Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kemenag Sebut Tenda Haji di Mina Padat Sejak Zaman Nabi, Bagaimana Faktanya?
17 Juli 2024 15:25 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
Salah satu kritik terhadap penyelenggaraan haji 2024 adalah tenda di Mina yang kelebihan orang atau overcrowded. Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI yang dipimpin Muhaimin Iskandar menemukan bahwa banyak tenda yang tidak sesuai antara luas dan jumlah penghuninya.
ADVERTISEMENT
Cak Imin menemukan, setiap jemaah reguler hanya memiliki space 0,8 meter persegi — kurang dari 1 meter persegi. Hal ini membuat jemaah tak bisa istirahat/tidur, sehingga terpaksa istirahat di lorong di luar tenda, di alam terbuka.
Kondisi tenda jemaah haji Indonesia yang overcrowded sehingga jemaah tidur berjejer bak ikan sarden ini juga menjadi salah satu pemicu lahirnya Pansus Angket Pengawasan Haji 2024 atau Pansus Haji yang disetujui 9 Juli 2024.
Timwas Haji DPR meminta agar Kemenag lebih keras melobi Arab Saudi sebagai penyedia layanan agar menyediakan tenda yang layak bagi jemaah Indonesia.
Kementerian Agama (Kemenag) RI menilai kepadatan Mina tak bisa dihindari. Tidur berjejer seperti ikan adalah hal yang lazim dan sudah terjadi sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
ADVERTISEMENT
"Insyaallah tidak akan tidak padat, siapa pun yang mau isi, mau jemaah Indonesia, mau jemaah dari mana pun, di situ pasti padat orang. Tidurnya katanya berjejer kayak ikan, dari zaman Nabi juga seperti itu," kata Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief di Hotel Aryaduta, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/7).
Lantas, apakah benar pada zaman Nabi Muhammad kawasan Mina sudah overcrowded sehingga harus tidur berjejer bak ikan?
Haji Zaman Nabi
Dalam kitab-kitab Sirah Nabawiyah disebutkan, Nabi Muhammad SAW melaksanakan haji untuk pertama dan terakhir kali pada tahun 10 Hijriah atau 632 M. Kala itu Nabi berangkat dari Madinah — 450 km dari Makkah.
Nabi diikuti oleh lebih 100 ribu orang — ada yang menyebut 114 ribu orang, ada yang menyebut 120 ribu orang. Ini adalah jumlah yang sangat banyak pada saat itu.
Sahabat Nabi, Jabir bin Abdillah RA, mengungkapkan bahwa jemaah itu datang dari berbagai penjuru daerah, ada yang datang dengan kendaraan (tunggangan hewan) dan ada yang berjalan kaki. Jabir menceritakan banyaknya manusia yang hadir mengikuti Nabi kala itu, sejauh mata memandang isinya manusia semua.
ADVERTISEMENT
Pada haji yang disebut sebagai Haji Wada (Haji Perpisahan) ini Nabi mengajarkan manasik (tata cara) haji yang berlaku hingga saat ini.
Salah satu manasik haji adalah bermalam di Mina untuk kemudian melakukan lempar jumrah. Mina merupakan lembah sempit yang terdiri dari dataran dan pegunungan yang tinggi dan terjal. Dari zaman Nabi hingga kini luas Mina tetap, yaitu sekitar 20 km persegi.
Dengan Mina seluas itu dan jemaah haji 120 ribu orang yang ikut Nabi, tentu kondisi Mina berbeda dengan kondisi saat ini. Di abad modern, jemaah haji bertambah hingga lebih 2 juta, tapi luas Mina tetap.
Menurut F.E. Peters dalam bukunya The Hajj: The Muslim Pilgrimage to Mecca and the Holy Places, haji pada masa awal Islam dilakukan dengan cara yang lebih sederhana dan dalam skala yang lebih kecil, yang membuat pengalaman berhaji pada masa tersebut berbeda secara signifikan dari situasi modern.
Tiga bulan setelah melaksanakan haji, Nabi wafat. Namun, haji sesuai tuntunannya terus hidup hingga kini.
ADVERTISEMENT
Pada abad-abad setelah wafatnya Nabi, ketika Islam menyebar ke wilayah yang lebih luas, jumlah jemaah haji meningkat. Jemaah datang dari berbagai penjuru dunia, termasuk dari Indonesia. Butuh 6 bulan pelayaran dari Indonesia menuju Arab Saudi pada abad ke-18.
Salah satu gambar bergerak paling tua terkait haji memperlihatkan kesibukan haji pada tahun 1928. Film bisu karya G. Krugers berjudul Het Groote Mekka-Feest atau Perayaan Besar di Makkah itu menceritakan perjalanan haji dari Indonesia (dulu Hindia Belanda) ke Makkah.
Di dalamnya juga digambarkan kondisi Mina kala itu. Dikatakan, jemaah saat di Mina tinggal di tenda-tenda sederhana dan di perumahan. Digambarkan, orang-orang berjalan hilir mudik dari arah berlawanan, ada yang naik keledai, unta, dan berjalan kaki.
Menurut Saudi Press Agency, pada tahun 1972 jumlah jemaah mencapai 645.000. Pada tahun 1983, jumlah jemaah haji yang datang dari luar negeri untuk pertama kalinya melebihi satu juta.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1996, jemaah haji yang datang ke Saudi Arabia sudah mencapai 1,8 juta orang. Tertinggi pada tahun 2012, jemaah haji mencapai 3,1 juta orang.
Jumlah jemaah haji mengalami peningkatan signifikan dari seratusan ribu pada zaman Nabi Muhammad, menjadi jutaan di era modern. Perubahan ini didukung dengan perkembangan transportasi, akomodasi, hingga ekonomi.
Overcrowded di Mina
ADVERTISEMENT
Mina merupakan kawasan padang yang berada di 12 kilometer di luar Makkah. Tempat suci ini memiliki luas 20 km persegi yang menjadi tempat jemaah menginap sekitar 4 hari untuk melakukan ritual lempar jumrah di Jamarat.
Dikutip dari jurnal Mina: The City of Tents Origination and Development (2014), dijelaskan bahwa Mina merupakan desa kecil terletak di sebuah lembah sempit yang dikelilingi lereng pegunungan terjal dan lebar lembah itu sekitar 637 meter.
Penjelasan tersebut dibuat oleh pengelana terkenal bernama Rifa'at Ibrahim pada tahun 1908. Dia adalah pemimpin kelompok Mesir yang melakukan perjalanan ke Makkah pada tahun 1901, sebelum masa Kerajaan Arab Saudi dan setelah runtuhnya Kerajaan Ottoman.
ADVERTISEMENT
Dalam penjelasannya, diceritakan bahwa wilayah tersebut hanya memiliki sedikit bangunan dan tidak berpenghuni, kecuali beberapa hari selama musim haji. Di berbagai sisi lembah terdapat sejumlah perkemahan jemaah haji yang dibuat mandiri.
Catatan selanjutnya dibuat oleh John Lewis Burckhardt (1817), penemu reruntuhan kota Petra di Yordania menggambarkan Mina pada ibadah hajinya di tahun 1814/1815. Ia menulis dalam buku hasil hajinya, Perjalanan di Arabia: “Jalanan, yang membentang sepanjang Muna (Mina), kini diubah menjadi pasar dan pekan raya: setiap inci tanah yang tidak dibangun, diubah menjadi gudang atau bilik, terbuat dari tikar; atau dengan tenda kecil."
Pada tahun 1990-an, seiring dengan meningkatnya jemaah sementara luas Mina tetap, Arab Saudi berijtihad untuk memperluas wilayah Mina dengan menyebutnya Perluasan Mina. Indonesia menyebut kawasan baru itu sebagai Mina Jadid atau Mina Baru. Sebagian kalangan menilai bermalam di Mina Jadid tak sah karena dinilai sudah keluar dari kawasan Mina — lokasi wajib untuk bermalam di masa lempar jumrah.
ADVERTISEMENT
Namun, sebagian ulama menyebutnya sah karena jemaah yang bermalam di Perluasan Mina (Mina Jadid) menyambung dengan jemaah yang berada di Mina.
Pada tahun 1990-an juga, Arab Saudi memasang tenda permanen di Mina, menjadikan Mina sebagai Kota Tenda terbesar di dunia. Akan tetapi, tahun 1997 terjadi kebakaran yang menewaskan hampir 340 jemaah haji.
Sejak insiden itu, Arab Saudi membangun tenda permanen yang tahan api. Tenda tersebut disiapkan untuk bisa menampung 2,6 juta jemaah.
Tenda tersebut dibagi menjadi beberapa kompleks atau yang disebut sebagai maktab. Tahun 2024, 221 ribu jemaah Indonesia menempati 73 maktab, bertambah 1 kompleks jika dibadingkan dengan tahun lalu. Selain itu juga ada kuota tambahan 20 ribu, sehingga kuota Indonesia total ada 241 ribu.
Tak cuma tenda, pemerintah Arab Saudi mendirikan 10 gedung bertingkat berlantai 5 di Mina untuk menampung jemaah haji domestik Saudi pada haji 2024. Menara ini mampu menampung hingga 30.000 jemaah, dengan setiap bangunan berisi 140 kamar, dikutip dari Saudi Press Agency.
ADVERTISEMENT
Menara baru ini menambah 6 tower yang sudah lama berdiri sebelumnya.
Indonesia dkk mendorong agar Saudi memperbanyak tower atau mendirikan tenda bertingkat untuk memecahkan masalah overcrowded di Mina.