Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Peristiwa penembakan misterius (Petrus ) merupakan salah satu pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia. Tragedi ini tepatnya terjadi di era Orde Baru saat Presiden Soeharto berkuasa.
ADVERTISEMENT
Kala itu, terjadi penembakan di kota-kota besar pada tahun 1982 hingga 1985. Peristiwa ini tak lepas dari kondisi ekonomi yang semakin tak menentu sejak tahun 1970-an.
Kondisi perekonomian lalu semakin memburuk ketika harga minyak dunia anjlok di tahun 1980-an. Dari yang awalnya 35 dolar AS per barelnya menjadi 10 dolar AS per barel. Indonesia pun mengalami kebangkrutan lantaran 80 persen pemasukan negara dihasilkan dari penjualan minyak.
Pemerintah mulai melakukan pemotongan subsidi terhadap energi dan pangan. Penurunan nilai mata uang rupiah atau devaluasi pun terjadi hingga 27,6 persen. Soeharto juga mulai menerapkan kebijakan yang bercermin pada liberalisasi, negara saat itu berupaya keras menarik investor asing. Salah satu caranya adalah dengan menawarkan buruh murah.
Akibatnya, demonstrasi mahasiswa mulai pecah di jalan kota-kota besar pada tahun 1980-an. Mereka menentang pemerintahan orde baru, yakni Soeharto yang dinilai tak mampu lagi menjalankan kepemimpinannya.
ADVERTISEMENT
Mereka yang menunjukkan sikap oposisi terhadap rezim orde baru dicap sebagai 'kriminal'. Sikap Soeharto ini muncul sejak tragedi pembunuhan 1965 atau G 30 S terjadi.
Ancaman-ancaman terhadap ketertiban umum, seperti demo-demo hingga preman-preman dianggap sebagai biang kerok kerusuhan yang 'murni kriminal'. Mereka juga dinilai sebagai sumber permasalahan negara dan masyarakat. Sejak saat itulah, pemerintah berusaha untuk menumpas para 'kriminal' dengan melakukan penembakan secara misterius.
Petrus pertama kali terjadi di kota Yogyakarta pada tahun 1983, pembunuhan tersebut semakin terkonsentrasi di kota-kota besar lainnya seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, hingga Semarang.
Operasi Petrus ini menargetkan orang-orang yang telah dilabeli sebagai kriminal tadi. Beberapa karakteristik yang masuk dalam daftar target Petrus, di antaranya anggota geng, mantan napi, hingga mereka yang bertato. Mayoritas merupakan laki-laki yang masih muda.
ADVERTISEMENT
Cara yang dilakukan Petrus dalam mengeksekusi korbannya pun bermacam-macam. Mulai dari menembak langsung ketika bertemu di jalanan hingga mengikatnya terlebih dahulu dan memasukannya ke dalam sebuah Jeep atau Toyota Hardtop. Dalam jurnal State of Fear: Controlling the Criminal Contagion in Suharto's New Order yang ditulis oleh Joshua Barker, korban dieksekusi di tempat sepi saat malam hari. Kemudian, mereka ditembak di bagian dada dan kepala dari jarak dekat dengan pistol berkaliber 45 atau 38.
Mayatnya pun dibuang di tempat yang tak semestinya, seperti di luat bioskop, sekolah, hingga jalanan sibuk di tengah perkotaan. Banyak dari mereka ditemukan dalam keadaan terikat dan luka-luka bekas penyiksaan. Bourchier dalam tulisannya Crime, Law, and State Authority in Indonesia mengungkapkan setidaknya banyak laporan singkat tentang mayat bertato di koran lokal setiap harinya. Laporan tersebut juga disertai dengan gambar-gambar seram.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan Komnas HAM, korban tewas mencapai lebih dari 2.000 orang. Aksi mengadili seseorang dengan pembunuhan tanpa melewati jalur hukum inilah yang menyebabkan aksi Petrus masuk dalam pelanggaran HAM berat di Indonesia.