Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0

ADVERTISEMENT
Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI La Nyalla Mahmud Mattalitti buka suara setelah rumahnya di kawasan Mulyorejo, Surabaya, di geledah oleh KPK, Senin (14/4).
ADVERTISEMENT
Penggeledahan itu berkaitan dengan kasus korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang melibatkan Mantan Ketua DPRD Jawa Timur, Kusnadi.
“Saya juga tidak tahu, saya juga tidak pernah berhubungan dengan Saudara Kusnadi,” kata La Nyalla dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (14/4).
La Nyalla mengaku tidak mengenal Kusnadi dan tidak mengetahui persoalan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kusnadi.
“Apalagi saya juga tidak kenal sama nama-nama penerima hibah dari Kusnadi. Saya sendiri juga bukan penerima hibah atau pokmas. Karena itu, pada akhirnya di surat berita acara hasil penggeledahan ditulis dengan jelas, kalau tidak ditemukan barang atau uang atau dokumen yang terkait dengan penyidikan,” tuturnya.
La Nyalla mengaku mengetahui rumahnya digeledah dari penjaga rumahnya dari pesan singkat. Dari laporan penjaga rumahnya tidak ada barang bukti yang di sita dari penggeledahan tersebut.
ADVERTISEMENT
“Cuma yang jadi pertanyaan saya, kok bisa alamatnya rumah saya. Padahal saya tidak ada hubungan apa pun dengan Kusnadi,” tuturnya.
KPK membenarkan adanya penggeledahan ini. Tapi, pihak KPK belum mengungkap apa hasilnya. Begitu juga alasan mengapa rumah La Nyalla yang digeledah.
Kasus Dana Hibah
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simandjuntak. Sahat diduga menerima suap terkait dana hibah untuk kelompok masyarakat. Dana hibah ini dinamai hibah pokok pikiran (pokir).
Terkait dana hibah yang bersumber dari APBD Pemprov Jatim. Dalam tahun anggaran 2020 dan 2021, APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat di Jatim.
ADVERTISEMENT
Praktik suap diduga sudah terjadi untuk dana hibah tahun anggaran 2020 dan 2021. Sahat yang merupakan politikus Golkar dan seorang pihak lain bernama Abdul Hamid diduga kemudian bersepakat untuk praktik tahun anggaran 2022 dan 2023.
Sahat sudah menjalani proses sidang dan divonis 9 tahun penjara. Pengembangan kasusnya saat ini tengah diusut.
Dalam pengembangan itu, KPK telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka, tapi identitasnya belum dibeberkan. Begitu juga konstruksi kasusnya.
Berdasarkan perannya, empat tersangka merupakan penerima. Tiga orang di antaranya merupakan penyelenggara negara. Sementara, satu lainnya adalah staf dari penyelenggara negara.
Sementara, 17 tersangka sisanya berperan sebagai pemberi. Sebanyak 15 orang berasal dari pihak swasta dan dua orang lainnya merupakan penyelenggara negara.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, KPK juga turut memeriksa sejumlah saksi. Salah satunya adalah Abdul Halim Iskandar. Mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes-PDTT), itu diperiksa di Jawa Timur pada Selasa (17/12/2024).
Teranyar, penyidik KPK juga memeriksa Anggota DPR RI Anwar Sadad (AS) dan beberapa pihak swasta soal kepemilikan aset terkait kasus ini pada Kamis (9/1/2025). Dia diperiksa dalam kapasitasnya saat menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Jatim.