Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Jokowi di KTT ASEAN Singgung Penghormatan Hukum Internasional, Untuk Siapa?
6 September 2023 21:02 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Pentingnya menghormati hukum internasional acap kali disinggung oleh Presiden Joko Widodo saat berpidato di pertemuan KTT ke-43 ASEAN yang digelar di JCC Senayan, pada Selasa (6/9).
ADVERTISEMENT
Lebih tepatnya, kumparan menelaah bahwa pernyataan tersebut tercantum dalam pidato pembukaan yang dibacakan Jokowi di dua pertemuan berbeda, yakni pada saat KTT ke-26 ASEAN-China dan KTT ke-26 ASEAN Plus Three (APT).
China adalah salah satu negara mitra strategis ASEAN yang turut hadir dalam serangkaian agenda KTT ke-43 ASEAN di Jakarta — termasuk KTT East Asia.
Sementara APT merupakan pertemuan trilateral yang diselenggarakan ASEAN bersama tiga negara Indo-Pasifik, yakni Jepang, Korea Selatan, dan China.
KTT ke-26 ASEAN-China
Dalam pidato pembukaannya di KTT ASEAN-China, Jokowi berbicara soal mewujudkan kerja sama konkret saling menguntungkan sebagai momentum memperingati 20 tahun aksesi China di Treaty of Amity and Cooperation (TAC).
Menurut Jokowi, kerja sama konkret semacam itu hanya dapat dilakukan jika seluruh keluarga ASEAN memiliki rasa saling percaya yang tentu harus dibangun dan dipelihara oleh semua pihak.
"Kita perlu memaknai semua ini dengan merealisasikan kerja sama konkret yang saling menguntungkan, di mana hal tersebut hanya bisa dilakukan jika kita memiliki trust satu sama lain," kata Jokowi.
ADVERTISEMENT
"Dan salah satunya dengan menghormati hukum internasional," sambung dia.
Dalam pertemuan KTT ASEAN-China, Jokowi berbicara di hadapan kepala negara ASEAN beserta Perdana Menteri Li Qiang — yang mewakili pemerintahan Negeri Tirai Bambu.
KTT ASEAN Plus Three (Jepang, Korea Selatan, China)
Momen kedua Jokowi menyinggung soal hukum internasional pada hari yang sama terjadi saat membuka pertemuan trilateral ASEAN Plus Three.
Dalam pertemuan ini, Jokowi berbicara di hadapan kepala negara ASEAN, Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol, PM China Li Qiang, dan PM Jepang Fumio Kishida.
Di hadapan mereka, Jokowi mengatakan pentingnya memajukan dan membawa pertumbuhan di kawasan Indo-Pasifik. Namun demikian, kata Jokowi, tujuan tersebut pasti akan terganggu apabila perdamaian di kawasan tidak mampu dijaga bersama-sama.
ADVERTISEMENT
"Oleh karena itu, saya mengajak kita semua untuk memiliki rasa yang sama, memiliki kesadaran yang sama, untuk bersama-sama menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan dengan terus menghormati hukum internasional," jelas Jokowi.
Lantas, apa maknanya?
Pakar Ilmu Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran Bandung, Teuku Rezasyah, berpendapat bahwa pengungkapan kata kunci 'hukum internasional' beberapa kali oleh Jokowi di hadapan pemimpin negara yang sama memiliki tujuan tertentu.
Menurut Rezasyah, memang terkesan kata kunci tersebut seperti bersifat umum. Namun, tindakan Jokowi telah menyelipkan kritik kepada China.
"Memang kesannya itu buat semua negara yang di dalam ASEAN 10 maupun ASEAN observer maupun ASEAN Plus Three," kata Rezasyah kepada kumparan, pada Rabu (6/9).
"Tapi secara tidak langsung — bagi mereka yang bisa mendalami kekhawatiran seorang presiden, atas negaranya sendiri dan juga atas ASEAN yang sedang dipimpinnya — itu wajar, itu ditujukan kepada China tanpa perlu menyebutkan kata China saya pikir dunia mengerti bahwa itu ditujukan kepada China," sambung dia.
ADVERTISEMENT
Sebab, apabila kata kunci 'hukum internasional' ditujukan kepada negara-negara selain China seperti Korea Selatan dan Jepang, maka dimensinya akan berbeda menjadi seperti investasi, pembelian alutsista, dan pertukaran keilmuan.
"Jadi saya pikir itu ditujukan untuk China, dan saya pikir China adalah negara yang sangat berdaulat untuk bisa mengerti pesan-pesan tidak tertulis dari Indonesia. Walaupun bahasanya adalah umum, tapi ditujukannya untuk China. Saya pikir begitu, ya," ungkap Rezasyah.
Kenapa China?
Jika bertanya mengapa Jokowi melayangkan kritik kepada China sekarang, maka menurut Rezasyah hal itu adalah suatu kesengajaan di waktu yang tepat.
"Kalau sama China, itu sangat spesifik. Ini digunakan khusus buat China, jadi kita harus melihat masalah hukum internasional apa yang sedang dihadapi China dan kaitannya dengan ASEAN," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Rezasyah mengacu pada Peta Standar Edisi 2023 yang baru dirilis oleh China pada pekan lalu.
Dalam peta tersebut, tampak Beijing yang semula membatasi klaim sepihaknya di perairan Laut China Selatan (LCS) dengan nine-dash line, kini menandai perluasan klaimnya menjadi sepuluh garis putus-putus (ten-dash line).
Langkah China tersebut mengejutkan negara-negara tetangganya di ASEAN — sebab menjangkau Vietnam, Malaysia khususnya di Sabah dan Serawak, Filipina, dan Brunei Darussalam. Ten-dash line China bahkan nyaris mepet ke wilayah Kalimantan dan perbatasan India.
"Inti masalahnya adalah kekhawatiran negara-negara ASEAN terutama Malaysia, Brunei, Filipina, dan Vietnam — bahwa China tidak segan-segan menggunakan kekuatan militer untuk memaksakan pemaksaan dia terhadap nine dash-line tersebut," kata Rezasyah.
ADVERTISEMENT
Langkah China ini menuai kecaman dari negara ASEAN dan menurut Rezasyah, menjadi salah satu faktor mengapa Presiden Xi Jinping batal hadir dan justru diwakili oleh Li Qiang.
"Karena China adalah satu-satunya negara yang punya kemampuan melakukan instabilitas untuk ASEAN," jelas Rezasyah.