Jumlah Uang yang Disita KPK dari Rumah Dinas Mendes Abdul Halim: Rp 250 Juta

26 September 2024 22:42 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
KPK mengungkap nilai uang yang disita dalam penggeledahan rumah dinas Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, beberapa waktu lalu. Penggeledahan itu terkait perkara dugaan korupsi dana hibah APBD Pemprov Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
"Ada beberapa pecahan uang asing kemudian juga ada bentuk Rupiah sekitar Rp 250 juta," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, kepada wartawan, Kamis (26/9).
Dari penggeledahan itu, Asep melanjutkan, penyidik turut menyita barang bukti elektronik. Hingga kini, penyidik masih menelaah barang bukti tersebut.
"Tentunya sekarang masih dianalisis, karena selain dari uang tunai yang kita peroleh, juga ada barang bukti elektronik, yang kita agak lama analisisnya tentunya barang bukti elektroniknya ya. Karena kita harus memilah mana yang terkait dengan perkara yang sedang kita tangani," jelas Asep.
Penggeledahan itu dilakukan pada Jumat, 6 September 2024 lalu, di rumah dinas Mendes yang berada di Jakarta Selatan.
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu (kiri) mengumumkan penetapan penahanan mantan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan (BP KPBPB) wilayah Tanjungpinang Den Yealta (kanan). Foto: Asprilla Dwi Adha/Antara Foto
Dalam perkara ini, Abdul Halim sendiri sempat diperiksa oleh penyidik KPK pada Kamis (22/8) lalu. Setelah diperiksa selama kurang lebih lima jam, Abdul Halim mengaku telah menjelaskan semua hal yang diketahuinya terkait kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebelum menjabat menteri, kakak Muhaimin Iskandar alias Cak Imin ini pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (2009-2014) dan Ketua DPRD Jawa Timur (2014-2019).
"Semua sudah saya jelaskan, clear, sudah, terserah pihak penyidik. Jadi, semua sudah saya sampaikan, pertanyaan saya jawab lengkap, tidak ada satu pun yang terlewat," ujar Abdul Halim kepada wartawan seusai diperiksa, di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (22/8) lalu.
Ia pun mengeklaim tak pernah menerima dana pokok pikiran (pokir) APBD Pemprov Jawa Timur.
"Ya [diperiksa dengan kapasitas] pokoknya waktu urusan Jawa Timur lah, ya. Kan bisa waktu Ketua DPRD, bisa setelahnya, macam-macam," kata dia.
"Enggak, enggak pernah [terima dana pokir]," jelasnya.
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simandjuntak. Sahat diduga menerima suap terkait dana hibah untuk kelompok masyarakat. Dana hibah ini dinamai hibah pokok pikiran (pokir).
ADVERTISEMENT
Kasus ini terkait dana hibah yang bersumber dari APBD Pemprov Jatim. Dalam tahun anggaran 2020 dan 2021, APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat di Jatim.
Praktik suap diduga sudah terjadi untuk dana hibah tahun anggaran 2020 dan 2021. Sahat yang merupakan politikus Golkar dan seorang pihak lain bernama Abdul Hamid diduga kemudian bersepakat untuk praktik tahun anggaran 2022 dan 2023.
Sahat sudah menjalani proses sidang dan divonis 9 tahun penjara. Pengembangan kasusnya saat ini tengah diusut.
Dalam pengembangan itu, KPK telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka. Namun identitasnya belum dibeberkan. Begitu juga konstruksi kasusnya.
Berdasarkan perannya, empat tersangka merupakan penerima. Tiga orang di antaranya merupakan penyelenggara negara. Sementara, satu lainnya adalah staf dari penyelenggara negara.
ADVERTISEMENT
Sementara, 17 tersangka sisanya berperan sebagai pemberi. Sebanyak 15 orang berasal dari pihak swasta dan dua orang lainnya merupakan penyelenggara negara.