Kader PPP Gugat ke MK, Minta Hapus Ambang Batas Parlemen Usai PPP Tak Lolos DPR

5 Juli 2024 11:13 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana gedung Mahkamah konstitusi (MK) di jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat jelang sidang pembacaan putusan MKMK, Selasa (7/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana gedung Mahkamah konstitusi (MK) di jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat jelang sidang pembacaan putusan MKMK, Selasa (7/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Seorang kader PPP bernama Didi Apriadi menggugat aturan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan diajukan buntut tidak lolosnya PPP ke DPR karena tidak memenuhi syarat ambang batas tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam permohonan perkara dengan Nomor 45/PUU-XXII/2024, Didi Apriadi mempersoalkan norma Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yang menyatakan, “Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.”
Melalui kuasa hukumnya, Didi Apriadi memaparkan bahwa PPP meraih 5.878.777 suara sah secara nasional dalam Pemilu Anggota DPR RI 2024 atau setara dengan 3,87%. Sementara untuk lolos DPR, batas perolehan minimal 4%.
Ilustrasi DPP PPP, Senin (10/7/2023). Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Didi Apriadi menilai bahwa aturan itu membuat jutaan suara yang telah dipercayakan kepada PPP menjadi sia-sia.
“Pemohon berkeyakinan bahwa selama norma a quo tetap diberlakukan, maka akan terus terjadi disproporsionalitas atau ketidaksetaraan antara suara pemilih dan jumlah partai politik di DPR. Lebih jauh lagi, Pemohon berpandangan bahwa tanpa adanya konversi suara pemilih menjadi kursi DPR, telah nyata norma a quo bertentangan dengan kedaulatan rakyat," kata Kuasa Hukum Didi Apriadi, M. Malik Ibrohim, dikutip dari situs MK pada Jumat (5/7).
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, Didi Apriadi berkesimpulan bahwa parliamentary threshold berdasarkan Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu telah menimbulkan kerugian konstitusional bagi dirinya dan juga PPP.
Ia pun meminta MK menghapuskan ketentuan tersebut. Mulai dari Pemilu DPR 2024.
"Menyatakan Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak Pemilu DPR 2024," bunyi permohonan.
Sidang perdana sudah mulai digelar MK pada Rabu (3/7) denhgan agenda pemeriksaan pendahuluan.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan nasihat. Enny menjelaskan bahwa norma Pasal 414 sudah sering diuji dan diputus MK.
“Ini tugas beratnya di sini, apa sesungguhnya yang bisa meyakinkan Mahkamah bahwa putusan Mahkamah terakhir, Putusan 116 Tahun 2023 yang telah memaknai Pasal 414 ayat (1) itu kemudian harus di-challenge oleh prinsipal saudara termasuk kuasa Pemohon, apa reasoning yang kuat yang dapat meyakinkan Mahkamah. Karena Mahkamah telah memutus dan memberikan pemaknaan,” kata Enny.
ADVERTISEMENT