Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kamboja Mulai Usut Perusahaan Investasi Bodong yang Pekerjakan WNI
24 Agustus 2022 18:25 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Al Jazeera sempat merilis dokumenter yang menyelidiki sindikat perdagangan orang tersebut. Menurutnya, jaringan itu berakar dari perusahaan China dengan bantuan pejabat Kamboja.
Akibatnya, Kamboja dikatakan menutup mata dari tindak kriminal itu. Jaringan sindikat kemudian menjalar hingga ke negara lain seperti Thailand, Laos, Myanmar, Filipina, dan Dubai. Seiring kasus itu berkembang biak, Kamboja memutuskan untuk turun tangan.
"Perusahaan-perusahaan yang bermasalah bergerak di bidang online scam [penipuan daring] dan investasi palsu," terang Sekretaris Pertama Fungsi Perlindungan WNI KBRI Phnom Penh, Teguh Adhi Primasanto, kepada kumparan pada Rabu (24/8).
"Dengan semakin banyaknya aduan—tidak hanya dari Embassy [Kedubes] Indonesia, tetapi juga negara-negara lain seperti Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Filipina—pemerintah Kamboja mulai mengusut perusahaan-perusahaan tersebut," sambungnya.
Amarah meluap usai munculnya kabar penyiksaan 62 WNI di Sihanoukville pada akhir Juli. Laporan tersebut bukan tindak kriminal terkait pekerja migran pertama maupun terakhir di Kamboja.
ADVERTISEMENT
Prima lantas turut mendesak keseriusan dari pemerintah pusat.
"Kami sih berharap para WNI yang sudah dibebaskan dan pulang ke Indonesia dapat didalami kasusnya oleh Bareskrim agar ditangkap sindikat penyalurnya yang ada di Indonesia," ungkap Prima.
Pekerja Migran Indonesia (PMI) kerap terjerat modus penempatan kerja di Kamboja. Mengejar janji upah besar dengan tuntutan kecil, mereka terperangkap dalam pola kekerasan. Oknum lokal justru menyalurkan pekerja ke perusahaan investasi bodong dan judi daring.
Sindikat penyelundupan hanya membekali mereka dengan visa turis. Atas hal itu, Prima meminta keimigrasian untuk memperketat prosedur keberangkatan dari Indonesia.
Prima mengatakan, Kamboja bahkan tidak terdaftar sebagai negara tujuan penempatan PMI di Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Pemerintah Indonesia disebut belum menindak pelaku dengan tegas dan efektif. Alhasil, tawaran lowongan kerja palsu masih marak.
ADVERTISEMENT
LSM Migrant Care turut membeberkan penemuan serupa. Pihaknya menerangkan, para korban menemukan loker tersebut secara daring maupun luring.
Media sosial mengambil peran penting dalam modus itu, terutama Facebook. Migrant Care mengaku tidak mendapati narasi pembanding dari pemerintah. Pekerja kemanusiaan itu menekankan, pemerintah seharusnya memaksimalkan penggunaan media sosial.
"Banyak sekali di Facebook iklan-iklan seperti ini, cyber crime [kejahatan siber], dan nyaris tidak ada counter [pembanding] dari pemerintah, baik itu BP2MI, Kemenaker, dll di media sosial terkait dengan lowongan-lowongan seperti ini,” jelas Ketua Kajian Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah, saat konferensi pers daring pada 1 Agustus.
KBRI Phnom Penh terlibat dalam upaya pencegahan pula. Pihaknya meminta tindak lanjut dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Namun, Kemkominfo belum menanggapi seruan mereka.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, Kementerian Luar Negeri RI mengaku akan mengambil tindakan hukum atas kasus-kasus tersebut.
Prima menguraikan, pihak berwenang sejauh ini telah memulangkan 241 WNI dari Kamboja. Namun, KBRI Phnom Penh masih menerima laporan kekerasan serupa hingga kini.
Kloter pertama berjumlah 12 orang dipulangkan ke Indonesia pada 5 Agustus. Secara bertahap, Indonesia melanjutkannya dengan 13 orang pada 6 Agustus, 16 orang pada 8 Agustus, dan 202 orang ke Indonesia pada 22 Agustus.
"Totalnya ada 241 orang. Kebanyakan dari Medan, lalu Jawa Tengah, Jawa Barat, Kepri (Batam), Bali," papar Prima.
"Aduan-aduan baru masih banyak yang masuk karena pengiriman calon PMI dari Indonesia untuk dipekerjakan di perusahaan-perusahaan scam online [penipuan daring] masih terjadi," imbuhnya.
ADVERTISEMENT