampaikan.
Atas penyampaian itu, Hakim Agung Gazalba Saleh kemudian meminta asistennya, Prasetio Nugroho, membuat resume perkara. Isinya, memberikan putusan untuk mengabulkan kasasi Jawahirul Fuad. Padahal, berkas perkara belum diterima Hakim Agung Gazalba Saleh.
ADVERTISEMENT
Pada 6 September 2022, digelar musyawarah putusan. Hasilnya, kasasi dikabulkan, Jawahirul dinyatakan bebas atau dakwaan tidak terbukti.
Usai putusan, penyerahan uang dilakukan. Yakni pada September 2022 di Bandara Juanda. Ahmad Riyadh menyerahkan uang kepada Hakim Agung Gazalba Saleh sebesar SGD 18 ribu atau setara Rp 200 juta.
Ahmad Riyadh kemudian meminta tambahan uang kepada Jawahirul sebesar Rp 150 juta. Total uang yang diterima Ahmad Riyadh adalah Rp 450 juta, sedangkan Hakim Agung Gazalba Saleh Rp 200 juta. Keduanya menerima total Rp 650 juta dari Jawahirul Fuad.
Tak hanya itu, Gazalba juga didakwa melakukan pencucian uang. Uang yang diduga dari hasil pidana diduga digunakan untuk sejumlah kepentingan pribadi.
Terkait pencucian uang itu, jaksa memaparkan bahwa Gazalba Saleh pernah menerima sejumlah gratifikasi. Nilai totalnya hingga Rp 46,4 miliar. Penerimaan uang itu kemudian menjadi pencucian uang.
ADVERTISEMENT
Bentuk pencucian uang bermacam-macam. Mulai dari membeli mobil, tanah dan bangunan, hingga ‘ngebom’ KPR.