Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Kejagung Hanya Fokus pada Kebijakan saat Tom Lembong Jabat Mendag
31 Oktober 2024 15:53 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Mantan Menteri Perdagangan RI Thomas Trikasih Lembong, ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus importasi gula. Negara diduga mengalami kerugian mencapai Rp 400 miliar.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, Kejagung juga menetapkan tersangka lainnya yang dijerat bersama Tom Lembong. Ia adalah Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI 2015–2016.
Muncul desakan kepada Kejagung untuk turut memeriksa Menteri Perdagangan lainnya pasca Tom Lembong. Pasalnya, kebijakan impor gula tersebut disebut tak hanya dilakukan di era Tom Lembong menjabat.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar pun angkat bicara terkait hal itu. Menurutnya, pihaknya hanya fokus pada dugaan tindak pidana dalam impor gula yang terjadi pada 2015–2016. Periode itu merupakan masa jabatan Tom Lembong sebagai Menteri Perdagangan.
"Jadi begini, yang kita tangani merupakan dugaan tindak pidana dalam importasi gula tahun 2015–2016, nah itu tentu menurut hukum acara harus fokus di situ. Sesuai dengan surat perintah penyelidikan," ujar Harli kepada wartawan di kantornya, Kamis (31/10).
ADVERTISEMENT
Ia mempersilakan masyarakat melaporkan dugaan tindak pidana importasi gula jika ditemukan terjadi di luar kurun waktu perkara yang tengah diusut Kejagung.
"Kalau ada indikasi, ada pendapat, ada pandangan diduga ada persoalan-persoalan importasi gula di luar tahun ini, silakan dilaporkan," jelasnya.
"Tapi, bahwa kami fokus terhadap apa yang dilaporkan masyarakat terhadap perkara ini yang sudah dilakukan melalui tahapan-tahapannya," sambung dia.
Harli kembali menegaskan bahwa pihaknya bekerja berdasarkan surat perintah hingga kemudian melakukan penahanan. Tahapan itu juga dilakukan sesuai dengan SOP yang berlaku.
"Berdasarkan tahapan-tahapan SOP yang ada tentu kita melakukan ekspose sampai pada tahap ada dugaan, ada tindak pidana sehingga ditingkatkan ke tingkat penyidikan," tutur Harli.
"Sampai pada upaya-upaya paksa berupa penahanan terhadap perkara ini, karena memang harus didasarkan pada surat perintah. Jadi kami hanya fokus terhadap itu," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, peneliti ICW Diky Anandya sempat menyatakan bahwa pihaknya turut mendesak Kejagung untuk mengusut pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus korupsi tersebut.
Menurutnya, kebijakan impor gula di Kementerian Perdagangan tak hanya dilakukan saat Tom Lembong menjabat sebagai menteri.
"Sebab, jika dicermati lebih lanjut, kebijakan impor gula kristal mentah tidak hanya dilakukan sepanjang tahun 2015-2016, tapi juga berlanjut ke tahun-tahun berikutnya," katanya kepada wartawan, Kamis (31/10).
Selain itu, Diky juga meminta Kejagung turut mengusut potensi keterlibatan kementerian lain dalam kebijakan tersebut.
"Dalam konteks perkara yang terjadi di Kementerian Perdagangan, penyidik juga harus mengurai potensi keterlibatan kementerian lain yang menyangkut kebijakan impor tersebut," jelas dia.
Lebih lanjut, Diky juga mengingatkan agar Kejagung tidak hanya sekadar menjelaskan konteks perkara secara umum. Akan tetapi, juga menjelaskan terkait pasal yang digunakan dalam menjerat tersangka kasus ini.
ADVERTISEMENT
Hal itu perlu dilakukan Kejagung agar tidak ada tudingan politisasi dalam penanganan perkara yang menjerat Tom Lembong.
Kasus Impor Gula
Adapun dalam kasusnya, pada 2015, berdasarkan rapat koordinasi antar kementerian, telah disimpulkan Indonesia surplus gula sehingga tidak perlu atau tidak butuh impor gula.
Namun, pada tahun yang sama, Thomas Lembong selaku menteri diduga justru mengizinkan persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada perusahaan PT AP. Kemudian gula kristal mentah itu diolah menjadi gula kristal putih.
Padahal, yang boleh mengimpor gula kristal putih adalah BUMN, bukan perusahaan swasta. Izin itu dikeluarkan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait.
Kemudian, pada 28 Desember 2015, dilakukan rapat koordinasi di Kementerian Bidang Perekonomian yang dihadiri kementerian di bawah Kemenko Perekonomian. Salah satu yang dibahas yakni Indonesia pada 2016 kekurangan gula kristal sebanyak 200 ribu ton dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.
ADVERTISEMENT
Pada November-Desember 2015, Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, memerintahkan staf senior manager bahan pokok PT PPI atas nama P untuk melakukan pertemuan dengan 8 perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
Perusahaan gula swasta yang dimaksud yakni PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.
Kemudian, 8 perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah jadi gula kristal putih itu sebenarnya izin industri mereka hanyalah produsen gula kristal rafinasi yang diperuntukkan untuk industri makanan minuman dan farmasi.
Lalu, setelah 8 perusahaan itu mengimpor gula mentah dan diolah menjadi gula kristal putih, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut tetapi sebenarnya gula itu dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran. Harga jualnya Rp 16 ribu, jauh lebih tinggi dari HET saat itu yakni Rp 13 ribu.
ADVERTISEMENT
Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.