Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Mahkamah Agung (MA) tengah menjadi sorotan usai membebaskan advokat Lucas . MA mengabulkan upaya Peninjauan Kembali (PK) Lucas dalam perkara merintangi penyidikan KPK terhadap mantan Presiden Komisaris Lippo Group, Eddy Sindoro.
ADVERTISEMENT
Majelis PK MA menerima alasan Lucas bahwa terdapat kekhilafan atau kekeliruan hakim di tingkat kasasi yang menghukumnya selama 3 tahun penjara.
Majelis PK menganggap Lucas tidak cukup bukti dinyatakan bersalah dalam membantu upaya pelarian Eddy Sindoro selama buron.
Berdasarkan informasi perkara MA, majelis hakim memutus PK Lucas pada Rabu (7/4) kemarin. Majelis hakim PK terdiri dari Salman Luthan selaku Ketua Majelis didampingi Abdul Latif dan Sofyan Sitompul masing-masing sebagai anggota.
Meski demikian, putusan bebas tersebut tidak bulat alias terjadi perbedaan pendapat (dissenting opinion). Ketua Majelis PK, Hakim Agung Salman Luthan, tak sependapat dengan putusan bebas Lucas.
Salman Luthan menilai Lucas terbukti merintangi penyidikan KPK karena menyarankan Eddy tidak kembali ke Indonesia selama 12 tahun. Padahal, Eddy sempat akan kembali ke Indonesia untuk menyerahkan diri.
"Ketua Majelis PK, Salman Luthan, menyatakan dissenting opinion (DO) terhadap putusan tersebut dengan pertimbangan, alasan PK Pemohon/Terpidana tidak beralasan menurut hukum dan bertentangan dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan," ujar Salman dalam pertimbangan putusannya.
ADVERTISEMENT
Meski meyakini Lucas bersalah merintangi penyidikan KPK, Salman tetap kalah suara. Sebab 2 hakim lainnya, Abdul Latif dan Sofyan Sitompul, berkesimpulan Lucas tak cukup bukti dinyatakan bersalah.
Sikap Salman yang berbeda pendapat dengan hakim lain dalam perkara korupsi bukan kali ini saja. Terakhir Salman berbeda pendapat dengan hakim lain dalam perkara SKL BLBI dengan terdakwa eks Ketua BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung, di tingkat kasasi MA.
Salman meyakini perbuatan Syafruddin merupakan korupsi. Sedangkan 2 hakim lainnya yang merupakan anggota majelis, Syamsul Rakan dan Mohamad Askin, menilai perbuatan Syafruddin merupakan ranah perdata dan administrasi.
Sehingga MA memvonis lepas Syafruddin dari hukuman 15 tahun penjara. Putusan lepas tersebut akhirnya menjadi pertimbangan KPK menghentikan penyidikan atau menerbitkan SP3 bagi Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim.
Latar Belakang Kasus
Diketahui berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta, Lucas terbukti membantu membuat paspor palsu Republik Dominika untuk Eddy Sindoro. Paspor tersebut dipakai Eddy ke Malaysia yang kemudian membuatnya ditangkap petugas Imigrasi. Ia sempat menjalani proses hukum sebelum akhirnya dideportasi dari Malaysia ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Setelah Eddy dinyatakan harus dideportasi ke Indonesia, Lucas menyarankan agar Eddy tidak kembali ke Indonesia dan tetap berada di luar negeri. Lucas berjanji akan mengurus kepergian Eddy dari Malaysia ke Thailand tanpa melalui pemeriksaan petugas Imigrasi di Indonesia.
Pada tanggal 28 Agustus 2018, kantor Imigrasi Malaysia mengeluarkan surat perintah pengusiran (order of removal) terhadap Eddy. Atas pengusiran tersebut Eddy pulang ke Indonesia menggunakan pesawat AirAsia Nomor Penerbangan AK 380 Pukul 06.55 waktu Malaysia tanggal 29 Agustus 2018.
Namun begitu tiba di Indonesia, Eddy berhasil kabur ke Thailand tanpa melalui pemeriksaan imigrasi. Hal itu dinilai berkat bantuan Lucas melalui mantan Sekretaris PT Gajendra Adhi Sakti, Dina Soraya. Lucas juga turut disebut memberikan uang kepada Dina, sebesar 46 ribu dolar Singapura untuk operasional pengurusan kepergian Eddy dari Indonesia ke Thailand.
Para pihak yang membantu pelarian Eddy diberi uang oleh Lucas melalui Dina. Dina memberikan uang itu kepada Ground staff Air Asia Dwi Hendro Wibowo alias Bowo, sebesar SGD 33 ribu. Uang itu kemudian dibagi-bagikan Bowo kepada mereka yang ikut dalam proses tersebut.
ADVERTISEMENT
Diduga Lucas menyarankan Eddy berada di luar negeri agar nama CEO Lippo Group, James Riady tidak ikut terseret kasus Eddy. Eddy saat itu menjadi tersangka KPK karena telah menyuap mantan panitera pengganti di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, sebesar Rp 877 juta.
Pengadilan Tipikor Jakarta kemudian menghukum Lucas selama 7 tahun penjara. Tak terima, Lucas mengajukan banding. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta kemudian memotong hukuman Lucas menjadi 5 tahun bui.
Masih yakin tak bersalah, Lucas menempuh kasasi ke MA dan hukumannya dipangkas menjadi 3 tahun penjara. Kini setelah melalui upaya PK, Lucas bebas dari penjara.
***
Saksikan video menarik di bawah ini: