JDN IDI Minta Pemerintah Beri Jalan Keluar bagi Dokter PPDS yang Burn Out

21 Agustus 2024 15:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi dokter. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dokter. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Koordinator Junior Doctor Network (JDN) IDI, dr. Tommy Dharmawan, Sp.BTKV, Ph.D, menilai perlunya solusi yang tepat bagi dokter mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Salah satunya terkait dengan jumlah biaya yang besar ketika dokter tersebut mundur dari pendidikan.
ADVERTISEMENT
JDN yang merupakan bentukan PB IDI ini adalah wadah yang memfasilitasi dokter-dokter Indonesia berusia di bawah 40 tahun.
Tommy mengacu kepada kematian dokter Aulia Risma Lestari (30), dokter RSUD Kardinah Kota Tegal yang sedang menempuh studi di PPDS Prodi Anestesi di FK Universitas Diponegoro (Undip) bertempat di RS Kariadi Semarang.
Isunya, Aulia pernah ingin resign tetapi terhalang dengan mahalnya penalti yang harus dibayarkan. Sebab, dia kuliah PPDS dengan beasiswa. Pada akhirnya, penderitaannya berujung kematian.
"Nah, lalu kita lihat juga pada beberapa kasus, pada kasus Aulia Risma ya, beliau kalau yang saya dengar ya, beliau ingin resign, tetapi tugas belajar dari pemerintah daerah, tugas belajar itu kalau tidak selesai tentu saja akan ada penalti. Penaltinya bisa ratusan juta rupiah," kata Tommy dalam konferensi pers secara daring, Rabu (21/8).
ADVERTISEMENT
"Itu kan jadi suatu simalakama ya, ketika (mahasiswa) PPDS sudah burn out, sudah pengin keluar, sudah merasa tidak cocok, nah itu harus diberikan way out. Karena ketika PPDS keluar ini yang bermasalah adalah nilai dari akreditasi dari program studi itu turun kalau PPDS keluar dari yang tidak seharusnya waktu belajarnya," sambungnya.
Tommy Dharmawan Koordinator Junior doctor network IDI. Foto: Dok. IDI
Sehingga, kata Tommy, hal itu menjadi poin penting bagi pemerintah untuk menyiapkan 'jalan keluar' yang bisa ditempuh PPDS jika mengalami burn out.
"Poin penting buat pemerintah untuk atasinya bagaimana kalau ada PPDS burn out itu ataupun ingin keluar karena tidak sesuai dengan pola kerjanya misalnya tidak kuat dengan jam kerjanya, tentu saja PPDS anastesi itu jam kerjanya berat ya seperti penyakit dalam dan bedah, kalau tidak kuat berikan way outnya," ucapnya.
ADVERTISEMENT
"Misalnya kalau tugas belajar harus bayar ya minimal pemerintah bisa bantu carikan way outnya, karena RS Vertikal atau prodi bukan ranah mereka untuk tidak memberikan way out penaltinya," sambungnya.
Menurut Tommy, harus ada cara yang mudah bagi dokter PPDS untuk keluar jika sudah burn out.
"Juga kementerian pendidikan, atau nanti ada hospital base, itu kalau ada PPDS burn out depresi sehingga harus keluar itu harus dipermudah. Sehingga yang terjadi kepada dokter Aulia Risma itu mungkin salah satunya masalah tadi beban yang harus dia tanggung, ketika memang tugas belajar enggak bisa, harus ada penaltinya," ucapnya.
"Kita sekarang lihat LPDP biayai PPDS ini, itu juga way outnya untuk para penerima beasiswa LPDP ketika mereka tidak kuat program PPDS, karena di luar negeri seperti di Indonesia tugasnya berat," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Dokter Aulia ditemukan tewas di kosannya, Rabu (14/8/2024). Polisi menduga Aulia bunuh diri karena tak kuat menahan bullying selama menjalani PPDS berdasar buku hariannya.
Universitas Diponegoro (Undip) Semarang menyangkal Aulia bunuh diri karena bullying.
"Mengenai pemberitaan meninggalnya almarhumah berkaitan dengan dugaan perundungan yang terjadi, dari investigasi internal kami, hal tersebut tidak benar," tegas Rektor Undip Suharnomo melalui keterangan tertulis, Kamis (15/8).