Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Februari 2014, Kementerian Perhubungan melelang 19 rute penerbangan di kawasan Indonesia bagian timur. Gara-garanya, kondisi keuangan PT Merpati Nusantara Airlines kembang kempis menuju pailit imbas kasus korupsi sehingga ia menangguhkan seluruh penerbangannya. Di sinilah Susi Air masuk.
“Sembilan belas rute punya Merpati sudah kami tawarkan kepada maskapai lain… akan kami berikan kepada maskapai yang berminat,” kata Djoko Murjatmodjo, Direktur Angkutan Udara Kemenhub saat itu.
Tawaran itu menarik minat Susi Pudjiastuti, pemilik Susi Air. Ia melihat potensi di wilayah Papua yang minim akses transportasi. Ia pun mengambil kesempatan itu.
“Kami menyelesaikan rutenya Merpati," ujar Susi ketika itu.
Susi Air sudah punya cukup banyak pesawat saat itu, dari jenis Cessna Caravan, Avanti, Pilatus Porter, Air Tractor, sampai helikopter. Seluruhnya melayani rute perintis.
Rute perintis menghubungkan daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau dan secara komersial belum menguntungkan. Oleh sebab itulah pemerintah memberikan subsidi kepada Susi Air agar tetap mampu melayani penerbangan perintis.
Susi pun mengembangkan sayap bisnis melalui penerbangan perintis ini. Pesawat-pesawatnya tak hanya untuk mengangkut orang, tapi juga barang. Ya, Susi Air membuka jasa pengiriman logistik. Mereka juga membuka jasa carter pesawat.
Untuk menambah frekuensi penerbangan perintis ke penjuru Papua, Susi menambah pesawatnya menjadi total 50 pesawat pada 2014 itu. Susi Air pun menjelma menjadi maskapai andalan masyarakat Papua.
Terbaru, pertengahan Januari 2023, Susi Air bekerja sama dengan Kemhub membuka enam rute tambahan di Papua, tepatnya di Papua Barat Daya—provinsi paling baru di Papua hasil pemekaran dari Papua Barat.
Tanpa Susi Air, sulit bagi masyarakat Papua di pelosok untuk bepergian, sebab bentang alam pulau itu bergunung-gunung dengan hutan lebat di sana sini. Tambah lagi, infrastruktur jalan di sana sangat tak memadai. Maka, banyak daerah di Papua yang hanya dapat dijangkau lewat udara—kalau tak mau jalan kaki berhari-hari.
Tiap tahunnya, Susi Air mampu melayani 20.464 frekuensi penerbangan di Papua. Maskapai itu konsisten tidak pernah mengambil rute kota-kota besar. Murni penerbangan perintis di wilayah pelosok.
“Kalau tidak ada Susi Air ya kawasan-kawasan terpencil itu terisolir,” kata Kepala Bagian Kerja Sama Internasional, Humas dan Umum Kemenhub Mokhammad Khusnu kepada kumparan, Rabu (8/2).
Tanpa transportasi udara, untuk mengirimkan barang-barang kebutuhan pokok ke pedalaman Papua saja harus menempuh perjalanan yang terjal dan bukan main jauhnya. Jangan bayangkan jalan beraspal mulus seperti di Jawa.
Ini pula yang membuat kehadiran Susi Air vital di Papua, termasuk di Kabupaten Nduga—lokasi insiden pembakaran pesawat Susi Air oleh KKB . Situasi di sana dilematis: mobilitas penduduk ke wilayah lain sulit tanpa penerbangan perintis, namun pesawat tak bebas dari rongrongan kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Juni 2022, misalnya, pesawat SAM Air ditembaki KKB di Bandara Kenyam, Nduga. Tembakan dilepas bukan cuma dua-tiga kali, tapi 15 kali. Terbaru, 7 Februari 2021, pesawat Susi Air di Paro, Nduga, dibakar dan KKB mengeklaim menyandera pilotnya.
Tak Selalu Mulus
Tak banyak maskapai penerbangan komersial yang mau membuka rute ke Papua. Selain belum tentu dapat profit, risiko penerbangannya pun tinggi. Gunung-gunung di Papua bukan main garangnya. Pilot harus benar-benar lihai menavigasi pesawat.
Beberapa kali pesawat Susi Air mengalami musibah di Papua akibat infrastruktur dan keamanan yang kurang memadai. Dalam rentang 2010-2023, maskapai itu setidaknya mendapat 11 musibah di Papua, mulai dari ban kempes di Manokwari sampai jatuh akibat cuaca buruk di Timika.
Kondisi bandara atau lapangan terbang yang tak aman pun kerap jadi sandungan. Pada 2011, misalnya, Susi Air menabrak gunung akibat menghindari warga yang melintas di landasan Bandara Nabire. Pesawat yang seharusnya mendarat pun naik lagi, berbelok, dan tak dapat menghindari Gunung Wabu.
Susi Air pun beberapa kali jadi sasaran KKB. Pada 2014, pesawat Susi Air yang hendak keluar dari Mulia menuju Nabire dengan membawa lima anggota Brimob tiba-tiba ditembaki KKB. Tembakan itu membuat ban pecah sehingga pesawat harus mendarat darurat.
Pada 2021, KKB bahkan sempat menyandera penumpang dan pilot Susi Air saat pesawat mendarat di Distrik Wangbe, Kabupaten Puncak. Namun, mereka kemudian dibebaskan dalam beberapa jam.
Sayangnya, pada insiden terbaru di Paro kini, pilot Susi Air Captain Philip Mehrtens belum juga ditemukan. Susi Air berharap ia dapat segera kembali dengan selamat.
“[Kalau disandera], kami berharap pelaku bisa melepaskan Kapten. Atau seandainya Kapten sedang melarikan diri atau bersembunyi, mudah-mudahan ada masyarakat yang berbaik hati membantu agar Kapten Philip kembali ke keluarganya dan keluarga besar Susi Air,” ujar kuasa hukum Susi Air, Donal Fariz.