Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Kenapa Karen Agustiawan Tak Dihukum Bayar Ganti Rugi Rp 1,7 Triliun Korupsi LNG?
25 Juni 2024 16:44 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Mantan Direktur Utama Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan divonis 9 tahun penjara terkait korupsi Liquified Natural Gas (LNG). Namun, hakim Pengadilan Tipikor Jakarta tidak menjatuhkan hukuman uang pengganti korupsi yang merugikan negara Rp 1,7 triliun tersebut kepada Karen.
ADVERTISEMENT
Kenapa?
Dalam dakwaan, Karen Agustiawan disebut memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1.091.280.281,81 dan USD 104.016,65 atau setara Rp 1,6 miliar). Namun berdasarkan fakta persidangan, Hakim menilai bahwa uang yang diterima Karen tersebut bukan dari hasil korupsi, melainkan penerimaan yang sah.
Uang tersebut merupakan penghasilan resmi gaji Karen Agustiawan selaku advisor dari Blackstone melalui Tamarind Energy Ltd setelah tak lagi bekerja di Pertamina.
“Menimbang bahwa terkait uang yang diterima Terdakwa [Karen] majelis sependapat dengan Terdakwa dan penasehat hukum Terdakwa bahwa uang yang diterima dari Blackstone melalui manajemen sebesar jumlah tersebut adalah gaji resmi sebagai senior advisor di perusahaan tersebut karena telah dipungut biaya dibayar pajak penghasilan uang tersebut diterima Terdakwa setelah Terdakwa tidak bekerja di Pertamina,” kata hakim membacakan pertimbangannya, PN Jakarta Pusat, Senin (24/6).
“Menimbang bahwa keterangan-keterangan saksi, alat bukti, barang bukti, keterangan ahli, dan keterangan Terdakwa telah ditemukan bahwa dari hasil pengadaan [LNG] tersebut uang yang dihitung sebagai kerugian negara adalah USD 113.839.186,60 justru mengalir kepada korporasi Corpus Christi Liquefaction (CCL) sebagai harga pengadaan pembelian liquified yang menyimpan ketentuan, yang seharusnya tidak dilakukan pencairan oleh PT Pertamina,” lanjut hakim.
ADVERTISEMENT
Hakim pun kemudian membebankan uang pengganti tersebut kepada perusahaan asal AS, Corpus Christi Liquefaction (CCL).
“Sehingga dalam hal ini kerugian negara tersebut menjadi beban dan tanggung jawab korporasi Corpus Christi anak perusahaan Shinier yang harus mengembalikan kepada negara sebagai keuntungan yang didapat Corpus Christi USD 113.839.186,60 tidak total karena riil barangnya ada dan dikirim sebanyak 11 kargo yang mana berdasarkan fakta hukum liquified Pertamina dilakukan menyimpang ketentuan yang seharusnya korporasi Corpus Christi yang ditunjuk langsung sebagai penyedia tidak berhak mendapat keuntungan dari pengadaan liq yang menyimpang dari ketentuan,” lanjut hakim.
“Menimbang bahwa rangkaian pertimbangan tersebut di atas, maka kerugian keuangan negara sebagai akibat kontrak spa lng menjadi beban dan tanggung jawab korporasi Corpus Christi sejumlah USD 113.839.186,60,” pungkas hakim.
Atas pertimbangan itu, Karen hanya dikenakan pidana badan dengan 9 tahun penjara. Dia terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
ADVERTISEMENT
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa KPK sebelumnya, yakni 11 tahun.
Dalam perkara ini, Karen didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri dan korporasi dalam tindakan pembelian atau pengadaan LNG di Pertamina. Perbuatannya disebut merugikan negara hingga Rp 1,7 triliun.
Korupsi itu dilakukan Karen saat menjabat Dirut Pertamina. Dia mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan produsen dan supplier LNG di luar negeri, termasuk CCL dari AS.
Karen dinilai secara sepihak memutuskan kontrak perjanjian kerja sama dengan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh. Bahkan, tindakan Karen itu disebut tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari Pemerintah pada saat itu.
Namun, LNG dari CCL itu malah tidak terserap di pasar domestik. Sehingga kargo LNG menjadi oversupply dan tak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Alhasil, Pertamina harus menjual rugi LNG tersebut.
ADVERTISEMENT