Ketua MK soal DPR Tunda Revisi UU MK: Kita Lihat Nanti Menguntungkan atau Tidak

30 September 2024 17:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (30/9/2024). Foto: Alya Zahra/Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (30/9/2024). Foto: Alya Zahra/Kumparan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) buka suara terkait putusan rapat paripurna DPR RI yang menunda pembahasan RUU tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2023 tentang Mahkamah Konstitusi. Rencana revisi UU MK akan dibahas pada keanggotaan DPR RI periode 2024-2029.
ADVERTISEMENT
“Kita tunggu saja proses ke depan bagaimana. Apakah kalau pada substansi menguntungkan atau tidak itu yang seperti apa,” ujar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo, usai acara Penandatanganan Nota Kesepahaman Mahkamah Konstitusi dengan Komisi Informasi Pusat, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (30/9).
Sebelumnya, beberapa pasal di dalam RUU MK ini sempat menuai sorotan. Salah satu di antaranya mengenai masa jabatan hakim MK yang diatur 10 tahun serta ada syarat konfirmasi lembaga pengusul bagi seorang hakim MK untuk bisa melanjutkan masa jabatan dan masa pensiun hakim.
Menanggapi hal tersebut, Suhartoyo, meminta untuk menunggu RUU MK diundangkan terlebih dahulu sebelum ditindaklanjuti. Sebab baginya, setiap undang-undang memiliki argumen filosofi tersendiri.
“Jangan mancing-mancing, saya nanti terpancing juga. Nanti kita komentari kalau sudah betul-betul real ada klausul itu di normal undang-undangnya ya,” ujar Suhartoyo.
ADVERTISEMENT
“Biasanya kan setiap undang-undang itu ada rasio legis maupun argumen-argumen filosofinya, yang kenapa sampai munculnya norma tertentu ke dalam undang-undangnya,” lanjut dia.
Mantan Ketua MK Mahfud MD juga menyoroti soal revisi UU MK itu. Saat menjabat Menkopolhukam, ia sempat menolak pembahasan revisi UU MK tersebut.
Menurutnya, isi dalam revisi UU MK tersebut justru menjadi ancaman bagi independensi MK. Namun usai dia diganti, revisi kemudian berlanjut.
"Itu, kan, tidak ada di Prolegnas dan baru dibuat atau diubah dua tahun yang lalu. Tiba-tiba sudah ada daftar surat bahwa sekarang akan ada perubahan undang-undang," ucap Mahfud dalam podcast 'Terus Terang Mahfud MD', dikutip Kamis (12/9).
"Dan isinya itu selain tidak diketahui oleh publik, kemudian masuknya ke Prolegnas juga kita tidak tahu kapan masuknya gitu ya. Katanya ini harus segera dibahas. Isinya apa itu? Isinya itu ancaman bagi kemerdekaan ke Mahkamah Konstitusi. Karena isinya itu berisi hak konfirmasi," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Syarat konfirmasi lembaga pengusul itu justru merugikan bagi sejumlah hakim MK. Salah satunya yang terancam adalah Hakim Konstitusi Saldi Isra. Sebaliknya, revisi UU MK itu menguntungkan bagi Anwar Usman yang sudah memasuki periode ketiganya.
Selain Saldi Isra, ada dua hakim lainnya juga yang disebut ikut terancam. Mereka adalah Suhartoyo dan Enny Nurbaningsih.
"Sehingga di sini dengan itu kemudian akan ada tiga orang yang harus begitu undang-undang ini dikonfirmasi, ya harus ada tiga orang yang harus diminta konfirmasi," kata Mahfud.