Kejagung: Kasus Ketua PN Jaksel Bermula dari Penyidikan Suap di PN Surabaya

13 April 2025 2:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta ditangkap Kejagung RI, Sabtu (13/4). Foto: Abid Raihan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta ditangkap Kejagung RI, Sabtu (13/4). Foto: Abid Raihan/kumparan
ADVERTISEMENT
Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar, menyebut kasus dugaan suap yang menimpa Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, bermula dari penyidikan kasus suap terkait vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya.
ADVERTISEMENT
“Jadi ini bermula dari pengembangan perkara yang kita tangani terkait dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi di Pengadilan Negeri Surabaya,” kata Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan pada Sabtu (12/4).
Qohar tak menjelaskan apa hubungan antara kedua kasus tersebut.
Sementara itu, Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa ketika pengembangan kasus suap di PN Surabaya, ditemukan sejumlah bukti dalam kasus suap yang menimpa Arif.
“Jadi begini, kan penyidik setelah putusan onstlag, ya tentu menduga ada indikasi tidak baik, ada dugaan tidak murni onstlag itu, tapi, ketika dalam penanganan perkara di Surabaya, ada juga informasi soal itu. soal nama MS (Marcella Santoso) itu,” jelas Harli.
Konferensi Pers Penetapan Tersangka Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta di Kejagung RI, Jakarta Selatan pada Sabtu (12/4). Foto: Abid Raihan/kumparan
Kasus suap yang menimpa Arif sendiri berkaitan dengan kasus korupsi persetujuan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) periode Januari 2021-Maret 2022. Ada tiga terdakwa korporasi, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
ADVERTISEMENT
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan putusan onstlag atau putusan lepas. Majelis hakim pun membebaskan mereka dari seluruh dakwaan pada 19 Maret 2025.
Saat penanganan kasus ini, Arif masih menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Ia diduga menerima uang suap itu dari pengacara atas nama Marcella Santoso dan Ariyanto.
Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta ditangkap Kejagung RI, Sabtu (13/4). Foto: Abid Raihan/kumparan
Uang itu diberikan kepada Arif melalui seorang Panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan. Saat penanganan, Wahyu merupakan panitera di PN Jakarta Pusat.
Akibat putusan onstlag yang diberikan oleh Arif, ketiga grup korporasi itu terbebas dari denda dan denda tambahan dengan total Rp 17.711.848.928.104,36.
Keempat orang yang terlibat, Arif, Wahyu Gunawan, Marcella Santoso, dan Ariyanto telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
ADVERTISEMENT

Latar Belakang Kasus

Pengacara, Marcella Santoso saat ditangkap Kejagung RI, Sabtu (12/4). Foto: Abid Raihan/kumparan
Kasus suap tersebut berkaitan dengan kasus korupsi persetujuan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) periode Januari 2021-Maret 2022.
Dalam kasus tersebut, Kejagung menetapkan 5 tersangka. Mereka adalah eks Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indra Sari Wisnu Wardhana; mantan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master, Parulian Tumanggor; mantan Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alamlestari, Stanley MA; mantan General Manager (GM) Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; dan Tim Asistensi Menko Bidang Ekonomi, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
Dalam kasus ini, Weibinanto mengobral izin ekspor kepada sejumlah eksportir. Untuk memuluskan aksinya, Weibinanto bekerja sama dengan Indra Sari dan menguntungkan sejumlah pihak.
Kasus ini dilimpahkan ke PN Jakarta Pusat. Saat itu, Arif masih menjadi Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Pada sidang perdana, mereka didakwa merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6 Triliun dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12,3 triliun.
Singkat cerita, kasus ini berkembang dan menyeret tiga grup korporasi minyak goreng, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Kemudian pada sidang putusan, ketiga grup tersebut dinyatakan bersalah, namun bukan suatu tindakan pidana atau ontslag van alle recht vervolging. Karena itu, majelis hakim memvonis agar ketiga grup tersebut bebas dari segala tuntutan hukum jaksa penuntut umum (JPU).
Sejumlah barang bukti mobil yang disita oleh Kejagung RI, Sabtu (12/4). Foto: Abid Raihan/kumparan
Sementara, merujuk pada keterangan resmi Kejaksaan Agung, JPU menuntut para terdakwa agar membayar sejumlah denda dan denda pengganti.
Terdakwa PT Wilmar Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619. Jika tidak dibayarkan, harta Direktur PT Wilmar Group, Tenang Parulian dapat disita dan dilelang. Apabila tidak mencukupi, Tenang dikenakan subsider pidana penjara 19 tahun.
ADVERTISEMENT
Lalu, Permata Hijau Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 937.558.181.691,26. Jika tidak dibayarkan, harta pengendali lima korporasi di bawah Permata Hijau Group, David Virgo dapat disita dan dilelang. Bila tidak mencukupi, ia dikenakan subsider penjara selama 12 bulan.
Bagi terdakwa Musim Mas Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 4.890.938.943.794,1.
Jika tidak dibayarkan, harta milik Direktur Utama Musim Mas Group, Gunawan Siregar dan sejumlah pihak pengendali korporasi di bawah Musim Mas Group dapat disita dan dilelang. Bila tidak cukup, mereka mendapatkan subsider penjara masing-masing selama 15 tahun.
Para terdakwa diyakini melanggar dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) Jo. pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
ADVERTISEMENT