Kata BRIN soal Burung Hantu dan Pentingnya Edukasi Petani Usir Hama Tikus

8 April 2025 18:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petani memperlihatkan tikus yang berhasil ditangkap saat gropyokan tikus di Desa Kedungrejo, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun. Foto: Antara/Siswowidodo
zoom-in-whitePerbesar
Petani memperlihatkan tikus yang berhasil ditangkap saat gropyokan tikus di Desa Kedungrejo, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun. Foto: Antara/Siswowidodo
ADVERTISEMENT
Peneliti Ahli Madya Kelompok Riset Teknologi Budidaya Padi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yudhistira Nugraha, menyebut petani perlu diedukasi terkait penggunaan burung hantu untuk mengusir hama tikus.
ADVERTISEMENT
Komentar itu disampaikan Yudhistira, menanggapi rencana Presiden Prabowo Subianto yang akan membelikan 1.000 burung hantu kepada para petani di Majalengka, yang diganggu hama tikus.
“Kuncinya adalah edukasi petani, keterlibatan kelompok tani, dan dukungan pemerintah untuk penyediaan rubuha (rumah burung hantu), serta pemantauan ekosistem,” ujarnya kepada kumparan, Selasa (8/4).
Pertama, Yudhistira menyebut, para petani harus diedukasi terkait keseimbangan ekosistem dan efektifitas burung hantu. Predator ini akan efektif membasmi tikus, jika jumlahnya normal atau alami.
“Burung hantu memangsa hewan kecil terutama tikus, Sebagai predator alami mereka mampu mengendalikan populasi tikus pada kondisi populasi alami,” ujar dia.
Tapi, burung hantu tak akan efektif jika ada ledakan populasi tikus.
“Namun jika populasi tikus terjadi ledakan (outbreak), pengendalian menggunakan predator alami tidak akan efektif,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Maka, petani juga harus paham terkait populasi tikus ini. Jika jumlahnya terlalu banyak, mereka perlu turun ke sawah, lalu membasmi tikus-tikus itu secara manual seperti pengemposan.
Burung hantu tutul utara. Foto: tahirsphotography/shutterstock
“Untuk itu, perlu rekayasa pengendalian secara komprehensif dan menyeluruh seperti pengendalian mekanik dengan gropyokan dan pengemposan sarang tikus, pengendalian preventif, dengan penggunaan trap barrier system,” tambahnya.
Setelah jumlah tikus menurun, burung hantu akan difungsikan untuk mengendalikan populasi tikus tersebut.
“Sehingga metode ini untuk keberlanjutan jangka panjang, tidak merusak ekosistem dan murah,” tuturnya.
Kedua, Yudhistira mengatakan bahwa jumlah burung hantu juga tidak bisa terlalu banyak. Harus sesuai dengan jumlah hama tikus di sawah. Jika terlalu banyak burung hantu, maka mereka akan memburu hewan-hewan lain bahkan ternak.
ADVERTISEMENT
“Jika populasi burung hantu terlalu banyak dan makanan utama mereka (tikus) menipis, mereka bisa beralih memangsa hewan kecil lainnya seperti burung kecil, kelelawar, atau bahkan ternak kecil (misalnya anak ayam),” ucapnya.
“Sehingga berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem. Populasi Burung Hantu yang tidak terkontrol akan memengaruhi spesies lokal,” tambahnya.

Cara Petani Pelihara Burung Hantu untuk Jaga Sawah

Yudhistira mengatakan cara terbaik untuk memelihara burung hantu sebagai pembasmi hama adalah kombinasi antara pelepasan bebas dan pengelolaan terkontrol.
“Bukan sekadar dikandangi atau dilepas begitu saja,” ucapnya.
Menurut Yudhistira, biasanya petani akan membuat sebuah kandang burung hantu (rubuha).
“Yaitu kotak sarang sederhana yang ditempatkan di tiang setinggi 4-5 meter di lahan pertanian. Burung hantu, khususnya Tyto alba, tidak membangun sarang sendiri, jadi rubuha ini menjadi tempat tinggal dan berkembang biak mereka,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Rubuha itu nantinya akan menjadi rumah dari burung hantu sehari-harinya. Tapi, sebelum dilepaskan, petani perlu melatih burung-burung itu untuk berburu.
Burung hantu elang Eurasia yang lahir di Zoo Aquarium dilepasliarkan ke alam liar di Villamantilla, sebelah barat Madrid, Spanyol. Foto: Susana Vera/REUTERS
“Burung hantu bisa ditangkarkan atau dilatih sebentar di kandang karantina untuk membiasakan mereka dengan lingkungan baru, sambil diberi makan tikus hidup,” ujar dia.
“Kemudian mereka dilepas ke rubuha agar hidup secara alami di lahan pertanian,” tambahnya.
Katanya, masing-masing rubuha biasanya berjarak 100-200 meter tergantung luas sawahnya.
“Sehingga setiap burung punya wilayah jelajah sendiri (sekitar 12-25 hektare per pasang),” jelasnya.
“Petani tidak perlu memberi makan terus-menerus karena burung akan berburu tikus secara mandiri, tapi populasi mereka harus dipantau agar tidak berlebihan,” pungkasnya.