Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kampus Ramai-ramai Kecam Joki Skripsi, Pelaku dan Pengguna Bisa Dipidana
12 November 2022 12:08 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Bisnis jasa joki tugas kuliah sudah tak asing bagi civitas akademika. Eksistensinya kian menjamur di tengah mahasiswa yang memiliki tugas-tugas menumpuk.
ADVERTISEMENT
Praktik jasa joki ini melayani berbagai pembuatan tugas. Mulai dari makalah, esai, paper, jurnal, skripsi hingga tesis. Joki ini terang-terangan menawarkan jasa lewat media sosial, seperti Instagram, Facebook, hingga TikTok. Selain itu, jasa ini juga ditawarkan lewat e-commerce. Tarif yang ditawarkan pun beragam, tergantung tingkat kesulitan tugas yang diminta klien.
Pihak kampus pun buka suara soal fenomena ini. Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS ), Prof. Jamal Wiwoho, mengungkapkan bahwa pihaknya akan mendiskualifikasi atau bahkan tak meluluskan mahasiswa yang kedapatan mengunakan jasa itu.
"Kita juga sering melakukan diskualifikasi saat ada kesepadanan substansi yang besar. Di sini (adanya kesepadanan substansi dalam tugas maupun skripsi) bisa mengancam integritas akademis atau bisa disebut juga ketidakjujuran intelektual," jelas Prof. Jamal kepada kumparan, Rabu (9/11).
"Kejujuran dalam sebuah etika menulis naskah, makalah, dan tulisan-tulisan lain adalah kekuatan sumber-sumber bacaan atau yang menunjukkan kejujuran intelektual. Bentuk diskualifikasi yang kita terapkan pada mahasiswa yang ketahuan joki itu bisa tidak diluluskan atau dipersuasi dengan mengganti kesamaan (dalam tugas atau skripsi) tersebut," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Sementara, Rektor UPN Veteran Jakarta (UPNVJ ), Dr. Anter Venus melihat fenomena meresahkan ini sebagai hal yang sangat membahayakan. Menurutnya, esensi dari sebuah kampus sebagai lembaga pendidikan adalah membangun generasi yang kompeten, berkarakter baik, dan berpikiran maju serta terbuka.
Ketika jasa joki tugas ini menjamur dan masih banyak mahasiswa yang menggunakan jasa tersebut, tidak ada proses pembelajaran di dalamnya. Menurutnya, menggunakan jasa joki tugas dapat merusak nilai-nilai budaya akademik dan nilai etis yang selama ini ditegakkan.
"Kalau sekarang jadi meluas dan merasuk juga di PTN maka sangat ini berbahaya. Ini akan menghambat proses penguasaan kompetensi, pembentukan karakter termasuk kemandirian berpikir atau bekerja karena tugas-tugas itu bukan hasil upayanya. Ini ancaman akademik yang serius untuk kampus," jelas Venus saat dihubungi kumparan pada Kamis (10/11).
ADVERTISEMENT
"Mahasiwa tidak mengutip dengan benar saja akan dianggap pelanggaran, apalagi melakukan plagiat, apalagi memalsukan tugas atau menyerahkan tugas yang bukan hasil karyanya. Ini ancaman serius dan pengkhianatan terhadap nilai-nilai budaya akademik. Ini akan membentuk karakter yang koruptif, lulusan yang tidak kompeten," sambungnya.
Hal senada juga disampaikan Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Wardiana. Ia menjelaskan, tanpa disadari fenomena tersebut merupakan bibit-bibit perilaku tindak pidana korupsi. Karya akademis yang seharusnya dibuat sebagai tolok ukur pemahaman mahasiswa kini tidak lagi dianggap menjadi hal krusial yang harus dikerjakan sendiri.
“Dengan menggunakan joki, mahasiswa sudah melakukan kebohongan dan tidak jujur atas apa yang diperbuat. Sekarang yang terjadi nggak usah capek sekolah karena dapat gelar gampang (dengan jasa joki),” kata Wawan dalam kegiatan Sosialisasi Deteksi Dini Pencegahan Korupsi di Lingkungan Pendidikan Tinggi, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Jumat (11/11).
Ahli Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Mudzakir pun angkat bicara pelanggaran dalam penggunaan jasa joki tugas ini. Menurutnya, fenomena tersebut jelas melanggar kode etik akademis. Apabila dilihat dari segi akademis, hukumannya bisa jadi pembatal karya atau pengesahannya dicabut. Bahkan, gelar akademik bisa dicabut jika karya yang terbukti melakukan plagiarisme itu digunakan untuk mendapatkan gelar.
ADVERTISEMENT
Prof. Mudzakir juga melihat jasa joki tugas ini menjadi 2 tipe berbeda. Pertama, tipe jasa joki tugas yang membuat seluruh karya tanpa ada gagasan dari mahasiswa tersebut sama sekali. Kedua, joki yang membangun hubungan dengan mahasiswa sebagai partnership.
“Kalau saya ya, melihat joki tugas ini ada 2 tipe, pertama, joki yang ngerjain plek-plekan semua skripsi mahasiswa. Kedua, joki yang hubungannya jadi partnership," jelas Prof. Mudzakir kepada kumparan, Rabu (9/11).
Menurutnya, jasa joki tugas tipe partnership ini cukup sulit untuk dipidanakan. Sebab, jasa tipe ini justru memberikan bimbingan terhadap mahasiswa dan turut melibat mahasiswa dalam karya tersebut. Mahasiswa seakan-akan memiliki ‘pembimbing eksternal’. Namun, di sini tentu kontributor joki akan lebih besar dari mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Dilihat dari aspek hukum, pelaku maupun pengguna jasa joki tugas bisa saja ditindak dan dipidana dengan merujuk pada UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional dalam pasal 25 ayat (2) soal plagiasi atau kasus menjiplak. Kasus plagiasi juga dapat terbukti melanggar Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
"Hukuman pidana bisa terjadi kalau karya yang dijiplak itu sudah terdaftar hak cipta. Kalau mengutip tulisan itu boleh saja, tapi kalau yang dikutip itu 20 persen. Kalau terbukti melanggar HAKI bisa ditindak pidana penjara atau didenda," tutur Prof. Mudzaki.
Dalam pasal 25 ayat (2), telah diatur bahwa karya ilmiah yang digunakan untuk memperoleh gelar akademi, profesi, atau vokasi terbukti merupakan jiplakan dicabut gelarnya. Jika tebukti melanggar pasal tersebut, ancaman penjara tertulis paling lama 2 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200 juta.
ADVERTISEMENT